A.
Misi Dakwah Nabi Muhammad saw.
1.
Keadaan Masyarakat Mekah Sebelum Islam
a.
Peradaban Bangsa Arab
Sebelum peradaban Islam
memecah di tengah-tengah masyarakat Arab, bangsa Arab sebenarnya telah mengenal
kehidupan politik, sosial, ekonomi, bahasa, seni dan penggunaan metode
berpikir, meskipun masih sederhana.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Arab sangat ditentukan dengan
kondisi dan letak geografis Negara-negara Arab itu sendiri. Bagi masyarakat
pedalaman, yaitu masyarakat Badui, kehidupan sosial ekonomi mereka biasanya
dilakukan melalui sektor pertanian terutama mereka yang mendiami daerah subur
di sekitar Oase. Akan tetapi bagi masyarakat Arab perkotaan, kehidupan sosial
ekonomi mereka sangat ditentukan oleh keahlian mereka dalam perdagangan. Oleh
karena itu, bangsa Arab Quraisy sangat terkenal dalam dunia perdagangan. Mereka
melakukan perjalanan dagang dua musim dalam setahun, yaitu ke Negara Syam pada
musim panas dan ke Yaman pada musim dingin. (QS. Al-Quraisy)
Selain itu bangsa Arab sebelum lahirnya agama Islam telah mampu
mengembangkan ilmu meteorologi atau ilmu iklim, astrologi atau ilmu
perbintangan. Pada awalnya ilmu ini dipergunakan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya suatu peristiwa, seperti perang, damai, dan sebagainya, yang
didasarkan pada bintang-bintang. Ilmu tenung yang banyak disukai masyarakat
Arab, berasal dari orang-orang Kaldam yang bermigrasi ke tanah Arab. Di samping
itu masyarakat Arab sebelum Islam juga telah memiliki pengetahuan tentang cara
pengobatan penyakit, yang disebut Al Thahib. Ilmu ini juga berasal dari
orang-orang Kaldam yang kemudian diambil dan dikembangkan oleh masyarakat Arab.
b.
Agama dan Kepercayaan Bangsa Arab
Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa dalam cerita para Nabi, sudah
ada beberapa Nabi yang diturunkan di negeri Arab, diantaranya Nabi Ibrahim as.
Karena itu sejak awal, ajaran tauhid sudah tertanam di masyarakat Arab. Dan
ajaran Nabi Ibrahim as lazim juga disebut ajaran agama Hanif artinya yang benar
dan lurus.
Tetapi setelah berjalan berpuluh-puluh abad, ajaran tersebut
mengalami perubahan, diputarbalikkan, ditambah dan dikurangi oleh para
pengikutnya yang tidak bertanggung jawab yang kemudian muncul berbagai ajaran
dan meragukan dan akhirnya jatuh menjadi agama berhala. Pada masa Jahiliyah orang
Arab banyak yang menyembah berhala atau patung-patung yang mereka buat dari
batu, kayu dan ada juga yang dari logam.
Bangsa Arab menyembah berhala ketika Ka’bah berada di bawah
kekuasaan Jurhum. Pasukan yang dipimpin oleh Amr bin Lubayi dari keturunan Khuza’ah
datang ke Mekkah dan berhasil mengalahkan Jurhum. Kemudian Amr bin Lubayi
meletakkan sebuah berhala besar bernama Hubal yang terbuat dari batu akik merah
berbentuk patung orang, yang ditempatkan di sisi Ka’bah. Kemudian ia menyeru
kepada penduduk Hijaz supaya menyembah berhala itu.
Sejak itulah bangsa Arab menyembah berhala. Ketika bangsa Quraisy
berkuasa lagi di Hijaz, di sekeliling Ka’bah sudah penuh dengan berhala yang
berjumlah lebih dari 360 buah. Di samping banyak lagi berhala-berhala lain, diantaranya
yang penting yaitu :
1)
Lata,
tempat di Thaif
2)
Uzza,
tempatnya di Hijaz, kedudukannya sesudah Hubal
3)
Manah,
tempatnya di kota Madinah
Dan masih
banyak lagi berhala-berhala yang lain seperti : Asaf, Nailah, Wudd, Yaghuts,
suwa, Ya’ng, Nashr, dan Manaf. Berhala-berhala ini bagi bangsa Arab merupakan
perantara kepada Tuhan. Sehingga pada hakikatnya bukanlah berhala-berhala itu
yang mereka sembah.
c.
Keadaan Sosial Budaya Bangsa Arab
Dalam bidang bahasa dan seni bahasa, orang-orang Arab pada masa pra
Islam sangat maju. Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Syair-syair mereka
sangat banyak. Dalam lingkungan mereka orang penyair sangat dihormati. Tiap
tahun di Pasar Ukaz diadakan deklamasi sajak yang sangat luas.
Khithabah sangat maju, dan inilah satu-satunya alat publisistik
yang amat luas lapangannya. Disamping sebagai penyair, orang-orang Arab
Jahiliyah juga sangat fasih berpidato dengan bahasa yang indah dan bersemangat.
Ahli pidato mendapat derajat tinggi seperti penyait.
Salah satu kelaziman dalam masyarakat Arab Jahiliyah adalah
mengadakan majelis atau nadwah sebagai sarana untuk mendeklamasikan sajak,
bertanding pidato, tukar menukar berita dan lain sebagainya. Seperti: Nadi
Quraisy dan Darun Nadwah yang berdiri di samping Ka’bah sebagian dari nadwah
mereka.
Begitulah seorang ahli sejarah Islam, ahmad Amin memberi definisi
tentang kata-kata Arab Jahiliyah yaitu orang-orang Arab sebelum Islam yang
membangkang kepada kebenaran. Mereka terus melawan kebenaran, sekalipun telah
diketahui bahwa itu benar. Jadi Jahiliyah bukanlah Jahl yang berarti bodoh. (
hamzah ).
2.
Dakwah pada Masa Awal
Menginjak usianya yang ke 40 tahun, Nabi Muhammad saw. Lebih sering
bertahanus di Gua Hira yang jauhnya 6 km dari rumah beliau, tepatnya di sebelah
timur Kota Mekah. Dalam perjalanan spiritual itu, beliau merenungi kerusakan
moral yang terjadi di masyarakat Mekah. Pada malam 17 Ramadhan bertepatan
dengan 6 Agustus 610 M, datanglah malaikat Jibril menurunkan wahyu pertama dari
Allah, yaitu surah Al-‘Alaq ayat 1-5.
Artinya : “1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Mahamulia. 4. Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5).
Turunnya wahyu pertama itu merupakan tanda
bahwa beliau telah diangkat menjadi Rasul Allah swt.. dan beliau pun segera
melakukan dakwah menyampaikan kebenaran.
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim surat
Al-Mudattsir adalah turun yang kedua setelah surat Al-‘Alaq,
Artinya :
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. Dan Tuhanmu agungkanlah!
4. Dan pakaianmu bersihkanlah,
5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
lebih banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Pada awal dakwahnya, Nabi Muhammad saw. Melakukan
dakwah secara sembunyi-sembunyi. Tujuannya adalah untuk memetakan orang-orang
yang mendukung beliau, untuk dipersiapkan sebagai juru dakwah beliau. Maka
orang-orang yang beliau ajak adalah sebatas yang dekat dengan beliau. Orang
yang pertama kali menerima ajakannya adalah Khadijah (istrinya), kemudian ali
bin Abi Thalib (anak pamannya), Abu Bakar (sahabatnya), dan Zaid bin Haritsah
(pembantunya).
Mereka yang telah menerima Islam kemudian juga
menyebarkannya, meskipun dengan cara sembunyi-sembunyi. Kemudian, beberapa
orang tertarik dengan dakwah Nabi Muhammad saw.. dan masuk Islam, yaitu Utsman
bin Affan, Abdurrahman bin auf, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqas, Talhah
bin Ubaidilah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Arqam bin Abil Arqam. Mereka inilah
yang disebut-sebut As-Sabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang masuk Islam
pada generasi awal. Merekalah yang kelak menjadi pendukung setia Nabi Muhammad
saw. Rumah Arqam bin Abil Arqam kemudian dijadikan pusat dakwah Nabi Muhammad
saw.
Setelah beberapa waktu berdakwah secara
sembunyi-sembunyi, kemudian turun perintah agar berdakwah secara
terang-terangan sebagaimana wahyu Allah dalam Surah Al-Hijr ayat 94 :
Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)
Surah tersebut menekankan bahwa dakwah Nabi Muhammad
saw. bertujuan agar manusia tidak tersesat dalam kemusyrikan dan kembali kepada
ketauhidan. Segera setelah turun wahyu itu beliau berdakwah secara terbuka.
Nabi mengumpulkan warga kota Mekah di Bukit Shafa. Mereka dengan suka rela
datang ke bukit tersebut karena Nabi Muhammad saw. adalah orang yang sangat
dipercaya dan dihormati di kalangan mereka. Abu Lahab juga hadir memenuhi
undangan Nabi Muhammad saw.
Setelah orang-orang berkumpul di kaki Bukit Shafa,
Nabi Muhammad saw.. mulai membuka dialog dengan mereka. Beliau bertanya kepada
warga kota Mekah itu, “Bagaimana pendapat kalian jika aku beritahukan bahwa
ada seekor kuda yang dapat keluar dari dalam gunung ini lalu menerjang kalian?
Apakah kalian percaya?” Semua yang hadir menjawab, “Ya, kami percaya.
Kami tidak pernah melihat engkau berdusta.” Kemudian, Nabi Muhammad saw. melanjutkan,
“Ketahuilah, sesungguhnya aku ini (utusan Allah) untuk memberi peringatan
kepada kalian akan adanya siksa Allah yang sangat keras.” Ditengah dakwah
Nabi Muhammad saw.. tersebut, Abu Lahab marah-marah dan menghentikan dakwah
Nabi Muhammad saw., dengan mengatakan: “Celakalah kamu Muhammad! Apakah
hanya untuk itu kamu mengumpulkan kami semua?.” Selesai berteriak, Abu
Lahab kemudian melempari batu ke arah Nabi Muhammad saw. Keadaan di kaki Bukit
Shafa menjadi kacau dan pertemuan itu pun berakhir.
Seruan umum dan terangan-terangan tersebut, maka Nabi
dan agama baru yang dibawanya menjadi perbincangan hangat di kalangan
masyarakat kota Mekah. Orang-orang Quraisy melancarkan permusuhan kepada Nabi
dan berusaha menghentikan dakwah Nabi Muhammad saw.. dengan berbagai cara.
Upaya-upaya kaum Quraisy tidak menyurutkan semangat
kaum muslimin. Apalagi setelah Umar bin Khattab yang sebelumnya sebagai
penentang utama dakwah Islam, masuk Islam, keberanian kaum muslimin untuk
berdakwah secara terbuka makin menguat. Jumlah kaum muslimin semakin banyak,
meski sebagian besar di antara mereka adalah dari golongan tertindas dan kaum
miskin.
Menghadapi
tekanan, penghinaan, dan kesewenang-wenangan dari kaum Quraisy yang malampaui
batas perikemanusiaan, akhirnya Nabi merencanakan hijrah ke Yatsrib. Pada suatu sore, Nabi datang ke rumah Abu
Bakar dan memberi kabar bahwa Allah swt.. telah mengizinkan berhijrah. Abu
Bakar bergembira sekali, kemudian ia berkata: “Aku akan menyertai dan
menemani engkau.” Peristiwa hijrah memang merupakan ajang pembuktian bagi
Abu Bakar akan kecintaan dan ketulusan pengorbanan beliau kepada Nabi Muhammad
saw.
Menurut riwayat dari Siti Aisyah, pada saat itu tidak
ada orang yang gembira melebihi ayahnya sampai tak mampu menahan tangis dan
haru. Abu Bakar segera menyiapkan dua ekor unta yang gagah dan meminta Abdullah
bin Ariqath untuk menunjukkan jalan menuju Yatsrib. Pada suatu malam rumah Nabi
Muhammad dikepung oleh kaum Quraisy, tetapi beliau berhasil meloloskan diri
kemudian langsung ke rumah Abu Bakar, untuk bersama-sama melanjutkan
perjalanan.
Dalam perjalanan itu, mereka berada berhenti dan
bersembunyi di dalam Gua Tsur selama tiga hari. Cara mereka memperoleh makanan
dan kebutuhan lainnya sudah diatur oleh Abu Bakar, yaitu: Amir bin Fuhaira, pembantu
Abu Bakar diberi tugas menggembala kambing di dekat Gua Tsur. Ketika sore hari
tiba, kambing-kambing itu diikatkan di dekat Gua Tsur sehingga Nabi dan Abu
Bakar bisa mengambil air susunya pada malam hari. Sementara orang yang memantau
pergerakan kaum Quraisy adalah Abdullah bin Abu Bakar, dan melaporkan kepada
ayahnya dan Nabi setiap rencana pimpinan Quraisy.
Dengan kegagalan menangkap Nabi pada malam hari itu,
tidak membuat kaum Quraisy putus asa. Pimpinan Quraisy mengeluarkan sayembara
yang berbunyi, “Barang siapa yang berhasil menangkap Muhammad, baik dalam
keadaan hidup atau mati akan mendapatkan hadiah 100 ekor unta.”
Mendengar sayembara itu para pemuda berusaha dengan
penuh semangat mencari dan menangkap Muhammad, agar memperoleh hadiah sekaligus
ketenaran, dan predikat pahlawan yang berhasil menangkap Muhammad. Dari dalam
gua mereka melihat ada beberapa orang yang mendekat ke persembunyian mereka itu
sehingga Abu Bakar sangat khawatir akan keselamatan Rasulullah. Melihat
kekhawatiran itu Nabi membisikkan kepada Abu Bakar, “Janganlah cemas dan
jangan bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” Ucapan Nabi itu pun
terbukti.
Tiga hari kemudian mereka keluar dari gua Tsur, dan
melanjutkan perjalanan ke Yatsrib dengan pengawalan Abdullah bin Ariqath. Di
tengan perjalanan, mereka diketahui oleh Suraqah bin Malik bin Ju’sum yang
masih menginginkan hadiah 100 ekor unta itu. Dengan tekad untuk mendapatkan
hadiah itu, Suraqah bin Malik bin Ju’sum mempercepat pengejarannya. Ia sangat
yakin bahwa dua unta yang ia lihat di depan itu salah satunya adalah Muhammad.
Semakin dekat ia bertambah yakin dan segera mempercepat lagi kudanya.
Abu Bakar yang melihat pertanda buruk segera
memberitahukannya kepada Rasulullah yang tetap tenang dan selalu berzikir. Dengan
pedang di tangan Suraqah mendekati Rasulullah, tetapi, tiba-tiba kuda Suraqah
terjerembab dan ia pun terpental. Ia segera bangun dengan kesakitan, kemudian
mengejar lagi. Tetapi lagi-lagi Suraqah terjatuh dan ia merasakan lebih sakit
lagi. Dalam keadaan itu, Suraqah sadar, bahwa orang yang ia kejar bukanlah
sembarang orang. Ia yakin, pastilah Yang Maha Kuasa yang melindunginya.
Akhirnya Surakah ketakutan, ia pun menyesal dan segera minta maaf dengan tulus.
Rasulullah pun memaafkannya.
Menurut
satu riwayat, setelah Suraqah kembali ke Mekah ia mencegah orang-orang yang
masih ingin mencari Muhammad. Ia berusaha dengan menghilangkan jejak perjalanan
Nabi Muhammad saw.
1 comments:
Selam admin guzel konular ve guzel site basarilarin devamini bekleriz tanks
Post a Comment