Malik Ishaq - Sejarah Awal Linge Isak

Jika kita mengikuti perkembangan zaman, tidak ada salahnya kita sebagai seorang yang berpendidikan untuk membahas sebuah sejarah. Yang mana dari sejarah lah kita mengetahui akan asal-usul terjadinya sesuatu. Jadi janganlah kita pernah melupakan sejarah.

Dalam perkembangannya, sejarah memiliki 3 bagian diantaranya adalah: sejarah tertulis, sejarah lisan, dan sejarah melalui cerita rakyat. Disini saya akan sedikit meringkas sebuah sejarah yang akan menceritakan siapakah orang yang mengembangkan tanah Gayo Aceh Tengah.

Dalam sejarah perkembangannya, menurut sejarah melalui cerita rakyat yang dapat dipercaya, bahwa orang yang pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Gayo (Takengon, Aceh Tengah) adalah Genali pada tahun 600 M, dimana diceritakan Genali adalah anak dari raja Turki yang terdampar di Buntul kemudian dia menikah dengan putri Johor (anak dari raja Malaka).

Jadi dasar orang Linge ada 32. Selanjutnya Genali terhempas di Buntul. Selanjutnya yaitu Maliq Ishaq yang berasal dari Arab, dia berlayar dengan dipimpin oleh awak kapal Maddineyah, kemudian mereka berhenti di Perlak. Kemudian mereka berjalan berpindah wilayah ke Tengah Aceh yang diberi nama Ishaq yang kemudian sekarang menjadi Isaq. Selanjutnya Ishaq perkembangannya sangat pesar di Aceh. Diawal berkembangnya masyarakat diajak belajar dirumah Maliq Ishaq yang disebut sebagai madrasah dan oleh orang Gayo dirubah menjadi Meursah/Menasah, sehingga Maliq Ishaq dikenal juga sebagai Muyang Mersah.

Dari pernikahannya, Maliq Ishaq memiliki anak 7 orang, yang kesemuanya laki-laki. Diantara anak-anaknya adalah sebagai berikut :
  1. Merah Jernang
  2. Merah Bacang
  3. Merah Putih
  4. Merah Item
  5. Merah Pupuk
  6. Merah Silu
  7. Merah Mege
Dari ketujuh anak ini, Maliq Ishaq sangat meyayangi anak bungsunya yaitu Merah Mege, sehingga membuat saudaranya cemburu karenanya, sehingga keenam saudaranya memiliki niat yang tidak baik terhadap adik bungsunya tersebut. Dari cerita yang kita dengar, keenam kakaknya tersebut meninggalkan Merah Mege di sebuah sumur dan meninggalkannya sendirian, sehingga tempat yang ditinggalkannya itu dikenal sebagai “Muyang Datu”.

Ketika keberadaan Merah Mege berada di Loyang Datu, dia diberi makan oleh anjingnya yang setia yang bernama “Pase”. Melihat keadaan tuannya yang seperti itu disebabkan oleh abang-abangnya, maka “Pase” tersebutlah yang mencarikan makanan untuk Merah Mege.

Keanehan dan keganjilan terus terjadi dari “Pase” ini tentunya membuat curiga dan mendapat perhatian dari Muyang Mersah (Maliq Ishaq), hingga ia memutuskan untuk dapat mengikuti anjing tersebut. Sehingga suatu hari dia memberikan makanan tersebut kepada anjing itu dan ia juga menaruh dedak (sejenis serbuk dari hasil gilingan padi, ampasnya). Sehingga kemana pun anjing tersebut melangkah Muyang Mersah mengetahuinya. Dan akhirnya ditemukan lah Merah Mege sehingga Muyang Mersah mengadakan pesta besar-besaran.

Kemudian Merah Mege menjadi pusaka, dan keturunannya tersebar di seluruh Aceh, meulaboh, Aceh Selatan daerah Kluet, seluruh perairan diseluruh Aceh, didahului dengan nama Merah.

Akhirnya keenam anak Muyang Mersah saudara Merah Mege melarikan diri. Pertama kali lari ke Ishaq karena malu. Namun begitu diketahui Raja dan kemudian akan disusul, mereka lari ke Tukel, kemudian membuka daerah yang bernama Jagong. Kemudian dikejar kembali sampai akhirnya ke Serbe Jadi. Dikejar terus anaknya, karena sayang, setelah rasa marah sang Muyang Mersah hilang. Namun mereka sudah amat malu kepada ayahnya, akhirnya mereka sepakat untuk berpisah dengan catatan akan menyebarkan agama Islam pada daerah yang ditempatinya.

Sisulung yaitu Merah Jernang, pergi ke Batak untuk mengembangkan Islam ke daerah Barus, Tapanuli. Yang kedua Merah Bacang, ke Kala Lawe Meulaboh.

Sedangkan yang ketiga, Merah Pupuk mengembangkan agama Islam ke Lamno Deye antara Meulaboh dan Kute Reje.

Yang keempat dan kelima, Merah Poteh dan Merah Item di Belacan, di Merah Dua, atau dikenal dengan Meurdu, hingga sekarang masih ada.

Sedangkan yang keenam, Merah silu pergi ke Gunung Sinabung, Blang Kejeren. Disini Merah Silu mengembara dan memiliki anak yang diberi nama Merah Sinabung. Disini Merah Sinabung lebih berwatak sebagai seorang panglima, sehingga hobinya adalah mengembara sehingga ia sampai pada suatu daerah yang tengah berperang. Perang yang terjadi antara kerajaan Jempa dan Samalanga. Kerajaan Jempa pada saat itu sudah beragama Islam, hingga akhirnya ia menawarkan bantuan kepada raja Jempa tersebut dan berhasil memenangkan peperangan dengan kerajaan Samalanga. Jasa baiknya tersebut akhirnya membuat raja Jempa menikahkan putrinya kepada Merah Sinabung (anak Merah Silu).

Setelah terjadi pernikahan, Merah Sinabung memiliki 2 orang anak yang bernama Malik Ahmad dan Merah Silu (diambil dari nama kakeknya). Setelah Merah Sinabung wafat maka naiklah Malik Ahmad menjadi raja Jempa. Akan tetapi ada yang lebih dicintai oleh penduduk setempat yaitu Merah Silu karena ia lebih berbakat dan lebih alim.

Karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka oleh ibunya, Merah Silu akhirnya dikirim ke daerah Arun (Blang Sukun). Untuk menghabiskan waktunya ia bekerja sebagai pandai emas, besi dan barang logam lainnya. Sedangkan malamnya ia mengajar mengaji. Sehingga lama-kelamaan orang sekitar mengenal Merah Silu sebagai mualim, tokoh masyarakat, dan akhirnya ia menjadi raja di Lhokseumawe. Kemudian beliau diangkat menjadi Sultan Pase pertama atau juga biasa disebut dan dikenal dengan Sultan Malikussaleh. Sebutan daerahnya, Pase, merupakan sebutan yang diambil dari nama anjing yang telah menyelamatkan kakeknya (datunya), Merah Mege.

Artikel Terkait:

comment 1 comments:

Unknown on 22 September 2020 at 09:45 said...

Terimakasih infonya,kakek saya juga orang Gayo sebutannya Tengku langa,saya dari kutelintang Blangkejeren terimakasih dengan artikel ini saya jadi tau sejarah reje linge

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger