Muhammad S.A.W Pada Periode Mekkah

Pada Abad keenam Masehi, Makkah adalah kota besar yang sedang berkembangan. Karena letak greografis yang srategis, Makkah menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi ke pusat perniagaan. Sejak lama di Makkah telah tersedia segala fasilitas perniagaan termasuk rumah-rumah penginapan bagi para saudagar yang singgah di sana.

Komunitas penduduk Arab Makkah ketika itu menganut agama yang bermacam-macam antara lain yang terkenal adalah penyembahan terhadap berhala (paganisme). Namun demikian adapula yang masih menganut dengan agama Masehi dan Yahudi.

Agama Masehi ini banyak dianut oleh penduduk yang banyak berasal dari Yaman, Najran dan Syam. Sedangkan agama Yahudi banyak dianut oleh para imigran dari Yasrib. Di samping itu ada pula agama Majusi yang dianut oleh orang Persia.

Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang lahirnya Muhammad yang membawa ajaran Islam ditentang masyarakat yang biasa disebut dengan masyarakat zaman jahiliyyah, yaitu zaman kegelapan atau kebodohan dalam hal moral dan etika, bukan dalam hal lainnya seperti ekonomi perdagangan dan sastra. Sebab, dalam hal perekonomian dan sastra bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat.

Makkah bukan saja menjadi pusat perdagangan lokal, tetapi menjadi jalur perdagangan dunia yang terpenting. yang menghubungkan antara Utara (Syam) dan selatan (Yaman) antara Timur (Persia) dan Barat (Abensia dan Mesir). Dalam bidang sastra, mereka sangat menaruh perhatian terhadap sastra, dan para sastrawan diakui kredibilitas oleh bangsa Arab ketika itu.
Makalah ini akan lebih menitik beratkan perhatian terhadap dinamika yang bersifat sosial dan menyeluruh dari pada riwayat nabi Muhammad itu sendiri.


A. Sekilas Tentang Mekkah Pra-Islam
Sebelum datangnya Islam, Mekkah adalah-seperti wilayah Arabia lainnya-kota dengan penduduk dengan masyarakat pastoral (pengembala). Beberapa faktor membawa beberapa perubahan sosial, seperti jumlah berhala yang ada di Mekkah, sistem klan yang mulai melonggar, dan persiapan menuju agama monotheisme.

Mekkah adalah kota yang memikat bagi para pedagang dari banyak penjuru Arabia maupun luar Arabia. Masyarakat Mekkah diakui sebagai pedagang eceran yang handal dibandingkan dengan masyarakat lain kala itu. Perdagangan menjadi sangat esensial dan diberi apresiasi lebih oleh masyarakatnya. Tampaknya apresiasi orang Arab ini tidak bisa disingkirkan oleh agama Islam. Ada banyak kata-kata dalam Alquran al-Karim yang diambil dari imajinasi perdagangan, seperti ajr, tsawab dan lain sebagainya. Begitu juga dengan aturan-aturan yang diberikan oleh Islam, perdagangan merupakan salah satu hal yang bayak diatur di dalam Alquran.


B. Muhammad Pada Priode Mekkah.
Rasulullah saw. lahir dan berkembang di Mekkah yang masyarakatnya sedang mengalamai masa transisi yang hebat dalam berbagai bidang, seperti sosial, agama dan politik. Ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad pada umumnya merupakan keinginan untuk memperbaiki dan menyelamatkan masyarakat Mekkah dalam menjalani masa transisi ini.

Dalam faktanya, Muhammad saw. tidak bisa menjalankan dakwahnya secara efektif yang membuahkan hasil yang memuaskan. Beberapa kondisi ikut melatari ketidak efektifan dakwah Muhammad di Mekkah. Penganut yang berhasil dipengaruhi oleh Muhammadpun tidak seberapa jumlahnya karena memang beliau tidak bisa melaksanakan dakwahnya secara terang-terangan.

Ada beberapa fase yang dijalani oleh nabi Muhammad dalam memulai dan mengembangkan ajaran yang beliau bawa.

Fase Dakwah Sembunyi-sembunyi.
Pada fase ini Rasul hanya mengajak kerabat-kerabatnya untuk ikut memelukm agama Islam yang beliau bawa. Mereka diseru untuk meyakini ajaran-ajaran pokok yang terkandung dalam wahyu yang ia terima.

Pada fase ini, beliau berhasil mengajak beberapa orang untuk memeluk agama Islam, seperti Istrinya, Ali b. Abi Thalib, Zaid, Abu Bakar. Tidak lama setelah mereka menganut agama Islam, barulah kemudian beberapa orang dengan jumlah yang lebih banyak mau menerima ajakan Muhammad untuk memeluk agama Islam.

Fase Dakwah Terang-Terangan.
Ada dua fase yang dijalani oleh Rasulullah pada saat itu, yang pertama adalah menjalankan dakwah dengan mengajak kerabatnya dengan terang-terangan. Setelah menerima perintah untuk berdakwah secara terang-terangan kepada kerabatnya, maka Rasulpun lalu menyeru mereka di bukit Shafa.

Fase selanjutna adalah menyeru tidak hanya kerabatnya akan tetapi semua orang. Fase ini dimulai dengan turunnya ayat Alquran surah al-Hijr; 94. Setelah turunnya ayat ini, mulailah Rasulullah saw. menyerukan agama Islam kepada semua orang, hingga penduduk luar Mekkah yang datang untuk mengunjungi Ka’bah.

1. Dinamika Keagamaan
Sebelum Islam, ada keberagaman kepercayaan yang berkembang ketika itu, ada yang menyembah berhala. Namun kepercayaan yang terkenal adalah penyembahan terhadap berhala (paganisme). Penyembahan terhapap berhala itu sendiri mulanya adalah kebiasaan dari orang-orang yang pergi keluar kota Makkah, mereka selalu membawa batu yang diambil dari sekitar Ka'bah. Mereka mensucikan batu dan menyembahnya di mana mereka berada.

Lama kelamaan, dibuatlah patung yang disembah dan mereka berkeliling mengitarinya. Hala ini mereka lakukan karena rasa hormatanya kepada Ka'bah. Akhirnya mereka sendiri memindahkan patung itu disekitar Ka'bah yang berjumlah mencapai 360 buah.

Ada pendapat lain juga yang mengatakan bahwa ajaran penyembahan terhadap berhala ini dibawa oleh 'Amar bin Luhay al-Khuza'i, orang pertama sekali yang membawa patung ke Ka'bah. Luhay membawa patung itu dari penduduk Syam yang menyembah berhala dan ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab menurutnya Syam adalah tempat para Nabi dan Rasul dan tempat turunnya Kitab, maka kemudian ia meminta satu patung untuk dibawa pulang ke Makkah dan diletakkan di Ka'bah patung itu diberi nama Hubal.

Luhay sendiri terkenal sebagai orang yang suka melakukan kebaikan dan suka menolong orang lain. Sehingga orang Arab menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang disegani, Dan semua ajaranya diikuti oleh banyak orang. Orang Hijaz juga banyak yang mengikuti ajaran ini Karena mereka manganggap bahwa, orang Arab adalah pengawas Ka'bah dan penduduk tanah suci.

Tradisi keagamaan bangsa Arab terhadap penyembahan berhala yang diciptakan oleh Luhay ini kemudian menjadi kepercayaan mayoritas kepercayaan orang Arab. Sementara orang mengira apa yang dibuat Luhay adalah sesuatu yang baru dan baik serta tidak merubah ajaran Nabi Ibrahim. Di antara ekspresi dari aktualisasi penyembahan berhala tersebut adalah:
  1. Mereka mengelilingi berhala sambil membaca mantra, meminta pertolongan dari segala kesulitan dan berdoa untuk memenuhi segala keinginan mereka.
  2. Menunaikan ibadah haji dengan mengelilingi Ka'bah dan berhala sambil menunduk dan sujud dihadapannya tanpa berbusana.
  3. Memberikan korban berupa penyembelihan hewan piaraan.
  4. Memberi sajian makanan dan minuman yang khusus untuk siguguhkan kepada berhala, sebagai rasa syukur atas keberhasilan panennya.
  5. Bernazar untuk menyembelih hewan atau memberuikan sajian jika keinginannya terwujud.
Tetapi adapula yang masih menganut dengan agama Masehi dan Yahudi. Agama Masehi ini banyak dianut oleh penduduk yang banyak berasal dari Yaman, Najran dan Syam. Sedangkan agama Yahudi banyak dianut oleh para imigran dari Yasrib. Di samping itu ada pula agama Majusi yang dianut oleh orang Persia.

Hamka menambahkan ada juga yang menganut agama Nabi Ibrahim, yang menurutnya kepercayaan terhadap agama Nabi Ibrahim itu dapat dibagi dua: Pertama, tetap menganut apa yang diterimanya dari Nabi Ibrahim, tidak dirobahnya. Kedua, ajaranya ditambah dengan beberapa tambahan namun ajarannya tetap dinamai juga dengan agama Nabi Ibrahim.

Salah satu dari tradisi masyarakat Arab ketika yang juga merupakan sikap keberagamaan adalahb bila seseorang hendak mengambil sesuatu keputusan. Maka ia berlindung dan memohon kepada bantuan mangkuk undian, lalu undi itupun dilakukan. Jika yang kelauar adalah yang bertuliskan "ya", maka ia berangkat dan sebalikknya jika yang keluar "tidak", maka keberangkatannya dibatalkan. Enggan menganut agama Islam yang dibawa oleh Muhammad, sebab mereka berangagapan bahwa hal itu akan meruntuhkan tradisi-taradisi mereka dan dasar-dasar kehidupan mereka, khusunya dalam bidang keagamaan.

Selain itu, yang patut kita sebutkan disini adalah bahwa masyarakat Mekkah menyepakati diadakannya masa haram, masa ini dikhususkan untuk beribadah tahunan, menziarahi Ka’bah. Hal ini memberikan keuntungan bagi para pedagang Mekkah, karena selain menjadi tempat ibadah tahunan, juga menjadi sarana perdagangan. Selain itu ternyata masa haram ini dipergunakan untuk menyelesaikan persengketaan antara klan.

Pada saat kondisi keberagamaan yang seperti itulah kemudian nabi Muhammad muncul dengan membawa sebuah ajaran baru bagi Masyarakat Mekkah. Ajaran baru tersebut tentu saja tidak mendapatkan penerimaan yang baik di Mekkah. Muhammad harus berjuang ekstra keras untuk mendakwakan ajaran yang beliau emban tersebut.

Jahiliyah
Jahiliyyah, yaitu zaman kegelapan atau kebodohan dalam hal moral dan etika, bukan dalam hal lainnya seperti ekonomi perdagangan dan sastra. Sebab, dalam hal perekonomian dan sastra bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat. Makkah bukan saja menjadi pusat perdagangan lokal, tetapi menjadi jalur perdagangan dunia yang terpenting. yang menghubungkan antara Utara (Syam) dan selatan (Yaman) antara Timur (Persia) dan Barat (Abensia dan Mesir).

2. Dinamika Intelektual
Yang paling pantas disebutkan dalam bidang intelektual maysrakat Mekkah pada saat munculnya Islam adalah sastra. Dalam bidang sastra, mereka sangat menaruh perhatian terhadap sastra, dan para sastrawan diakui kredibilitas oleh bangsa Arab ketika itu
Mereka sangat memuliakan sastrawan, dengan syair itulah mereka dapat melepaskan sedu-sedan yang tertahan yang menggelora dalam jiwa terutama sebagai motivasi ketika berada di medan peperangan. Ahli syair mendapat kedudukan tertinggi di dalam kabilahnya.

Bahkan ketika itu seni sastra terutama yang berbentuk puisi berkembang dengan subur meskipun orasi juga sangat dikenal. Dan biasanyan para pujangga itu mengadu kebolehan mereka dalam menggubah pusis di pasar-pasar sebagai pusat keramaian ketika itu, seperti pasar Ukaz. Dan di antara puisi yang menjadi pemenang ketika itu sebagai penghormatannya puisinya digantungkan di dinding Ka'bah. Puisi itu akan terus bertahan sampai ada yang menandingi keindahan puisi tersebut.

3. Dinamika Sosial
Sistem Keluarga Masyarakat Mekkah
Muhammad datang dan ditugaskan untuk menyeru masyrakat yang pada umumnya mengenal sistem keluarga patriarkhal yang sungguh kental, keluarga mereka terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya. Keluarga-keluarga ini bersatu untuk menghasilkan kerjasama yang saling menguntungkan yang biasanya berdasarkan nasab yang kemudian disebut dengan klan.

Masyarakat Mekkah lebih tertarik dengan sistem kolektifitas dalam beberapa hal termasuk keamanan pribadi. Mereka relatif tidak mengenal konsep pribadi. Mereka sangat tergantung kepada klan masing-masing. Seorang individu bertanggung jawab atas klannya, penganiayaan terhadap seorang anggota klan berarti juga penganiayaan terhadap klan. Tidak ada balas dendam pribadi pada umumnya, tetapi pembalasan tindak aniaya dilakukan oleh klan. Seorang yang tidak bernaung di bawah sebuah klan tidak mendapat tempat di Mekkah.

Setiap klan biasanya dipimpin oleh seorang syaikh yang dianggap paling bijak, kaya dan banyak berderma. Biasanya setiap anggota klan yang ingin bertindak dalam beberapa bidang tertentu meminta saran pemimpin klan. Dari beberapa pernyataan ahli-ahli sejarah, kami berpendapat bahwa memang orang-orang Arab adalah orang yang mempunyai kesetiaan lebih tinggi kepada pemimpinnya dibanding dengan orang-orang selain mereka pada saat itu.

Hukum tentang status keluarga dan pribadi tampaknya sudah mengakar kuat dalam masyarakat Mekkah, yang berasal dari sistem Arab purba. Sistem keluarga yang ada pada masyarakat Arab hanya berlaku untuk anggota klan. Hingga diantara klan-klan yang terjadi perselisihan biasanya diangkat seorang hakim. Klan yang bersengketa tersebut memberikan jaminan untuk menaati keputusan sang hakim, baik dengan jaminan materi ataupun dengan janji.

Rasulullah saw. tidak bisa berbuat banyak untuk merubah keadaan ini ketika beliau berada di Mekkah, meski tentu saja dalam kalangan intern masyarakat muslim yang pada saat itu masih sangat sedikit sekali, prilaku-prilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam telah mulai ditinggalkan.

Wanita Dalam Masyarakat
Pada umumnya, bukan hanya di Mekkah, wanita tidak diberi peran signifikan terhadap kehidupan bermasyarakat. Mereka diperlakukan tidak seperti wanita pada masa modern ini. Tampaknya hal ini merupakan bias dari sistem patriarkhal yang dianut oleh masyarakat Arabia, dalam hal ini masyarakat Mekkah. Kemungkinan besar, wanita tidak mendapatkan warisan dari ayahnya. Seorang ayah bisa saling bertukar putri dengan ayah lain untuk dinikahi.
Pelecehan terhadap wanita dalam masyarakat Mekkah tergambar jelas dalam prilaku sosial, pernikahan, pengontrolan harta dan pembunuhan bayi perempuan. Dalam pernikahan meskipun mereka mengenal mahar, tapi ternyata sang ayahlah yang menerima mahar tersebut, merupakan adat yang tidak tercela untuk mengawini wanita lalu menceraikannya dan mengawininya kembali dengan semena-semena, atau menikahi wanita sebanyak yang mereka suka. Sedangkan dalam pengontrolan harta, wanita sama sekali tidak mempunyai hak Meskipun harta tersebut merupakan milik pribadi si perempuan. Dehumanisasi perempuan yang paling jelas tergambar dalam pembunuhan bayi perempuan, karena anggapan bahwa mempunyai anak perempuan adalah aib.

Menurut Marshall Hodgson, di samping kondisi-kondisi di atas, ada juga beberapa trend yang berlaku dalam masyarakat wanita Mekkah, yakni kebiasaan memakai cadar sebagai simbol dari kehormatan wanita. Beberapa wanita yang tidak bisa diperlakukan seperti wanita lain, atau wanita yang ingin menyatakan dirinya sebagai wanita terhormat biasanya memakai cadar sebagai simbol.

Perbudakan
Memang ada beberapa trend yang sedang dipraktekkan oleh mayoritas bangsa diseluruh dunia. Selain polygami, mungkin perbudakan adalah hal yang lebih signifikan untuk disebutkan sebagai salah satu ciri peradaban manusia pada masa kuno. Baik di Asia, maupun Eropa perbudakan adalah hal yang sering ditemui.

Dalam masyarakat Mekkah, seorang yang tidak mempunyai klan akan dijadikan budak. Klan yang kalah dalam perang juga akan bernasib serupa.

Orang-orang yang mempunyai budak berkuasa penuh atas tenaga, hidup dan mati seorang budak. Budak wanita bisa diajak tidur oleh tuannya, tanpa memperdulikan hak-hak si wanita bahkan ketika ternyata mereka hamil karena hubungan intim tersebut. Anak seorang budak secara otomatis menjadi budak yang dimiliki oleh tuan yang memiliki ibu mereka.

4. Dinamika Hukum
Ketiadaan organisasi politik yang berkuasa penuh atas masyarakat Mekkah mengakibatkan ketiadaan sistem hukum yang dianut dan berlaku secara universal. Ketiadaan hukum ini tentu saja mengakibatkan ketiadaan peradilan tetap. Tapi meskipun demikian, tidak mesti lantas hukum pribadi berlaku pada masyarakat Mekkah.

Dalam menyelesaikan persengketaan, biasanya hakim yang diangkat memutuskan berdasarkan sunnah atau tradisi yang sudah berlaku di kalangan mereka dan dianggap dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Sistem sunnah sangat kental dalam masyarakat Mekkah, dengan begitu dapat dipastikan bahwa seorang hakim yang ditunjuk adalah orang yang menguasai dengan baik sunnah-sunnah yang berlaku di kalangan mereka.

Keputusan akhir hakim ini bukan saja menjadi keputusan untuk kedua belah klan yang bersengketa, akan tetapi juga akan menjadi acuan bagi mereka yang bersengketa pada kemudian hari. Dengan begitu posisi hakim ini bukan hanya sebagai pemutus perkara tapi juga merupakan penfasir terhadap hukum yang berlaku bagi masyarakat.

Konsep Sunnah Di Mekkah
Ada suatu kecenderungan yang akan didapatkan dalam masyarakat Mekkah pada masa Rasulullah saw., yakni pengakuan seluruh masyarakat akan tradisi yang mengatur seluruh aspek kehidupan sosial mereka.

Sunnah di sini bukanlah Sunnah Nabawiyah, akan tetapi kebiasaan-kebiasaan dan adat yang berkembang di Mekkah. Sistem sunnah yang berkembang di Mekkah pada masa Rasulullah adalah mutlak kebiasaan yang disetujui oleh semua klan-klan yang dianggap mempunyai otoritas yang kuat. Sunnah sangat berperan dalam membentuk sistem sosial, politik dan hukum yang berlaku di kalangan masyarakat Mekkah.

Dengan mempergunakan kebiasaan dan keyakinan yang sudah kenal ini, Nabi menginginkan sunnah ini tidak lagi merupakan sunnah masyarakat pra-Islam. Dengan begitu ada keinginan dalam diri beliau untuk memurnikan sunnah-sunnah yang sudah berlaku. Sunnah inipun dimodifikasi dengan kesetiaan kepada Muhammad SAW., meskipun tentu saja ini masih bisa diterapkan pada kalangan pengikutnya saja.

Menurut Joseph Schacht, konsep sunnah inilah yang menjadi ukuran penolakan bid’ah dalam Islam pada awalnya, hingga munculnya gerakan ‘kembali kepada sumber awal’ pada masa Syafi’i.

5. Dinamika Ekonomi
Mata Pencaharian dan Perdagangan
Mayoritas masyrakat Mekkah Apda masa Rasulullah saw. hidup dengan berdagang dan beternak, beberapa bagian kecil hidup dari hasil usaha lain seperti pengerajin patung dan sastra.

Masyarakat Mekkah, khususnya yang berdiam di pinggiran kota diakui sebagai masyarakat pastoral (pengembala), baik ternak piaraan milik sendiri ataupun menggembalakan ternak orang lain. Muhammad sendiri pada awalnya adalah seorang pengembala sebelum ia kemudian bertemud dengan Khadijah.

Sementara masyrakat kota lebih cenderung dengan usaha berdagang, mereka berdagang tidak hanya di kawasan Mekkah, tapi juga hingga ke negeri Syam yang saat itu merupakan area perdagangan internasional. Abu Sufyan dan Abdullah b. Abdul Muthalib adalah dua orang pedagang yang sering berpergian keluar kota.

Salah satu bidang yang mendapat perhatian besar dari Nabi dan layak disebutkan disini adalah perdanganan. Seperti disebutkan sebeelumnya bawha Mekkah adalah kota yang memikat bagi para pedagang dari banyak penjuru Arabia maupun luar Arabia. Masyarakat Mekkah diakui sebagai pedagang eceran yang handal dibandingkan dengan masyarakat lain kala itu. Perdagangan menjadi sangat esensial dan diberi apresiasi lebih oleh masyarakatnya.

Kebanyakan aristokrat Mekkah pada masa Rasulullah saw. adalah para pedagang yang handal selain dari mereka yang mengusai dan dipercayai dalam bidang agama, sebut saja Utsman b. Affan, Abu Sufyan, Abu Bakar dan lain sebagainya.

Akan tetapi perdangan di Mekkah pada priode kemunculan Islam tidaklah mempunyai aturan yang jelas, sehingga seseorang yang bisa memaksakan jumlah keuntungan terhadap orang lain, bisa mewujudkan keinginannya.

Perdagangan di Mekkah memang berkembang dengan pesatnya. Hal inilah yang kemudian sangat berpengaruh kepada kebijakan-kebijakan Muhammad pada masa kepemimpinannya di Madinah, di kala beliau mempunyai akses dan kekuasaan yang lebih untuk mengatur kehidupan masyarakat.

Pada masa selanjutnya, yakni di Madinah, banyak peraturan yang ditetapkan dalam maslah ini meskipun tidak terperinci, tapi merupakan semangat moral dalam berdagang. Pengharaman riba yang sekilas tampak serupa dengan jual-beli adalah merupakan semangat moral untuk tidak menindas dan mengambil keuntungan dari penderitaan dan kesempitan seseorang.

6. Dinamika Politis.
Kekuasaan yang diakui di masyarakat Mekkah terbagi kepada dua macam, kekuasaan ekonomi dan politis dan kekuasaan keagamaan. Kontrol atas ekonomi dan politis ini dipegang oleh klan Umayyah, meskipun tentu saja termodifikasi oleh klan-klan lain, sementara kontrol atas agama dipegang oleh Bani Hasyim.

Ada sebuah persaingan antara kedua klan besar Mekkah ini, klan Umayyah tidak akan mau tunduk dalam kontrol Bani Hasyim dan sebaliknya. Adalah hal yang wajar bila kemudian Muhammad ditentang secara habis-habisan oleh klan aristokarat Mekkah, hal ini dapat dijelaskan bahwa Muhammad memang berasal dari Bani Hasyim. Hal ini pulalah yang akan menjelaskan bagaimana kemudian pada peristiwa penaklukkan Mekkah, Muhammad saw. memberikan jaminan keamanan bagi orang yang berlindung di rumah Abu Sufyan yang saat itu merupakan pemimpin klan Umayyah.

Tapi hal itu tentu saja tidak bisa menjelaskan bagaimana kemudian kerabat Nabi sendiri malah menentang ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Sepertinya, penentangan yang dilakukan oleh kerabat nabi ini hanya merupakan pengaruh dari ketakutan akan kehilangan kuasa kontrol agama yang dimiliki oleh Bani Hasyim, selain juga tentu saja mereka akan sangat malu kepada nenek moyang mereka.

Beberapa pergolakan politis terjadi pada masa Islam priode Mekkah, karena memang kelompok Muhammad telah berubah menjadi dan dipandang sebagai kekuatan politik baru yang masih berkembang. Kekuatan politik yang telah ada, seperti Bani Umayyah tentu saja harus menemukan cara untuk memusnahkan atau menghambat perkembangan kekuatan baru tersebut. Dalam usaha itu, usaha untuk membunuh pemimpin kekuatan politik tersebut sering dilakukan meskipun gagal, boikot, penolakkan massal terhadap Rasul dan lain sebagainya.
Perkiraan mereka bahwa dengan menekan aktivitas dan kehidupan pemimpin tersebut akan menghambat laju pertumbuhan kekuatan politis tersebut. Pada saat mereka sadar bahwa penekanan individual itu ternyata tidak terlalu membuahkan hasil yang memuaskan, merekapun beralih kepada penekanan yang lebih menyeluruh terhadap semua kelompok masyarakat.

Dalam sejarah kita sering mendapatkan fakta sejarah tentang boikot kaum Quraisy terhadap kaum muslimin, boikot politis ini juga berimplikasi terhadap munculnya boikot ekonomi dan sosial seperti larangan bertransaksi dengan pengikut Muhammad dan larangan menikah dengan mereka.

Puncak pergolokan politis ini kemudian mengakibatkan kelompok Muhammad harus meninggalkan Mekkah untuk beberapa saat lamanya. Hijrah ini tidak hanya tercatat sekali saja, akan tetapi beberapa kali dan hingga kelompok Muhammad akhirnya setuju dan memutuskan untuk meninggalkan Mekkah menuju Madinah untuk membangun sebuah kekuatan baru dan segar di tanah Madinah.

Penutup
Rasulullah saw. datang untuk menyebarkan sebuah tatanan baru kehidupan sosial pada masyarakat yang tidak mempunyai acuan dan norma-norma yang tetap selain dari tradisi yang terus berjalan di kalangan mereka.

Sistem keluarga, fenomena-fenomena politis, ekonomi, sosial merupakan contoh dan bukti bagaimana masyarakat Mekkah pada masa Rasulullah saw. merupakan sebuah masyarakat yang hanya mempunyai tatanan sosial dan tatanan hukum yang hanya berdasarkan pada modifikasi hukum oleh aristokrat-aristokarat Mekkah saja.

Usaha-usaha yang dilaksanakan oleh nabi Muhammad untuk membangun sebuah tatanan sosial yang baru berdasarkan ummah dan tatanan politik yang juga disebut dengan ummah tidak berjalan dengan efektif. Usaha-usaha ini kemudian mengundang serangan balik dari para kalangan masyarakat Mekkah, khususnya kalangan aristokrat.

Puncak pergolakan politis yang dimulai dengan penekanan-penekanan terhadap aktivitas Muhammad, usaha pembunuhan yang tidak bisa menghentikan perkembangan laju kekuatan baru di Mekkah tersebut akhirnya memunculkan usaha baru yakni penekanan yang lebih bersifat menyeluruh terhadap semua anggota kelompok Muhammad.

Pergolakan politis ini memaksa kelompok Rasul sebagai pihak yang kalah untuk mengungsi dari Mekkah ke beberapa tempat setelah terjadinya beberapa pemboikotan terhadap mereka.
Klimaksnya kemudian adalah keputusan kelompok tersebut untuk meninggalkan Mekkah menuju Madinah yang menyediakan dukungan yang lebih baik kepada mereka dari pada yang didapatkan di Mekkah.


===============
Daftar Pustaka

Ali, K., A Study Of Islamic History. Delhi: Idarah Adabiyat Delli, 1980.

Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Yogyakarta: Forum Kajian dan Budaya, 2001.

Asy-Syarqoni, Abdurrahamn, Muhammad Sang Pembebas, terj. Ilyas Siraj. Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Atsir, Ibnu, al-Kamil fi at-Tarikh , jil. 2. Beirut: Daar Ashwar, 1965.

Dahlan, Abdul Azis, et. al, Ensiklopedi Hukum Islam, jil. IV. Jakarta; Ichtiar Baru van Hoeven, 1999.

Esposito, John. L., Ensiklopedi Dunia Islam Modern, terj Eva, jil. IV. Mizan; Bandung, 2002.

Engineer, Ali Ashgar, The Original And Development Of Islam. New Delhi: Sangam Press, 1980.

Haikal, Muhammad, Sejarah Hidup Nabi Muhammad. Jakarta; Lintera Antar Nusa, 2003.

Hamka, Sejarah Umat Islam, Cet VII. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Hodgson, Marshall, The Venture Of Islam , jil. 1Chicago: Chichago University Press, 1974.

Mubarak, Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, terj. A. Mas'udi . Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1997.

Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab . Jakarta: Logos, 1997.

Nashir, Abdul, Polygami Ditinjau Dari Segi Agama, Sosial Dan Perundang-undangan, terj. Chadijah. Jakarta; Bulan Bintang, 1976.

Rachman, Budhy Munawwar, Islam Pluralis. Jakarta; Paramadina, 2001.

Schacht, Joseph, An Introduction To Islamic Law. Inggris: Oxford Press, 1971.

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger