Tafsir Surat Al-Hujurat ayat 11 - 13

1. A Y A T 11 :

يايها الذين ءامنوا لا يسخر قوم من قوم عسي ان يكونوا خيرا منهم ولا نساء من نساء عسي ان يكن خيرا منهن ولا تلمزوا انفسكم ولا تنابزوا بالالقب بيس الاسم الفسوق بعد الايمن ومن لم يتب فاوليك هم الظلمون
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”

Kata (يسخر) atau memperolok-olokkan yaitu menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan, baik dengan ucapan, perbuatan atau tingkah laku.
Kata (قوم) biasa digunakan untuk menunjuk sekelompok manusia. bahasa menggunakannya pertama kali untuk kelompok laki-laki saja, karena ayat di atas menyebut pula secara khusus wanita.

Kata (تلمزوا) terambil dari kata (اللمز). Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata ini. Ibn ‘Asyur misalnya memahaminya dalam arti, ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman. Ini adalah salah satu bentuk kekurangajaran dan penganiayaan.

Ayat di atas melarang melakukan al-lamz terhadap diri sendiri, sedang maksudnya adalah orang lain. Redaksi tersebut dipilih untuk mengisyaratkan kesatuan masyarakat dan bagaimana seharusnya seseorang merasakan bahwa penderiataan dan kehinaan yang menimpa orang lain menimpa pula pada dirinya sendiri.

Sekian banyak riwayat yang dikemukan para mufasir menyangkut sebab nuzul ayat ini. Misalnya ejekan yang dilakukan oleh kelompok Bani Tamim terhadap Bilal, Shuhaib dan ‘Ammar yang merupakan orang-orang tidak punya. Ada lagi yang menyatakan bahwa ia turun berkenaan dengan ejekan yang dilontarkan oleh Tsabit Ibn Qais, seorang sahabat Nabi saw. yang tuli.



Tsabit melangkahi sekian orang untuk dapat duduk di dekat Rasul agar dapat mendengar wejangan beliau. Salah seorang menegurnya, tetapi Tsabit marah sambil memakinya dengan menyatakan bahwa dia yakni si penegur adalah anak si Anu – (seorang wanita yang pada masa Jahiliyah dikenal memilik aib). Orang yang diejek ini merasa dipermalukan, maka turunlah ayat ini.

Ada lagi yang menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ejekan yang dilontarkan oleh sementara istri Nabi Muhammad saw. terhadap Ummu Salalah yang merupakan “madu” mereka. Ummu Salamah mereka ejek sebagai wanita pendek. Alhasil sekian banyak riwayat, yang kesemuanya dapat dinamai sabab nuzul (sebab turun), walau maksud dari istilah ini dalam konteks riwayat-riwayat di atas adalah kasus-kasus yang dapat ditampung oleh kandungan ayat ini.


2. A Y A T 12 :

يايها الذين ءامنوا اجتنبوا كثيرا من الظن ان بعض الظن اثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا ايحب احدكم ان ياكل لحم اخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله ان الله تواب رحيم
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Kata (إجتنبوا) terambil dari kata (جنب) yang berarti samping. Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan dari jangkauan tangan. Dari sini kata tersebut diartikan jauhi. Penambahan huruf (تـ) pada kata tersebut berfungsi penekanan yang menjadi kata ijtanibu berarti bersungguh-sungguhlah. Upaya sungguh-sungguh untuk menghindari prasangka buruk.

Kata (كثيرا) atau banyak bukan berarti kebanyakan, sebagaimana dipahami atau diterjemahkan sementara penerjemah. Tiga dari sepuluh adalah banyak, dan enam dari sepuluh adalah kebanyakan.

Ayat di atas menegaskan bahwa sebagian dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak berdasar. Biasanya dugaan yang tidak berdasar dan mengakibatkan dosa adalah dugaan buruk terhadap pihak lain. Ini berarti ayat di atas melarang melakukan dugaan buruk yang tanpa dasar, karena ia dapat menjerumuskan seseorang ke dalam dosa. Dengan demikian ayat ini mengukuhkan prinsip bahwa: Tersangka belum dinyatakan bersalah sebelum terbukti kesalahannya, bahkan seseorang tidak dapat dituntut sebelum terbukti kebenaran dugaan yang dihadapkan kepadanya. Dalam konteks ini Rasul saw. berpesan: “Jika kamu menduga (yakni terlintas dalam benak kamu sesuatu yang buruk terhadap orang lain) maka jangan lanjutkan dugaanmu dengan melangkah lebih jauh (HR. ath-Thabrani).

Kata (تجسّسوا) terambil dari kata (جسّ). Yakni upaya mencari tahu dengan cara tersembunyi. Dari sini mata-mata dinamai (جاسوس). Imam Ghazali memahami larangan ini dalam arti, jangan tidak membiarkan orang berada dalam kerahasiaannya.


3. A Y A T 13 :

الناس انا خلقنكم من ذكر وانثي وجعلنكم شعوبا وقبايل لتعارفوا ان اكرمكم عند الله اتقيكم ان الله عليم خبير
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

(يأيها الناس اناخلقنكم من ذكرو انثى) Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yakni dari Adam dan Hawa. – (وجعلنكم شعوبا) dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa, lafazh (شعوبا) adalah bentuk jamak dari lafazh (شعب), yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi.

(وقبائل) dan bersuku-suku, kedudukan suku berada di bawah bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu Batn, sesudah Batn adalah Fakhz dan yang paling bawah adalah Fasilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qusay adalah nama suatu Batn, Hasyim adalah nama suatu Fakhz, dan Al-Abbas adalah nama suatu Fasilah.

(لتعاوفوا) supaya kalian saling mengenal. Lafazh ta’aruf asalnya adalah (تتعارف), kemudian salah satu dari kedua huruf (ت) dibuang sehingga jadilah (تعارف); maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain, bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi ketakwaan.

(ان اكرمكم عندالله اتقكم, ان الله عليم) Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, tentang kalian – (خبير) lagi Maha Mengenal, apa yang tersimpan di dalam batin kalian.

Di suatu riwayat oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah dikemukan, ketika Fathul Makkah (hari penaklukan kota Mekah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini Adzan di atas Ka’bah?” Maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.” Ayat ini (QS. Al-Hujurat: 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi atau perbedaan, yang paling mulia di sisi Allah tetap adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.

Di dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir di dalam Kitab Mubhamat-nya yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykuwal, yang bersumber dari Abu Bakr bin Abi Dawud di dalam Tafsir-nya, dikemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Hind yang akan dikawinkan oleh Rasulullah kepada seorang wanita Bani Bayadhah. Bani Bayadhah berkata: “Wahai Rasulullah, pantaskah kalau kami mengawinkan putri-putri kami kepada bekas budak-budak kami?”. Ayat ini turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang merdeka.

Artikel Terkait:

comment 1 comments:

Unknown on 25 December 2013 at 23:42 said...

“13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujuraat: 13)

Firman diatas, setidaknya terdapat tiga spesifikasi:
1. Kata “syu’uuban” [berbangsa-bangsa], dan “alqabaa-ilu” [bersuku-suku]:
Diantara Bangsa-bangsa, terlepas dari ciri khas bahasa dan perilaku hidup terdapat pula parfomance dan terjemahan kultural/ suku yang berbeda. Sehingga kita tidak lalu kemudian harus menjeneralisir bahwa untuk menjadi serang muslim mesti harus berjenggot/ bersorban dulu. Walaupun memang disisi lain ada anjuran Sunnah yang harus diaplikasikan, atau hijab diwajibkan kepada kaum Hawa Dll. Umum dan spesifik, termasuk dalam praktek ibadah, adalah bahwa patut mengikuti mekanisme baku Sunnatullah dan Sunnah Rasul, tetapi identitas diri atas berbangsa-bangsa dan bersuku-suku tetap harus melekat sebagai terjemahan atas pesan dasar Al-hujarat 13 diatas.
2. Tanpa ciri khas, maka disamping hilangnya sepenggal/ sebagian pesan dasar Al-hujarat 13, juga sulit untuk mengidentifikasi kehadiran “perbedaan” dalam pandangan spiritual. Karena setiap Firman yang diturunkan oleh Allah, disamping menjadi petunjuk, juga sekaligus menjadi nur penguatan spiritual.
3. Mengakarnya kekuatan Islam dalam sebuah bangsa, maka kultural tak boleh dikesampingkan. Karena ciri khas/ kultural adalah pintu masuk, juga merupakan salah satu pilar peradaban/ penguatan. Itulah sebabnya kita diciptakan bersuku-berbangsa untuk saling mengenal. SEMOGA...!

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger