Makalah Resume Ilmu Tasawuf

BAB I
ASAL USUL ISTILAH TASAWUF DAN DASAR-DASAR QUR’ANINYA

A. Pengertian Tasawuf secara lughawi
Tasawuf secara etimologi adalah:
  1. ”Ahlu suffah” yang berarti sekelompok orang dimasa Rasulullah SAW yang hidupnya banyak berdiam diserambi-serambi mesjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
  2. “Shafa” yang berarti bersih atau suci, maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya dari hadapan Tuhan-Nya.
  3. “shaf” ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat berada di shaf paling depan.
  4. Ada yang mengatakan istilah tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari bani suffah.
  5. “saufi” yang berarti kebijaksanaan.
  6. “shaufanah” yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu banyak yang tumbuh dipadang pasir ditanah arab dan pakaian kaum sufi berbulu-bulu seperti buah itu pula.
  7. “shuf” yang berarti bulu domba atau wol.

B. Pengertian tasawuf secara istilah
Tasawuf secara terminology adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh paada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridaan-Nya.

C. Dasar –dasar tasawuf dalam Al-Qur’an dan Hadist.

1. Landasan Al-Qur’an .
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah nas, tasawuf pada awal pembentukannya, adalah akhlak atau keagamaan, sedangkan moral dan keagamaan ini banyak diatur dalam Al-Qur’an. Sumber pertamanya adalah Al-Qur’an. Sebagai mana yang terdapat dalam firman Allah dalam surat An-Nisa :77 yang artinya :

“katakanlah kesenangan didunia ini hanya sementara , dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa”.

2. Landasan Hadist
Dalam hadist Rasulullah banyak dijumpai keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia, sebagai contoh matan hadist berikut ini yang dapat dipahami dengan pendekatan yasawuf yang artinya:

“barang siapa yang mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal Tuhannya”.
Dalam kehidupan Rasulullah juga menggambarkan bahwa beliau seorang sufi, beliau telah mengasingkan diri ke gua Hira dan menjauhi pola hidup keduniaan sebelum datannya wahyu Allah.

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF: KONTAK KEBUDAYAAN HINDU, PERSIA, YUNANI DAN ARAB.

Taswuf yang sering kita temui dikhazanah dunia Islam, dari segi perkembangannya, ternyata memunculkan pro dan kontra,ada yang mengatakan tasawuf dalam islam dipengaruhi oleh :

a. Unsur Nasrani
Pokok-pokok ajaran tasawuf yang diklaim berasal dari agama nasrani antara lain adalah:
  1. Sikap fakir. Almasih adalah fakir. Injil disampaikan kepada orang yang fakir.
  2. Tawakal kepada Allah dalam soal penghidupan, para pendeta mengamalkan dalam sejarah hidupnya.
  3. Peranan syeikh yang menyerupai pendeta, perbedaannya syeikh dapat menghapuskan dosa.
  4. Selibasi, yaitu menahan diri tidak menikah karena menikah dianggap dapat mengalihkan diri dari Tuhan.
  5. Penyaksian, bahwa sufi menyaksikan hakikat Allah an mengadakan hubungan dengan Allah. Injilpun telah menerangkan terjadinya hubungan langsung dengan Tuhan.

b. Unsur Hindu Budha
Salah satu maqamat sufiyah , yaitu Al Fana memiliki persamaan , dengan ajaran tentang nirwana dalam agama hindu, menurut Harun Nasution,ajaran nirwana agama Budha mengajarkan umatnya untuk meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplatif.

c. Unsur Yunani
Seperti kita ketahui bahwa di yunani banyak terdapat kemunculan filsafat, apabila diperhatikan, cara filsafat adalah mengukur segala sesuatu menurut akal pikiran. Namun, dengan munculnya filsafat aliran Neo-Platinisme, filsafat lebih menjauhi wewenang akal dan mulai menyentuh hal yang yang lebih metafisik atau supranatural, terutama dalam pengenalan diri dihadapan Tuhan. Ungkapan Platoisme misalnya, “kenalilah dirimu dengan dirimu” diambil oleh pera sufi dengan ungkapan, “siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”.

d. Unsur Persia
Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun belum ditemukan argumentasi yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf.

e. Unsur Arab
Untuk melihat bagaimana tasawuf berasal dari dunia islam, pelacakan terhadap munculnya tasawuf dapat dijadikan dasar argumentasi munculnya tasawuf didunia islam. Pada abad pertama Hijriyah, orang Islam belum mengenal istilah tasawuf dan yang ada hanyalah benih-benihnya, pada zaman ini, benih-benih tasawuf dapat ditemui pada prilaku Rasulullah atau sifat Rasulullah dan para sahabat. Dalam kehidupan Rasulullah mencerminkan bahwa beliau seorang sufi, beliau telah melakukan pengasingan diri ke gua hira, menjelang datangya wahyu. Selama di gua Hira beliau bertafakur, beribadah dan hidup sebagai seorang zahid dan meninggalkan hal-hal yang bersifat kebendaan.

Dan dengan berjalannya sejarah, benih-benih tasawuf mulai mengkristal dan mulai terlihat pada sahabat dan tabi’n hingga pada umat Rasulullah SAW pada saat sekarang ini.

BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF SALAFI (AKHLAKI), FALSAFI DAN SYI’I

A. Perkembangan tasawuf dalam dunia Islam telah mengalami beberapa fase:
  1. Fase Asketisme (zuhud) yang tumbuh pada abad pertama dan kedua hijriyah. Sikap asketisme ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada fase ini, terdapat individu-individu dikalangan muslim yang memusatkan dirinya pada ibadah . mereka menjalankan konsepsi asketis dalam kehidupan, yaitu tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal, mereka lebih banyak beramal untuk kehidupan akhirat. Tokoh yang popular pada abad ini adalah Hasan Al-Bashri (wafat pada 110 H) dan Rabi’ah Al-Adawiyah ( wafat pada 185 H).
  2. Pada abad III H, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya penegakkan moral ditengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat itu sehingga ditangan mereka, tasawufpun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau akhlak keagamaan. Hal ini terjadi hingga pada abad IV H. tokoh pada abad ini Al-Hallaj,tetapi pemikiranya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur dari luar Islam.
  3. Pada abad V H muncullah imam Al-Ghazali, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bertujuan Asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa dan pembinaan moral. Dan beliau juga menentang tasawuf Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Bushthami terutama mengenai soal karakter manusia.
  4. Abad VI H,sebagai pengaruh kepribadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf sunni semakin meluas keseluruh pelosok dunia Islam, keadaan ini memberi peluang bagi munculnya tokoh-tokoh sufi yang mengembagkan tarekat-tarekat untuk mendidik murid mereka seperti Sayyid Ahmad Ar-Rifa’I (wafat pada tahun 570H) dan Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani ( wafat pada tahun 651H). kemudian pada abad ini juga muncul sekelompok tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat,bersifat setengah-setengah dan tidak dapat dikatakan murni tasawuf. Tokohnya Syukhrawardi Al-Maqtul (wafat pada tahun 549H), Syeikh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi (wafat pada tahun 638H), penyair sufi mesir, Ibnu Faridh (wafat pada tahun 632H) dan lain-lain.
Dengan kemunculan para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakan dengan tasawuf sunni atau akhlaki dengan tasawuf falsafi.

B. Dalam tasawuf akhlaki system pembinaan akhlak disusun menjadi :
  1. Takhalli, adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Disini seorang sufi berusaha melenyapkan hawa nafsu.
  2. Tahalli, adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji.
Sikap mental dan perbuatan baik yang sangat penting diisikan kedalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan dalam membentuk manusia paripurna antara lain:

a. Tobat
Merupakan rasa penyesalan sungguh dalam hati yang disertai permohonan ampun serta berusaha meninggalkan perbuatan yang menimbulkan dosa.

b. Cemas dan harap (khauf dan raja’)
Merupakan suatu perasaan yang timbul karenasering meyadari kekurang sempurnaannya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa takut dan khawatir apabila Allah SWT akan murka kepadanya.

c. Zuhud
Hawa nafsu dunialah yang menjadi sumber kerusakan moral manusia, maka hendaknya manusia harus bersikap hati-hati terhadap duniawi dan lebih mementingkan hal-hal akhirat.

d. Al-Faqr
Tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki dan merasa puas dengan apa yang telahdimiliki sehingga tidak meminta yang lain.

e. Al-Shabru
Suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian.

f. Rida
Menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah SWT.

g. Muraqabah
Seorang sufi diajarkan bahwa dirinya tidak pernah lepas dari Allah SWT, dan seluruh aktivitas hidupnya selalu dekat dengan Allah SWT.

3. Tajalli
Merupakan terungkapnya nur ghaib. Sehingga seorang sufi merasakan rindu kepada Allah SWT.

Para sufi berpendapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.

Tasawuf sunni dan tasawuf falsafi serta karakteristiknya
Adapun cirri-ciri tasawuf sunni antara lain:
  1. Melandaskan diri pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
  2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana yang terdapat pada ungkapan-ungkapan syathahat.
  3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara tuhan dan manusia.
  4. Kesinambungan antara hakikat dengan syariat.
  5. Lebih berkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan langkah takhalli,tahalli dan tajalli.
Adapun ciri-ciri tasawuf falsafi antara lain:
  1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbulnya darinya.
  2. Hakikat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat rabbani, ‘arsyi, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat realitas segala yang wujud, gaib maupun yang tampak, dan susunan kosmos terutama tentang penciptanya serta penciptaan-Nya.
  3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
  4. Banyak mengonsepsikan ajaran-ajarannya dengan menggabungkan antara pemikiran rasional filosofis dengan perasaan.

BAB IV
KERANGKA BERFIKIR IRFANI: DASAR-DASAR FALSAFI AHWAL DAN MAQAMAT

Para sufi dengan berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan (thariqat) menu Allah. Jalan ini dimulai dengan latihan-latihan rohaniah (riyadah), lalu secara bertahap melalui beberapa fase yang dengan mengenal (ma’rifat) kepada Allah. Lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang berlaku dikalangan sufi sering disebut sebagai sebuah kerangka irfani.

A. Maqam atau tingkatan dalam tasawuf
  1. Tobat
  2. Zuhud
  3. Faqr (fakir)
  4. Sabar
  5. Syukur
  6. Rela (rida)

B. Hal-hal yang dijumpai dalam perjalanan sufi.
  1. Waspada dan mawas diri (muhasabah dan muraqabah)
  2. Cinta (hub)
  3. Berharap dan takut (raja’ dan khauf)
Didalam raja’ menuntut tiga perkara yakni:
  1. Cinta kepada apa yang diharapkannya.
  2. Takut bila harapannya hilang
  3. Berusaha untuk mencapainya.
  4. Rindu (syauq)
  5. Intim (uns)

C. Metode irfani
Potensi untuk memperoleh ma’rifat telah ada pada manusia, persoalannya adalah apakah ia telah memenuhi prasarana atau prasyaratnya? Salah satu prasyaratnya antara lain adalah kesucian jiwa dan hati. Apakah jiwa dan hatinya telah suci atsukah masih dilumuri dosa? Jika totalitas jiwanya telah suci dan hatinya telah dipenuhi oleh kearifan and bimbingan-Nya.

Disamping melalui tahapan-tahapan maqamat dan ahwal, untuk memperoleh ma’rifat, seseorang harus melalui upaya-upaya tertentu seperti:
  1. Riyadhah, sering juga disebut latihan-latihan mistik, adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya.
  2. Tafakur,tafakur berlangsung secara internal dengan proses pembelajaran dari dalam diri manusia melalui aktivitas berfikir yang menggunakan perangkat bathiniyah (jiwa).
  3. Tazkiyat An-Nafs,adalah proses penyucian jiwa manusia.
  4. Dzikrullah,adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.

BAB V
HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQIH DAN ILMU JIWA

A. Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentaang persoalan-persoalan tuhan.

Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Ilmu kalam juga berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf,jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan aqidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, maka hal itu harus ditolak, selain itu ilmu tasawuf juga berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan kalam.

B. Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu fiqih
Ilmu tasawuf dan ilmu fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fiqih, yang terkesan sangat formalistic- lahiriah, menjadi “sangat kering “, “kaku” dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan seseorang tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniah yang dimiliki oleh tasawuf. Begitu juga sebaliknya , tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap “Merasa suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam fiqih.

C. Keterkaitan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Filsafat
Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan Pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat, misalnya, dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederatan intelektual muslim ternama juga banyak mengakaji tentang jiwa dan roh diantaranya adalah: Al Kindi, Al Farabi, Al Ghazali, Ibnu Sina. Pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia islam.

D. Hubungan Imu Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa
Dalam Pembahasan tasawuf dibicarakan tentang Hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara Jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini di konsepsi kan para Sufi dalam ranka melihat sejauh mana hubungan prilaku yang dipraktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dalam pandangan para sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Ilmu jiwa adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap dan perasaan yang dalam keseluruhannya menentukan corak dan tingkah laku.

Gejala-dejala umum yang terdapat pada mereka yang kurang sehat antara lain
  1. Perasaan yaitu perasaan yang tidak tentram
  2. Pikiran yaitu gangguan terhadap kesehatan mental
  3. Kelakuan yaitu pada umumnya kelakuan yang tidak baik.
  4. Kesehatan yaitu munculnya penyakit didalam jasad bukan dari jasad itu sendiri melainkan berasal dari jiwa yang tidak tentram.
BAB VI
TASAWUF AKHLAKI

A. HASAN AL-BASRI

1. Riwayat hidup
Hasan Al-Basri, nama lengkapnya Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid yang mashur dikalangan tabi’in. ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H (632M), dan wafat pada hari kamis bulan rajab tanggal 10 tahun 110H (728 H).

Dialah yang mula-mula menyediakan waktunya untuk memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha menyucikan jiwa di mesjid Bashrah.

Hasan Al-Basri terkenal dengan keilmuannya yang sangat dalam, disamping dikenal sebagai zahid, iapun dikenal sebagai seorang wara’ dan berani dalam memperjuangkan kebenaran. Diantara karya tulisnya ada yang berisi kecaman terhadap aliran kalam Qadariyah dan tafsir-tafsir Al-Qur’an.

Hamka mengemukakan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri antara lain:
  • Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut.
  • Dunia adalah negri tempat beramal.
  • Tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya.
  • Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggal mati suaminya.
  • Orang yang beriman senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut.
  • Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.
  • Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal saleh.

B. AL-MUHASIBI
Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (w.243 H), menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keragua yang dihadapinya.

Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut:
  • Taat yaitu wujud konkret ketaatan kepada Allah SWT.
  • Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya.
  • Pada tahap ketiga ini Allah menyigkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap diatas.
  • Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan fana’ yang menyebabkan baqa’.

C. AL-QUSYAIRI
Al-Qusyairi merupakan tokoh utama dari abad V H. kedudukannya sangat penting mengingat karya-karyanya tentang para sufi dan tasawuf aliran sunni abad III dan IV H, menyebabkan terpeliharanya pendapat dan khazanah taswuf pad masa itu,baik dari segi teoritis maupun praktis.

Nama lengkapnya,’Adul Karim bin Hawazin. lahir tahun 376 di Istiwa kawasan Nishafur yang merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan pada masanya. Al-Qusyairi berhasil menguasai doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang dikembangkan oleh Al-Asy’ari dan muridnya. Al-Qusyairi adalah pembela paling tangguh dari aliran tersebut dalam menentang doktrin-doktrin aliran Mu’tazilah, Karamiyah, Mujassamah, dan Syi’ah.

Ajaran taswuf Al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Selain itu Al-Qusyairi pun mengecam keras para sufi pada masanya yang gemar mempergunakan pakaian orang-orang miskin, sedangkan tindakan mereka tidak sesuai dengan pakaian mereka.

D. AL-GHAZALI
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazali, ia dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran. Pada tahun 450 H (1058 M)

Ajaran tasawuf Al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah nabi ditambah dengan doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dari paham tasawufnya itu, ia menjauhkan semua kecenderungan gnostis yang mempengaruhi para filosof Islam. Ia menjauhkan taswufnya dari paham ketuhanan Aristoteles seperti emanasi dan penyatuan. Itulah sebabnya tasawuf beliau benar-benar bercorak Islam.

a. Pandangan Al-Ghazali tentang ma’rifat
Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan tuhan tentang segala yang ada. Alat memperoleh ma’rifat bersandar pada sir, qalb dan roh. Ma’rifat seorang sufi tidak dihalangi oleh hijab, sebagaimana ia melihat si fulan ada didalam rumah dengan mata kepalanya sendiri. Ma’rifat menurut Al-Ghazali tidak seperti ma’rifat menurut orang awam dan ulam mutakallimin,tetapi ma’rifat sufi yang dibangun atas dasar Dzauq rohani dan kasyif ilahi. Ma’rifat semacam ini dapat dicapai oleh para khawash aulia’ tanpa perantara atau langsung dari Allah.

b. Pandangan Al-Ghazali tentang As-Sa’adah
Menurut Al-Ghazali kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah). Kenikmatan Qalb sebagai alat memperoleh ma’rifat terletak ketika melihat Allah. Melihat Allah merupakan kenikmatan paling agung yang tiada taranya karena ma’rifat itu sendiri agung dan mulia. Kelezatan dan kenikmatan dunia bergantung pada nafsu dan akan hilang setelah manusia mati,sedangka kelezatan dan kenikmatan melihat tuhan bergantung kepada qalb dan tidak akan hilang walaupun manusia sudah mati. Hal ini karena, qalb tidak ikut mati, malah kenikmatannya bertambah, karena dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.

BAB VII
TASAWUF IRFANI

A. RABI’AH AL-ADAWIYAH
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah bin Ismail Al Adawiyah Al Basyriah Al Qaisiyah. Yang diperikaran lahir pada tahun 95 H/713 M atau 99 H/717 M disuatu perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat dikota itu pada tahun 185 H/ 801 M. Ia dilahirkan sebagai putri keempat dari keluarga yang sangat miskin. Itulah sebabnya, orang tuanya menamakan Rabi’ah. kedua orang tuanya meninggal ketika dia masih kecil. Konon pada saat terjadinya bencana perang di Basrah ia dilarikan penjahat dan dijual kepada keluarga Atik, dari suku Qais Banu Aduah. Kemudian ia dibebaskan karena tuannya yang melihat cahaya yang memancar di atas kepala Rabi’ah dan menerangi seluruh ruangan rumah pada saat ia beribadah.

Ajaran tasawuf Rabiah Al-Adawiyah
Dalam perkembangan mistisisme islam tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah. Rabia’ah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dngan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah. Ajaran Rabi’ah adalah tentang hub Al-hawa dan hub anta ahl lahu, makna hub Al-hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang diberikan Allah. Adapun maksud nikmat disini adalah nikmat materiel dan spiritual. Karena hub disini bersifat hub indrawi, walaupun demikian hub Al-hawa yang diajukan Rabi’ah ini tidaklah berubah-ubah ,tidak bertambah dan tidak berkurang karena bertambah dan berkurangnya nikmat. Adapun hub Anta ahl lahu adalah cinta yang tidak didorong kesenangan indrawi, tetapi didorong dzat yang dicintai.

B. DZU AL-NUN AL-MISHRI
Dzu An-Nun Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal disekitar pertengahan abad III H. nama lengkapnya Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Ia dilahirkan di Ikhmim, dataran tingi Mesir, pada tahun 180 H/796 M. dan wafat 246 H/865 M. julukan Dzu An Nun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai kekeramatan yang diberikan Allah kepadanya, diantaranya ia pernah mengeluarkan seorang anak dari perut buaya di sungai Nil dalam keadaan selamat atas permintaan ibu dari anak tersebut.

Ajaran ajaran tasawuf Dzun Al-Mishri
1. Hakikat Ma’rifat
  • Sesungguhnya ma’rifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan tuhan, sebagaimana yang dimiliki orang-orang mukmin dan bukan pula ilmu-ilmu burhan dan nazhar milik para hakim, mutakallimin dan ahli balaghah, yetapi ma’rifat yang khusus dimliki oleh wali Allah.
  • Ma’rifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dalam cahaya ma’rifat yang murni seperti matahari tidak dapat dilihat kecuali dengan cahayanya.

2. Pengetahuan tentang Tuhan
  • Pengetahuan untuk seluruh muslim
  • Pengetahuan khusus untuk para filosof dan ulama
  • Pengetahuan khusus untuk para wali Allah.

3. Pandangan tentang Maqamat dan Ahwal

a. At-taubah
Al-mishri membagi taubat menjadi 3 bagian
  • Orang yang bertobat dari dosa dan keburukannya
  • Orang yang bertobat dari kelalaian dan kealfaan mengingat tuhan.
  • Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya.
b. At-tawakal
Yaitu berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya dan kekuatan.

c. Ar-rida
Yaitu kegembiraan hati menyambut ketentuan tuhan baginya.

d. Ash-shabr
Dikemukakan dalam bentuk kepingan dialog dari sebuah riwayat “suatu ketika ia menjenguk orang yang sakit. Ketika orang yang sakit itu merintih, Al-Mishri berkata,” Tidak termasuk cinta yang benar bagi orang yang tidak bersabar dalam menghadapi cobaan Tuhan”. “orang yang sakit itu kemudian menimpali “ Tidak benar pula cintanya orang yang merasakan kenikmatan dari suatu cobaan.

e. Ahwal
Tanda-tanda orang yang mencintai Allah adalah mengikuti kekasihNya, yakni nabi Muhammad SAW.

C. ABU YAZID AL-BUSTAMI
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Syurusan Al-Bustami, lahir didaerah Bustam (Persia) tahun 874-947 M. nama kecilnya adalah Taifur. Keluarga Yazid adalah keluarga berada didaerahnya, tetapi ia lebih memilih hidup sederhana.

Ajaran- ajaran tasawufnya

a. Fana

Adalah punah atau lenyap, fana ada kalanya diartikan sebagai moral yang luhur. Dalam hal ini Abu Bakar Al-Kalabadzi mendifinisikan” hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangakan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu.

b. Baqa
Berasal dari kata baqiya, arti dari segi bahasa adalah tetap, sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.


D. ABU MANSHUR AL-HALLAJ

Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil diwilayah Persia, pada tahun 244H/855M.

Ajaran tasawuf Al-Hallaj

a. Al-hulul
Berddasarkan pengertian bahasa adalah menempati suatu tempat. Menurut istilah taswuf yaitu, paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.

b. Asy-syuhud
Kemudian melahirkan paham wihdat Al-wujud (kesatuan wujud).

BAB VIII
TASAWUF FALSAFI

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Pada tasawuf falsafi mengunakan terminologi-terminologi filosofis dalam pengungkapannya serta berasal dari macam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.

Taswuf falsafi muncul pada abad VI H, meskipun tokohnya dikenal seabad kemudian, sejak saat itu, tasawuf jenis ini hidup dan berkembang, terutama dikalangan para sufi yang juga filosof, sampai menjelang akhir-akhir ini.

A. IBN ARABI
Nama lengkap Ibn Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Ath-Tha’I Al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H. dari keluarga berpangkat dan hartawan serta ilmuan.

Di antara karya momentumnya adalah Al-Futuhat Al-Makiyah yang ditulis pada tahun 1201 tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji.

Ajaran-ajaran Tasawufnya

Ajaran sentral Ibn Arabi adalah wahdat Al-Wujud (kesatuan wujud). Meskipun demikian, istilah wahdat Al-Wujud yang dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya itu, tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari ibn Taimiyah, tokoh yang kerasa mengecam dan mengkritik ajaran sentralnya itu.

Menurut Ibn Arabi wujud semua yang ada hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan antara keduanya (khalik dan makhluk). Adapun kalau ada yang membedakannya, hal itu dilihat dari sudut pandang panca indera lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan dzatiah yang segala sesuatu berhimpun padaNya.

Selanjutnya Ibn Arabi menjelaskan hubungan antara tuhan dengan alam. Menurutnya alam ini adalah bayangan tuhan atau bayangan wujud yang hakiki. Kemudian menurut beliau ketika Allah menciptakan alam ini, Ia juga memberikan sifat-sifat ketuhanan pada segala sesuatu. Alam ini seperti cermin yang buram dan juga seperti badan yang tidak bernyawa. Allah menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu. Dengan kata lain, alam ini merupakan mazhar (penampakan) dari asma dan sifat Allah yang terus menerus.

B. Al-JILLI

Nama lengkap beliau adalah ‘Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jilli. Ia lahir pada tahun 1365 M- 1417 M, di Jilan (Gilan), sebuah provinsi disebelah selatan Kasfia. Nama Al-Jilli diambil dari tempat kelahirannya di Gilan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari Baghdad.

Ajaran Tasawufnya

Ajaran tasawuf Al-Jilli yang terpenting adalah paham insan kamil (manusia sempurna). Menurut beliau , insan kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan. Tuhan memiliki sifat-sifat, seperti hidup, pandai, mampu berkehendak, mendengar dan sebagainya.

Al-Jilli berpendapat bahwa nama dan sifat ilahiah pada dasarnya merupakan milik insan kamil sebagai suatu kemestian yang inheren dengan esensinya. Hal itu karena sifat dan nama tersebut tidak memiliki tempat berwujud, melainkan pada insan kamil.

Berkaitan dengan insan kamil, Al-Jilli merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi.

1. Islam
Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun dalam pemahaman kaum sufi tidak hanya dilakukan secara ritual, tetapi harus dipahami dan dirasakan lebih dalam.

2. Iman
Yakni membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dan melaksanakan dasar-dasar Islam.

3. Ash-Shalah
Maqam ini menunjukkan bahwa seorang sufi mencapai tingkatan ibadaah secara terus-menerus kepada Allah dengan perasaan khauf dan raja’.

4. Ihsan
Maqam ini menunjukkan bahwa seorang sufi mencapai tingkat menyaksikan efek (atsar) nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya merasa seakan-akan berada dihadapan-Nya.

5. Syahadah
Pada maqam ini seorang sufi telah mencapai iradah yang bercirikan mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya terus-menerus, dan meninggalkan hal-halyang menjadi keinginan pribadi.

6. Shiddiqiyah
Istilah ini menggambarkan tingkat pencapaian hakikat ma’rifat yang diperoleh secara bertahap dari ilmu Al-yaqin,’ain Al-yaqin, dan haqq Al-yaqin.

7. Qurbah
Ini merupakan maqam yang memungkinkan seorang sufi dapat menampakkan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.


C. IBN SAB’IN
Nama lengkap beliau adalah ‘Abdul Haqq bin Ibrahim Muhammad bin Nashr, seorang sufi yang juga filosof dari Andalusia. Ia terkenal di Eropa karena jawaban-jawabanya atas pernyataan Frederik II, penguasa Sicilia. Ia lahir pada tahun 614 H (1217-1218 M). di kawasan Murcia, ia memiliki asal usul Arab.


Ajaran Tasawufnya
Ibn Sab’in adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan paham esensialnya yaitu Wujud, adalah wujud Allah semata. Wujud-wujud lainnya hanyalah Wujud Yang Satu Itu sendiri. Jelasnya wujud-wujud yang lain itu hakikatnya sama sekali tidak lebih dari Wujud Yang Satu.

Dalam paham ini, Ibn Sab’in menempatkan ketuhanan pada tempat pertama. Wujud Allah, menurutnya, adalah asal segala yang ada pada masa lalu, masa kini maupun masa depan. Dengan demikian, paham ini menafsirkan wujud bercorak spiritual dan bukan material.

Ibn sab’in juga mengembangkan pahamnya tentang kesatuan mutlak ke berbagai bidang bahasan filosofis. Misalnya, menurutnya jiwa dan akal-budi tidak mempunyai wujud sendiri, tetapi wujud keduanya berasal dari yang satu, dan yang satu tersebut justru tidak terbilang.


D. IBN MASARRAH
Nama lengkap Ibn Masarrah adalah Muhammad bin ‘Abdullah bin Masarrah (269-319 H). ia merupakan salah seorang sufi sekaligus filosof dari Andalusia. Ia memberikan pengaruh yang besar terhadap esoterik dam mazhab Al-Marriyah. Beliau memiliki kecenderungan besar terhadap filsafat. Dan menurut Mushthafa Abdul Razik, beliau termasuk sufi yang beraliran ittihadiyyah. Pada awalnya beliau menganut paham mu’tazilah, lalu berpaling pada paham Neo-Platonisme.

Ajaran Tasawufnya.
  • Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa,zuhud dan muhabbah yang merupakan asal dari semua kejadian.
  • Dengan penakwilan ala Philun atau aliran Isma’iliyyah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Masarrah menolak adanya kebangkitan jasmani.
  • Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakikat.

BAB IX
TAREKAT, SEJARAH DAN PEREMBANGANNYA

A. Pendahuluan
Asal kata tarekat dalam bahasa Arab ialah “thariqah” berarti jalan, keadaan, aliran atau garis pada sesuatu. Tarekat adalah jalan yang ditempuh oleh para sufi. Dapat juga digambarkan jalan yang berpangkal dari syariat sebab jalan utama disebut syar, sedangkan anak jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, tempat berpijak bagi setiap muslim.

B. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Didalam ilmu tasawuf, istilah tareqat itu tidak saja ditujukan pada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syeikh tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syaikh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada didalam agama islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Yang semua itu jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.

Sebagai mana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mandekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.

C. Sejarah Timbulnya Tarekat
Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun, Harun Nasution menyatakan setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang didunia Islam tetapi, perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebut ribat (disebut juga zawiyah, hangkah, atau pekir).

Organisasi serupa mulai timbul pada abad XII M, tetapi belum begitu tampak dan mulai berkembang pada abad berikutnya.

Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai timbul beberapa, diantaranya:
  1. Tarekat Yasaviah yang didirikan oleh Ahmad Al-Yasavi (wafat 562 H/1169M) dan disusul oleh tarekat khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani (wafat 617H/1220M). tarekat ini menganut paham Abu Yazid Al-Bustami dan dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi (wafat 477H/1084 M) dan Yusuf bin Ayyub Al-Hamadani (wafat 535H/1140 M) dan tarekat ini berkembang diturki pendirinya Muhammad ‘Ata’ bin Ibrahim Hajji Bektasy (wafat 1335 M).
  2. Tarekat Naqsabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari (wafat1389 M) di Turkistan. Tarekat ini berkembang ke Anatolia (Turki) kemudian meluas ke India dan Indonesia dengan berbagai nama baru yang disesuaikan dengan pendirinya didaerah itu seperti, Khalidiyah, Muradiyah, Mujadidiyah, dan Ahsaniyah.
  3. Tarekat Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar Al-Khalwati (wafat 1397 M). tarekat ini adalah salah satu tarekat yang berkembang dan terkenal diberbagai negri,seperti Turki, Siria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir tarekat ini didirikan oleh Ibrahim Ghulsheini (wafat 940 H/1534 M).
  4. Tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Safiyudin Al-Ardabili (wafat 1334 M)
  5. Tarekat Bairamiyah yang didirikan oleh Ahmad bin Ali Ar-Rifa’I (1106-1182)
Didaerah Mesopotamia muncul beberapa tarekat antara lain:
  1. Tarekat Qadiriyah yang didirikan oleh Muhy Ad-Din Abd Al-Qadir Al-Jailani (471 H/1078 M)
  2. Tarekat syadziliyah yang dinisbatkan kepada Nur Ad-Din Ahmad Asy-Syadzili (593-656 H/1196-1258 M)
  3. Tarekat Rifa’iyah yang didirikan oleh Ahmad bin Ali Ar-Rifa’i (1106-1182)

D. Pengaruh Tarekat Di Dunia Islam
Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian kepada tasawuf dan guru-gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik. Seperti tarekat Tijaniyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan perancis di Afrika Utara. Sanusiyah menentang penjajahan Itali di Libia. Dan lain sebagainya.

Tarekat mempengaruhi dunia Islam mulai dari abad ke-13. Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan parpol, bahkan banyak tentara yang menjadi anota tarekat. Penyokong tarekat Bektashi misalnya adalah tentara Turki. Oleh karena itu, waktu tarekat itu dibubarkan oleh Sultan Mahmud II, tentara Turki yang disebut Jennissari menentangnya. Jadi, tarekat tidak hanya bergerak dibidang agama, tetapi juga bergerak dibidang dunia yang mereka pikirkan.

Tarekat-tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh pelosok negeri; menguasai masyarakat melalui jenjang yang terancang dengan baik; dan memberikan otonomi kedaerahan seluas-luasnya. Akan tetapi pada saat-saat itulah banyak terjadi “penyelewengan” yang terjadi pada paham wasilah, yakni paham yang menjelaskan bahwa permohonan seseorang tidak dapat dialamatkan langsung kepada Allah, tetapi harus melalui guru, guru ke gurunya sampai kepada syaikh, baru dapat bertemu dengan Allah.

Disamping itu, tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat tidak mementingkan dunia. Oleh karena itu, pada abad ke-19 mulailah timbul pemikiran yang sinis terhadap tarekat dan juga terhadap tasawuf dan mulai meninggalkan tarekat dan tasawuf.

Akan tetapi, pada akhir-akhir ini perhatian kepada tasawuf timbul kembali karena dipengaruhi oleh paham materialism. Orang-orang barat melihat bahwa materialism itu memerlukan sesuatu yang bersifat rohani, yang bersifat immateri sehingga banyak orang yang kembali memperhatikan tasawuf.

BAB X
TASAWUF DI INDONESIA

A. HAMZAH AL-FANSURI
Nama Hamzah Al-Fansuri tidak asing lagi dikalangan ulama dan sarjana penyelidik keislaman di Indonesia. Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa beliau dan muridnya Syeikh Syamsuddin Sumatrani termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan Al-Hallaj. Paham hulul, ittihad, mahabbah dan lain-lain adalah seirama. Beliau juga diakui sebagai seorang pujangga Islam yang sangat popular dizamannya. Sehingga kini namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusastraan Melayu dan Indonesia.

Ajaran Tasawufnya
Pemikiran-pemikiran tasawuf Al-Fansuri banyak dipengaruhi Ibn ‘Arabi dalam paham wahdat wujud-Nya. Sebagai seorang sufi, ia mengajarkan bahwa Tuhan lebih dekat dari pada leher manusia sendiri, dan bahwa Tuhan tidak bertempat, sekalipun sering disebut bahwa Tuhan ada dimana-mana.

Beliau juga menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu yang membayangkan Tuhan berada di bagian tertentu dari tubuh, seperti ubun-ubun yang dipandang sebagai jiwa dan dijadikan titik konsentrasi dalam usaha mencapai persatuan.

Di antara ajaran tasawuf Al-Fansuri yang lain berkaitan dengan hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu ini ada yang merupakan kulit (mazzhar,kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin). Semua benda yang ada, sebenarnya merupakan manifestasi dari yang haqiqi yang disebut Al-Haqq Ta’ala. Ia menggambarkan wujud Tuhan bagaikan lautan dalam yang tak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan wujud Tuhan.

B. NURUDDIN AR-RANIRI

Ar-Raniri dilahirkan di Ranir, sebuah kota pelabuahan tua di Pantai Gujarat, India. Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Hasanjin Al-Hamid Al-Syafi’I Al-Raniri. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar menjelang akhir abad ke-16.

Menurut catatan Azyumardi Azra, Ar-Raniri merupakan tokoh pembaharuan di Aceh. Ia mulai melancarkan pembaruan Islam di Aceh setelah mendapat pijakan yang kuat di istana Aceh.

Diantara karya-karya yang ditulis Ar-Raniri.
  • Ash-Shirath Al-Mustaqim (fiqih berbahasa melayu)
  • Bustan As-Salatin fi dzikr Al-Awwalin wa Al-Akhirin ( bahasa Melayu)
  • Durrat Al-Fara’idh bi Syarhi Al-‘Aqaid (aqidah, bahasa Melayu)
  • Syifa’ Al-Qulub (cara-cara berzikir)
Ajaran Tasawufnya

a. Tentang Tuhan

Ia berpendapat bahwa ungkapan “wujud Allah dan Alam Esa” berarti bahwa alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu Allah, sebagai mana yang dimaksud Ibn ‘Arabi. Namun ungkapan itu pada hakikatnya menjelaskan bahwa alam ini tidak ada.

b. Tentang Alam

Ar-Raniri berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui tajalli. Ia menolak teori Al-Faidh (emanasi) Al-Farabi karena hal itu dapat memunculkan pengetahuan bahwa alam ini qadim sehingga menjerumuskan pada kemusyrikan. Alam dan falak, menurutnya, merupakan wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam bentuk yang konkrit.

c. Tentang Manusia

Manusia, menurut Ar-Raniri, merupakan makhluk Allah yang paling sempurna didunia ini sebab manusia merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai citra-Nya.

d. Tentang Wujudiyyah

Inti ajaran wujudiyyah, menurut Ar-Raniri, berpusat pada wahdat Al-Wujud, yang disalah artikan kaum wujudiyyah dengan arti kemanunggalan Allah dengan alam. Menurutnya, pendapat Al-Fansuri tentang wahdat Al-wujud membawa kepada kekafiran. Beliau berpandangan bahwa jika benar Tuhan dan makhluk adalah satu, dapat dikatakan bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia.

e. Tentang Hubungan Syari’at dan Hakikat

Pemisahan antara syari’at dan hakikat, menurut Ar-Raniri, merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan argumentasinya, ia mengajukan beberapa pendapat pemuka sufi,di antaranya adalah Syekh Abdulah Al-Aidarusi yang menyatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali melalui syari’at yang merupakan pokok dan cabang Islam.


