Umar Bin Khattab: Khalifah Kedua
Sebagai salah satu sahabat Nabi yang diseniorkan pada masanya, dengan intelektual dan kelebihan-kelebihan yang dia miliki, tidak salah jika kemudian dia dipilih menjadi penerus perjuangan Nabi dalam menegakkan aqidah Islam dan Akhlakul karimah sebagai khalifah kedua. Selain karena beliau adalah salah satu paman yang selalu membela dan berada dibelakang Nabi dalam menjalankan misi-misi kenabiannya. Pada kenyataannya, Umar yang namanya dalam tradisi Islam adalah yang terbesar pada masa awal Islam setelah Muhammad telah menjadi idola karena kesalehan, keadilan, dan kesederhanaan patriarkhisnya. Secara tersurat khalifah Abu bakar telah meninggalkan pesan bahwa penerusnya kelak akan dipercayakan kepada Umar sebagai khalifah penggantinya. Walaupun demikian, beliau dipilih menjadi khalifah kedua berdasarkan musyawarah yang dilakukan pemuka-pemuka dari beberapa golongan.
Pada awal pelantikannya Umar menyampaikan pidato pertamanya sebagai khalifah dengan menyerukan terjalinnya komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin. "Dalam beberapa hal saudara-saudara berhak menegur saya."[1] Demikian salah satu isi pidato Umar didepan jamaah Shalat dhuhur waktu itu.
Langkah pertama yang dilakukan Umar setelah mengganti Khalifah Abu Bakar adalah meneruskan kebijaksanaan yang telah ditempuh pemerintahan sebelumnya dalam perluasan wilayah Islam ke luar semenanjung Arabia. Pada masanya terjadi ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran sehingga periode ini lebih dikenal dengan nama periode Futuhat al-Islamiyah (perluasan wilayah Islam). Berturut-turut pasukan Islam berhasil menduduki Suriah, Itak, Mesir, Palestina, dan Persia.[2] Keberhasilan Umar dalam memimpin ekspansi adalah terletak dari pribadi Umar itu sendiri. Sosok Umar dalam sejarah berkembangnya Islam, gampang diterima gagasannya oleh masyarakat pada saat itu adalah karena ketegasan dan bergaya hidup sederhana dan hemat, penerus Abu Bakar ini yang berperawakan tingga, kuat dan agak botak, untuk beberapa lama setelah di angkat menjadi khalifah, tetap mencari penghidupan dengan cara berdagang dan sepanjang hayatnya menjalani kehidupan sederhana mirip dengan para kepala suku Badui.[3]
Revitalisasi Tata Pemerintahan Pada Kepemimpinan Amirul Mu'minin
Dalam kepemimpinan Umar pada beberapa masalah pokok, pemikiran Umar dari segi sosial berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar, yang adakalanya sampai sangat berlawanan. Abu Bakar cenderung mempersamakan semua kaum muslimin, tidak hendak membeda-bedakan yang Arab dan yang bukan-Arab, dan antara yang mula-mula dalam Islam dan yang kemudian. Umar lebih mengutamakan orang-orang yang masuk Islam lebih dulu serta veteran perang Badar serta keluarga Nabi, dasarnya bukanlah karena didorong nafsu, akan tetapi lebih karena ingin memberikan kepuasan. Bagi Umar tidak ada pengaruh apa-apa dalam berhubungan dengan mereka semua. Dan dalam keadilannya terhadap mereka pada masa pemerintahan Abu Bakar dan pada masa pemerintahannya sendiri. Salah satu kelebihan Umar dalam memerintah adalah tidak ada perbedaan dalam hal keadilan. Ia diriwayatkan menghukum mati anaknya sendiri karena mabuk-mabukan dan berperilaku amoral.
Umar berhasil membuat terobosan baru dalam menata kepemerintahannya. Umar pertama untuk kalinya dalam sejarah pemerintahan negara Islam berjasa membentuk Majelis Permusyawaratan, Anggota Dewan, dan memisahkan lembaga peradilan. Disamping itu, Umar membagi wilayah kedalam beberapa provinsi, distrik, dan subdistrik.
Umar juga membenahi tatanan pertahanan, keamanan dan peradilan. Ini bisa terlihat dengan terbentuknya korps militer,lembaga kepolisian yang profersional dan mendapatkan gaji sesuai dengan tugas yang dijalankan. Demikian juga dengan penyusunan risalah untuk memperbaiki tatanan peradilan yakni, Dustur 'Umar atau Risalah al-Qada'. Karena terobosan-terobosan yang dia lakukan dalam menata pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada umumnya. Dikalangan ahli fikih (fukaha) ia dikenal sebagai sahabat yang berani melakukan ijtihad dan ini ia lakukan bahkan jauh sebelum ia diangkat menjadi khalifah dan pada masa kepemimpinan Nabi.
Dengan ketegasan, keadilan, dan kekuatan militer yang dia bangun, tidak berlebihan bila kemudian pemerintahan Umar berhasil memperluas wilayah kekuasaanya. Wilayah kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Madinah ini melampaui jazirah Arab. Bahkan terbentang dari Persia hingga Mesir bahkan sebagian benua Eropa.
Akhir Masa khalifah Umar
Kekhalifahan Umar berlangsung selama sepuluh tahun beberapa bulan.[4] Umar mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah dan agama Allah, dengan melupakan diri sama keluarganya. Pikiran, kalbu dan segenap jiwa raganya dikerahkan semata-mata hanya untuk memikul tanggung jawab yang begitu besar dipundaknya. Dialah panglima tertinggi angkatan bersenjata, dia fakih terbesar di antara semua ahli fikih dan mujtahid yang menggunakan segalanya berdasarkan pendapatnya, dan semua orang mengakui hasil ijtihadnya. dia memimpin dengan penuh kasih sayang terhadap seluruh umatnya meskipun pada awal terpilihnya dia sebagai khalifah sempat ada kekhawatiran akan sifat kerasnya akan membawa malapetaka dalam keberlanjutan pemerintahan. Dia politikus berpengalaman yang tahu akan kemampuannya serta mampu menjalankan roda pemerintahan dan administrasi negara dengan bijaksana.
Pemimpin yang istiqamah memimpin pemerintahan seperti keistiqamahannya dalam memimpin shalat berjamaah mengakhiri masa kekhalaifahanya tepat pada tahun ke-23 Hijriyah bulan Dzulhijjah. Ketika itu dia hendak menjadi imam dalam shalat shubuh yang kemudian berakhir dengan tragedi penikaman yang dilakukan oleh seorang budak Persia bernama Abu Lu'lu'ah Fairuz yang kemudian juga tewas bunuh diri setelah menikam Umar. Umar wafat tanpa meninggalkan wasiat apapun mengenai siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah berikutnya. Namun, Umar telah meninggalkan jasa besar bagi perkembangan dan penyebarah aqidah Islam di seluruh dunia.
EndNote:
1 Muhammad Husain Haikal, Umar bin Khattab: Sebuah Telaah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan 2 Kedaulatan Masa itu, (Terj.,Ali Audah), PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, Cet. IV, Mei 2003, hal., 96.
3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, PT Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta. H. 126
4 Philip K. Hitti, History of The Arabs, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta 2005 h. 218 terj. History of The Arabs; From The Earliest Times to Tha Present, Palgrave Macmillan, New York 2002
5 muhammad Husain Haekal, hal., 770.
Sebagai salah satu sahabat Nabi yang diseniorkan pada masanya, dengan intelektual dan kelebihan-kelebihan yang dia miliki, tidak salah jika kemudian dia dipilih menjadi penerus perjuangan Nabi dalam menegakkan aqidah Islam dan Akhlakul karimah sebagai khalifah kedua. Selain karena beliau adalah salah satu paman yang selalu membela dan berada dibelakang Nabi dalam menjalankan misi-misi kenabiannya. Pada kenyataannya, Umar yang namanya dalam tradisi Islam adalah yang terbesar pada masa awal Islam setelah Muhammad telah menjadi idola karena kesalehan, keadilan, dan kesederhanaan patriarkhisnya. Secara tersurat khalifah Abu bakar telah meninggalkan pesan bahwa penerusnya kelak akan dipercayakan kepada Umar sebagai khalifah penggantinya. Walaupun demikian, beliau dipilih menjadi khalifah kedua berdasarkan musyawarah yang dilakukan pemuka-pemuka dari beberapa golongan.
Pada awal pelantikannya Umar menyampaikan pidato pertamanya sebagai khalifah dengan menyerukan terjalinnya komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin. "Dalam beberapa hal saudara-saudara berhak menegur saya."[1] Demikian salah satu isi pidato Umar didepan jamaah Shalat dhuhur waktu itu.
Langkah pertama yang dilakukan Umar setelah mengganti Khalifah Abu Bakar adalah meneruskan kebijaksanaan yang telah ditempuh pemerintahan sebelumnya dalam perluasan wilayah Islam ke luar semenanjung Arabia. Pada masanya terjadi ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran sehingga periode ini lebih dikenal dengan nama periode Futuhat al-Islamiyah (perluasan wilayah Islam). Berturut-turut pasukan Islam berhasil menduduki Suriah, Itak, Mesir, Palestina, dan Persia.[2] Keberhasilan Umar dalam memimpin ekspansi adalah terletak dari pribadi Umar itu sendiri. Sosok Umar dalam sejarah berkembangnya Islam, gampang diterima gagasannya oleh masyarakat pada saat itu adalah karena ketegasan dan bergaya hidup sederhana dan hemat, penerus Abu Bakar ini yang berperawakan tingga, kuat dan agak botak, untuk beberapa lama setelah di angkat menjadi khalifah, tetap mencari penghidupan dengan cara berdagang dan sepanjang hayatnya menjalani kehidupan sederhana mirip dengan para kepala suku Badui.[3]
Revitalisasi Tata Pemerintahan Pada Kepemimpinan Amirul Mu'minin
Dalam kepemimpinan Umar pada beberapa masalah pokok, pemikiran Umar dari segi sosial berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar, yang adakalanya sampai sangat berlawanan. Abu Bakar cenderung mempersamakan semua kaum muslimin, tidak hendak membeda-bedakan yang Arab dan yang bukan-Arab, dan antara yang mula-mula dalam Islam dan yang kemudian. Umar lebih mengutamakan orang-orang yang masuk Islam lebih dulu serta veteran perang Badar serta keluarga Nabi, dasarnya bukanlah karena didorong nafsu, akan tetapi lebih karena ingin memberikan kepuasan. Bagi Umar tidak ada pengaruh apa-apa dalam berhubungan dengan mereka semua. Dan dalam keadilannya terhadap mereka pada masa pemerintahan Abu Bakar dan pada masa pemerintahannya sendiri. Salah satu kelebihan Umar dalam memerintah adalah tidak ada perbedaan dalam hal keadilan. Ia diriwayatkan menghukum mati anaknya sendiri karena mabuk-mabukan dan berperilaku amoral.
Umar berhasil membuat terobosan baru dalam menata kepemerintahannya. Umar pertama untuk kalinya dalam sejarah pemerintahan negara Islam berjasa membentuk Majelis Permusyawaratan, Anggota Dewan, dan memisahkan lembaga peradilan. Disamping itu, Umar membagi wilayah kedalam beberapa provinsi, distrik, dan subdistrik.
Umar juga membenahi tatanan pertahanan, keamanan dan peradilan. Ini bisa terlihat dengan terbentuknya korps militer,lembaga kepolisian yang profersional dan mendapatkan gaji sesuai dengan tugas yang dijalankan. Demikian juga dengan penyusunan risalah untuk memperbaiki tatanan peradilan yakni, Dustur 'Umar atau Risalah al-Qada'. Karena terobosan-terobosan yang dia lakukan dalam menata pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada umumnya. Dikalangan ahli fikih (fukaha) ia dikenal sebagai sahabat yang berani melakukan ijtihad dan ini ia lakukan bahkan jauh sebelum ia diangkat menjadi khalifah dan pada masa kepemimpinan Nabi.
Dengan ketegasan, keadilan, dan kekuatan militer yang dia bangun, tidak berlebihan bila kemudian pemerintahan Umar berhasil memperluas wilayah kekuasaanya. Wilayah kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Madinah ini melampaui jazirah Arab. Bahkan terbentang dari Persia hingga Mesir bahkan sebagian benua Eropa.
Akhir Masa khalifah Umar
Pemimpin yang istiqamah memimpin pemerintahan seperti keistiqamahannya dalam memimpin shalat berjamaah mengakhiri masa kekhalaifahanya tepat pada tahun ke-23 Hijriyah bulan Dzulhijjah. Ketika itu dia hendak menjadi imam dalam shalat shubuh yang kemudian berakhir dengan tragedi penikaman yang dilakukan oleh seorang budak Persia bernama Abu Lu'lu'ah Fairuz yang kemudian juga tewas bunuh diri setelah menikam Umar. Umar wafat tanpa meninggalkan wasiat apapun mengenai siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah berikutnya. Namun, Umar telah meninggalkan jasa besar bagi perkembangan dan penyebarah aqidah Islam di seluruh dunia.
EndNote:
1 Muhammad Husain Haikal, Umar bin Khattab: Sebuah Telaah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan 2 Kedaulatan Masa itu, (Terj.,Ali Audah), PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, Cet. IV, Mei 2003, hal., 96.
3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, PT Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta. H. 126
4 Philip K. Hitti, History of The Arabs, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta 2005 h. 218 terj. History of The Arabs; From The Earliest Times to Tha Present, Palgrave Macmillan, New York 2002
5 muhammad Husain Haekal, hal., 770.
0 comments:
Post a Comment