C. SYEIKH ABDUL RAUF AL-SINKILI

Abdur Rauf As-Sinkili adalah seorang ulama dan mufti besar dikerajaan Aceh pada abad ke-17 (1606-1637 M). nama lengkapnya adalah Syeikh Abdur Rauf bin Al-Fansuri. Sejarah telah mencatat bahwa As-Sinkili merupakan murid dari dua orang ulam sufi yang menetap di Mekah dan Madinah.

Berkenaan dengan perjalanan rohaninya, As-Sinkili telah memakai “khirqah”, yaitu sebagai petanda telah lulus dalam pengujian secara suluk. Ia telah diberi selendang putih oleh gurunya sebagai petanda pula bahwa ia telah dilantik sebagai Khalifah Mursyid dalam orde Tarekat Syathariyah. Yang berarti ia boleh membai’at orang lain.

Di antara karya-karya As-Sinkili antara lain
  • Mir’at Ath-Thullab (fiqih Syafi’I, Mu’amalah)
  • Hidayat Al-Balighah (fiqih tentang sumpah, kesaksian, peradilan, pembuktian, dan lain-lain)
  • Umdat Al-Muhtajin (tasawuf)
  • Syams Al-Ma’rifah ( tasawuf tentang ma’rifat)
  • Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf)
  • Daqa’iq Al-Huruf (tasawuf)
  • Turjuman Al-Mustafidh (tadsir) dan lain-lain

Ajaran Tasawufnya
Sebelum As-Sinkili membawa ajaran tasawufnya, di Aceh telah berkembang ajaran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf wujudiyyah yang kemudian dikenal dengan nama wahdat Al-wujud. Ajaran tasawuf ini dianggap oleh Ar-Raniri adalah sesat dan penganutnya adalah murtad. Sehingga terjadilah proses penghukuman bagi mereka. Tindakan Ar-Raniri dinilai As-Sinkili sebagai perbuatan yang emosional. Kemudian As-Sinkili menanggapinya dengan kebijaksanaan.

Beliau berusaha merekonsilasi antara tasawuf dengan syari’at, ajaran tasawufnya sama dengan Syamsudin dan Nuruddin, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni Allah. Alam ciptaan-Nya bukanlah wujud hakiki, tetapi bayangan dari yang hakiki.

Zikir menurut As-Sinkili merupakan usaha untk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa, dengan berzikir hati selalu mengingat Allah. Ajaran taswuf As-Sinkili yang lain bertalian dengan martabat perwujudan Tuhan, menurutnya ada 3 perwujudan Tuhan :
  1. Martabat Ahadiyyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan.
  2. Martabat wahdah atau ta’ayyun awwal, yaitu telah terciptanya haqiqat Muhammadiyyah yang terciptanya alam.
  3. Martabat wahdiyyah atau ta’ayyun tsani dari sinilah alam tercipta.

D. SYEIKH YUSUF AL-MAKASARI

Syeikh Yusuf Al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung yang berasal dari Sulawesi. Ia dilahirkan pada tanggal 8 syawal 1036 H/ 3 juli 1629 M. ketika kedatangan tiga orang penyebar Islam yaitu Datuk Ri Bandang dan kawan-kawannya dari Minang Kabau.

Di masa beliau hampir seluruh orang menggemari Ilmu tasawuf. Orang yang hidup pada masa beliau lebih mementingkan mental dan material. Ini dilakukan untuk mengimbangi berbagai agama dan kepercayaan yang memang menjurus ke arah itu pula.

Tarekat yang telah dipelajarinya adalah:
  • Tarekat Qadiriyah diterima dari Syeikh Nuruddin Al-Raniri di Aceh.
  • Tarekat Naqsabandiyah di terima dari Syeikh Abi Abdillah Abdul Baqi Billah
  • Tarekat As-Saadah Al-Baalawiyah diterimanya dari Sayyid Ali di Zubaid/Yaman
  • Tarekat Shathariyah diterimanya dari Ibrahim Al-Kurani Madinah
  • Tarekat Khalwatiyah diterimanya dari Abdul Barakat Ayub bin Ahmad bin Ayub Al-Khalwati Al-Quraisyi di Damsiq.
Ajaran tasawuf beliau
Syeikh Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak dari asumsi dasar bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek lahir (syari’at), aspek batin (hakikat). Aspek lahir dan bathin harus dipandang dan diamalkan sebagai suatu kesatuan. Syeikh Yusuf mengembangkan istilah Al-ihathah (peliputan) dan Al-ma’iyyah (kesertaaan) kedua istilah itu menjelaskan bahwa Tuhan turun (tanazul) dan manusia naik (taraqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin dekat. Menurutnya fana’ adalah hamba yang tidak memiliki kesadaran tentang dirinya, merasa tidak ada, hanya saja ia menyadari sebagai yang mewujudkan, yang diwujudkan, dan perwujudan.

Syeikh Yusuf berbicara pula tentang insan kamil dan proses penyucian jiwa. Ia mengatakan bahwa seorang hamba akan tetap hamba walaupun telah naik derajatnya, dan Tuhan akan tetap Tuhan walaupun turun pada diri hamba.

Berkenaan dengan cara-cara menuju Tuhan ada 3 macam menurut beliau:
  1. Akhyar (orang-orang terbaik)
  2. Mujahadat Asy-syaqa’ (orang-orang yang melanggar hawa nafsu)
  3. Ahli ad-dzikr yakni jalan bagi orang yang telah kasyaf untuk berhubungan dengan Tuhan, yaitu orang yang mencintai Tuhan lahir dan batin.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger