- 1. Pengertian Kitab Sunan Abu Dawud
Kitab Sunan Abu Dawud menurut ahli hadits adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih. Kitab sunan ini hanya memuat hadits marfu’, tidak memuat hadits mauquf atau hadits maqtu’, sebab yang kedua terakhir ini tidak termasuk sunnah, termasuk juga hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, sejarah dan zuhud. Sebagaimana pernyataan Al-Khattani dalam kitab al-Risalah al-Mustatrafah:”Diantara kitab-kitab hadits adalah kitab-kitab sunan yaitu kitab hadits yang disusun menurut bab-bab fiqih; mula-mula dari bab Thaharah, Shalat Zakat, dan sebagainya dan di dalamnya tidak tedapat hadits mauquf, karena hadits ini tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut sebagai hadits.
Metode yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan yang dipakai oleh ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hambal, yang menyusun kitab Musnad dan Imam Bukhari serta Imam Muslim yang menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada hadits-hadits yang shahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan mengumpulkan hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum, dan dalam menyusunnya berdasarkan bab-bab fiqih seperti bab Thaharah, Shalat, Zakat dan sebagainya dengan beraneka kualitas dari yang shahih sampai yang dha’if. Tetapi, hadits-hadits yang berkenaan dengan Fada’il al Amal (keutamaan-keutamaan amal) dan kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.
Adapun dalam menyusun kitabnya, beliau mencukupkan diri dengan memaparkan satu atau dua buah hadits dalam setiap babnya, walaupun masih diadapatkan sejumlah hadits shahih lainnya. Bahkan secara tegas beliau menyatakan empat buah hadits saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan hidup bagi setiap orang. Empat hadits tersebut adalah: Hadits pertama, ajaran dasar tentang niat dan keikhlasan yang menjadi dasar utama dalam setiap amal yang bersifat agama maupun dunia. Hadits kedua, tentang ajaran Islam yang mengajarkan umatnya untuk melakukan setiap yang bermanfaat bagi agama dan dunianya. Hadits ketiga, mengatur orang lain, meninggalkan sifat egois, menjauhi sifat iri dan dengki. Dan hadits keempat, adalah dasar sifat wara’, yakni dengan cara menjauhi yang musykil dan yang syubhat yang diperselisihkan oleh para ulama. Karena mempermudah melakukan yang syubhat akan membuat seseorang meremehkan yang haram .
Di antara para ulama yang mengkritik itu adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam al-Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Kritik tersebut meliputi:
Dalam Sunan Abu Dawud, beliau membagi haditsnya dalam beberapa bab. Adapun perinciannya adalah 35 kitab, 1871 bab, serta 4800 hadits. Tetapi menurut Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, jumlahnya sebanyak 5274 hadits. Perbedaan penghitungan tersebut tidaklah aneh, karena Abu Dawud sering mencantumkan sebuah hadits di tempat yang berbeda, hal ini dilakukan karena untuk menjelaskan suatu hukum dari hadits tersebut, dan disamping itu untuk memperbanyak jalur sanad.
Adapun sistematika atau urutan penulisan hadits kitab Sunan Abu Dawud adalah sebagai berikut:
Dari pembagian-pembagian kitab tersebut tampak bahwa Sunan Abu Dawud hanyalah kumpulan hadits-hadits hukum, kecuali pada beberapa hadits seperti yang terdapat pada kitab ilmu dan adab. Beliau juga menghindari khabar-khabar, kisah-kisah, dan mau’idah. Beberapa yang perlu yang digaris bawahi dari sistematika kitab Sunan Abu Dawud adalah: 1) Kitab nikah dan thalaq ditengah-tengah ibadah, karena ibadah termasuk ibadah dan thalaq ditempatkan setelahnya karena ada kaitannya; 2) Luqatah ditemptkan setelah zakat, karena sama-sama masalah harta; 3) Kitab janaiz dipisahkan dari shalat, karena ada juga kaitannya dengan harta; 4) Kitab al-Hammam ditempatkan sendiri, sekalipun dapat digolongkan dengan kitab al-Libas; 5) Kitab al-Tarajjul dibuat tersendiri, juga al-Khataam, sekalipun dapat ditempatkan ditempatkan di kitab al-Libas; 6) Kitab al-Mahdi dibuat tersendiri, juga al-Malahim, sekalipun dapat ditempatkan di kitab al-Fitan.
==================
Daftar Pustaka
Suryadi, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: Teras, 2003, cet. I
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, pentahqiq, Sidqi muhammad jamil, Beirut: Dar al-Fikri, 1994.
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Siyar al-A’lam al-Nubala’,Beirut: Mu’assasahal-Risalah, 1990
Muhammad Mustafa Azami, Metodologi Kritik hadits, terj. A. yamin, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996
Ahmad Ali bin Sabit al-khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Beirut: Dar al-Fikri, tt.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu, Beirut: Dar al-Fikri, 1989
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Halb: Matba’ah al-Arabiyah,1978
Muhammad Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihhah al-Sittah, Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, 1969
Muhammad bin Ismail al-Amir al-Husni al-San’ani, Taudih al-Afkarli Ma’ani Tanqih al-Anzar, Beirut: Dar al-Fikri, tt.
M. Hasbi ash-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1989
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1994
Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Beir ut: Dar al-Fikri, tt.
Abu al-Hajjaj Yusuf bin al-Zaki al-Mizzi, Tahzib al-Kamal, Beirut: Dar al-Fikri, 1994
Majduddin Abi al-Sa’adat al-Mubarrak bin Muhammad ibn Atsir al-Jazari, Jami’ al-Ushul fi Ahadits al-Rasul, (Beirut: Dar al-Fikri, 1983
M. Muhyiddin Abdul Hamid, (Pen-tahqiq), Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar al-Fikri, tt.
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Metode Takhrij Hadits, terj, Said Agil Husein al-Munawwar dan Ahmad Rifqi Mukhtar, (Semara Dina Utama, 1997
Metode yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan yang dipakai oleh ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hambal, yang menyusun kitab Musnad dan Imam Bukhari serta Imam Muslim yang menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada hadits-hadits yang shahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan mengumpulkan hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum, dan dalam menyusunnya berdasarkan bab-bab fiqih seperti bab Thaharah, Shalat, Zakat dan sebagainya dengan beraneka kualitas dari yang shahih sampai yang dha’if. Tetapi, hadits-hadits yang berkenaan dengan Fada’il al Amal (keutamaan-keutamaan amal) dan kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.
Adapun dalam menyusun kitabnya, beliau mencukupkan diri dengan memaparkan satu atau dua buah hadits dalam setiap babnya, walaupun masih diadapatkan sejumlah hadits shahih lainnya. Bahkan secara tegas beliau menyatakan empat buah hadits saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan hidup bagi setiap orang. Empat hadits tersebut adalah: Hadits pertama, ajaran dasar tentang niat dan keikhlasan yang menjadi dasar utama dalam setiap amal yang bersifat agama maupun dunia. Hadits kedua, tentang ajaran Islam yang mengajarkan umatnya untuk melakukan setiap yang bermanfaat bagi agama dan dunianya. Hadits ketiga, mengatur orang lain, meninggalkan sifat egois, menjauhi sifat iri dan dengki. Dan hadits keempat, adalah dasar sifat wara’, yakni dengan cara menjauhi yang musykil dan yang syubhat yang diperselisihkan oleh para ulama. Karena mempermudah melakukan yang syubhat akan membuat seseorang meremehkan yang haram .
- 2. Tingkatan-tingkatan Hadits dalam Kitab Sunan Abu Dawud
- Hadits Shahih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, tidak berillat dan tidak pula janggal. Hadits ini disebut hadits shahih li zatihi, karena tingkat ke-shahihan-nya tanpa dukungan hadits lain yang menguatkannya.
- Ma Yusyabbihahu (yang menyerupai shahih)
- Ma Yuqoribuhu (yang mendekati shahih)
- Wahnun Syadidun (sangat lemah)
- Shalih (yang tidak dijelaskan)
- Para muhadditsin mengutarakan perbandingan istilah yang digunakan Abu Dawud tersebut dengan istilah yang berlaku bagi para muhadditsin. Yang dimaksud Abu Dawud istilah ma yusyabbahahu adalah hadits shahih li ghairihi, karena hadits tersebut menyerupai shahih li zatihi, tetapi martabatnya di bawah shahih li zatihi.
- Istilah yang digunakan oleh Abu Dawud tersebut menurut sebagian muhadditsin adalah hadits hasan li zatihi, karena hadits hasan li zatihi bisa naik menjadi hadits shahih li ghairihi apabila didukung oleh hadits yang lain. Ibnu Shalah dan Imam al-Nawawi memberikan defenisi hadits hasan menurut istilah Abu Dawud sebagai “ Hadits yang disebutkan secara mutlak dan tidak ada dalam salah satu kitab shahih (Bukhari dan Muslim) dan tidak ada di antara ulama yang menetapkan ke-shahih-annya, bagi yang membedakan antara hadits shahih dan hasan, maka hadits tersebut adalah hadits hasan menurut Abu Dawud”. Ibnu Shalah menyatakan bahwa dalam kitab Sunan Abu Dawud tesebut mengandung banyak hadits hasan. Sebagaimana penjelasan yang diberikan Abu Dawud sendiri ketika menjelaskan isi kitabnya.
- Istilah hadits tersebut menurut istilah yang berlaku bagi para muhadditsin berarti hadits yang sangat dha’if. Namun terhadap hadits ini Abu Dawud memberikan sejumlah penjelasan mengenai letak ke-dha’ifan-nya dan menurut beliau hadits dha’if tersebut lebih kuat bila dibandingkan dengan pendapat ulama. Pencantuman hadits dha’if yang disertai keterangan letak ke-dha’ifan-nya dibolehkan.
- Para ulama berbeda pendapat dalam mengomentari istilah yang dipakai Abu Dawud. Imam al-Nawawi dan Ibnu Shalah menjelaskan bahwa jika hadits tersebut diriwayatkan dalam salah satu kitab shahih (Bukhari dan Muslim) maka hadits tersebut adalah shahih, dan jika tidak diriwayatkan dalam salah satu kitab shahih dan tidak ada ulama yang menerangkan tentang derajat hadits tersebut, maka hadits tersebut adalah hadits hasan menurut Abu Dawud.
- Pendapat tersebut menunjukkan kehati-hatian agar tidak menetapkan keshahihan suatu hadits tersebut karena tidak tercantum dalam salah satu kitab shahih dan tidak ada seorang pun di antara para imam hadits yang menetapkan keshahihannya.
- 3. Kelebihan dan Kekurangannya
- Al-Khattabi berkata: “ketahuilah, kitab Sunan Abu Dawud adalah sebuah kitab yang mulia yang belum pernah disusun sesuatu kitab yang menerangkan haidts-hadits hukum sepertinya. Para ulama menerima baik kitab Sunan tersebut, karenanya dia menjadi hakim antara ualam dan para fuqaha’ yang berlainan mazhab. Kitab itu menjadi pegangan ulam Irak, Mesir, Maroko,dan negeri lain”.
- Ibnu Qayyim al-Jauziyah, mengemukakan: “ Kitab Sunan Abu Dawud memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam dan pemberi keputusan bagi perselisihan pendapat. Kepada kitab itulah oarang-orang jujur mengharapkan keputusan. Mereka merasa puas atas keputusan dari kitab itu. Abu Dawud telah menghimpun segala macam hadits hhukum dan menyusunnya dengan sistematika yamg baik dan indah, serta membuang hadits yang lemah”.
- Ibnu al-‘Arabi, mengatakan: “Apabila seseorang sudah memiliki kitabullah dan kitab Sunan Abu Dawud, maka tidak lagi memerlukan kaitab lainnya”.
- Imam al-Ghazali berkata: “Kitab Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadits-hadits hukum”.
Di antara para ulama yang mengkritik itu adalah Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam al-Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Kritik tersebut meliputi:
- Tidak adanya penjelasan tentang kualitas suatu hadits dan kualitas sanad (sumber, silsilah dalam haditsnya), sementara yang lainnya disertai dengan penjelasan.
- Adanya kemiripan Abu Dawud dengan Imam Hambali dalam hal mentoleransi hadits yang oleh sementara kalangan dinilai dha’if.
- 4. Syarah-syarah Kitab Sunan Abu Dawud
- Ma’alim al-Sunan - Kitab ini ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim bin Khattab al-Bisri al-Khattabi (w. 388 H). kitab ini merupakan kitab syarah yang sederhana, yang mengupas masalah bahasa, meneliti riwayah, menggali hukum dan membahas adab.
- ‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud - Kitab ini ditulis oleh Syaikh Syafaratul Haq Muhammad Asyraf bin Haidar al-shiddiqi al-Azim Abadi (w. abad 14 H). Kitab ini menjelaskan kata-kata sulit. Ia menguatkan hadits satu atas hadits yang lainnya secara ringkas, dan dengan menjelaskan dalil yang ditunjuk oleh mazhab-mazhab secara menyeluruh.
- Mukhtasar Sunan Abu Dawud - Kitab ini ditulis oleh al-Hafid Abdul Azhim bin Abdul Qawi al-Munziri (w. 656 H). Dalam kitab ini al-Munziri menyebutkan ulama lain dari lima hadits yang juga meriwayatkan hadits tersebut dan menunjukkan kelemahan sebagian hadits.
- Syarah Ibnu Qayyim al-Jauziyah - Kitab ini ditulis oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah (w. 751 H). Ibnu Qayyim memberikan tambahan penjelasan mengenai kelemahan hadits yang dijelaskan oleh al-Munziri, menegaskan keshahihan hadits yang belum di shahihkan, serta membahas matan hadits yang musykil. Kitab ini diterbitkan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud karya Syamsul Haq Azin Abadi.
- Sunan Abu Dawud yang di tahqiq oleh Syaikh Muhammad Muhyidin Abdul Hamid. Dia telah menghitung hadits yang terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud.
- Sunan Abu Dawud yang di tahqiq oleh Sidqi Muhammad Jamil. Kitab ini mencantumakan surat Abu Dawud kepada penduduk Mekah dalam muqaddimah-nya. Dan juga mencantumkan takhrij atas hadits-hadits Abu Dawud yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, al-Turmudzi, al-Nasa’i, Ibnu Majah, Malik, Ahmad bin Hambal dan al-Baihaqi. Kitab ini juga mencantumkan penjelasan yang diberikan oleh al-Khattabi.
- Dha’if Sunan Abu Dawud yang ditulis oleh Nashiruddin al-Albani. Dalam kitab tersebut berisi hadits-hadits yang diriwaytkan oleh Abu Dawud yang dianggap sebagai hadits dha’if oleh Nashiruddin al-Albani.
- 5. Sistematika Penyusunan Kitab Sunan Abu Dawud
Dalam Sunan Abu Dawud, beliau membagi haditsnya dalam beberapa bab. Adapun perinciannya adalah 35 kitab, 1871 bab, serta 4800 hadits. Tetapi menurut Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, jumlahnya sebanyak 5274 hadits. Perbedaan penghitungan tersebut tidaklah aneh, karena Abu Dawud sering mencantumkan sebuah hadits di tempat yang berbeda, hal ini dilakukan karena untuk menjelaskan suatu hukum dari hadits tersebut, dan disamping itu untuk memperbanyak jalur sanad.
Adapun sistematika atau urutan penulisan hadits kitab Sunan Abu Dawud adalah sebagai berikut:
NO | NAMA KITAB | JUMLAH BAB | JUMLAH HADITS |
1. | Kitab al-Taharah | 143 | 390 |
2. | Kitab al-Shalat | 367 | 1165 |
3. | Kitab al-Zakat | 47 | 145 |
4. | Kitab al-Luqatah | _ | 20 |
5. | Kitab al-Manasik | 98 | 325 |
6. | Kitab al-Nikah | 50 | 129 |
7 | Kitab al-Talaq | 50 | 138 |
8. | Kitab al-Shaum | 81 | 164 |
9. | Kitab al-Jihad | 182 | 311 |
10. | Kitab al-Dahaya | 20 | 56 |
11. | Kitab al-Said | 4 | 18 |
12. | Kitab al-Wasaya | 17 | 23 |
13. | Kitab al-Fara’id | 17 | 43 |
14. | Kitab al-Kharaj al-Imarah | 40 | 161 |
15. | Kitab al-Janaiz | 84 | 153 |
16. | Kitab al-Aiman wa al-Nuzur | 32 | 84 |
17. | Kitab al-Buyu’ wa al-Ijarah | 92 | 245 |
18. | Kitab al-Aqdiyah | 30 | 70 |
19. | Kitab al-‘Ilm | 13 | 28 |
20. | Kitab al-Asyribah | 22 | 67 |
21. | Kitab al-At’imah | 55 | 119 |
22. | Kitab al-Tib | 24 | 71 |
23. | Kitab al-‘Atqu | 15 | 43 |
24. | Kitab al-Huruf wa al-Qira’ | _ | 40 |
25. | Kitab al-Hammam | 3 | 11 |
26. | Kitab al-Libas | 47 | 139 |
27. | Kitab al-Tarajjul | 21 | 55 |
28. | Kitab al-Khatam | 8 | 26 |
29. | Kitab al-Fitan | 7 | 39 |
30. | Kitab al-Mahdi | _ | 12 |
31. | Kitab al-Malahim | 18 | 60 |
32. | Kitab al-Hudud | 40 | 143 |
33. | Kitab al-Diyat | 32 | 102 |
34. | Kitab al-Sunnah | 32 | 177 |
35. | Kitab al-Adab | 108 | 502 |
Dari pembagian-pembagian kitab tersebut tampak bahwa Sunan Abu Dawud hanyalah kumpulan hadits-hadits hukum, kecuali pada beberapa hadits seperti yang terdapat pada kitab ilmu dan adab. Beliau juga menghindari khabar-khabar, kisah-kisah, dan mau’idah. Beberapa yang perlu yang digaris bawahi dari sistematika kitab Sunan Abu Dawud adalah: 1) Kitab nikah dan thalaq ditengah-tengah ibadah, karena ibadah termasuk ibadah dan thalaq ditempatkan setelahnya karena ada kaitannya; 2) Luqatah ditemptkan setelah zakat, karena sama-sama masalah harta; 3) Kitab janaiz dipisahkan dari shalat, karena ada juga kaitannya dengan harta; 4) Kitab al-Hammam ditempatkan sendiri, sekalipun dapat digolongkan dengan kitab al-Libas; 5) Kitab al-Tarajjul dibuat tersendiri, juga al-Khataam, sekalipun dapat ditempatkan ditempatkan di kitab al-Libas; 6) Kitab al-Mahdi dibuat tersendiri, juga al-Malahim, sekalipun dapat ditempatkan di kitab al-Fitan.
==================
Daftar Pustaka
Suryadi, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: Teras, 2003, cet. I
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, pentahqiq, Sidqi muhammad jamil, Beirut: Dar al-Fikri, 1994.
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Siyar al-A’lam al-Nubala’,Beirut: Mu’assasahal-Risalah, 1990
Muhammad Mustafa Azami, Metodologi Kritik hadits, terj. A. yamin, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996
Ahmad Ali bin Sabit al-khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Beirut: Dar al-Fikri, tt.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu, Beirut: Dar al-Fikri, 1989
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Halb: Matba’ah al-Arabiyah,1978
Muhammad Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihhah al-Sittah, Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, 1969
Muhammad bin Ismail al-Amir al-Husni al-San’ani, Taudih al-Afkarli Ma’ani Tanqih al-Anzar, Beirut: Dar al-Fikri, tt.
M. Hasbi ash-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1989
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1994
Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Beir ut: Dar al-Fikri, tt.
Abu al-Hajjaj Yusuf bin al-Zaki al-Mizzi, Tahzib al-Kamal, Beirut: Dar al-Fikri, 1994
Majduddin Abi al-Sa’adat al-Mubarrak bin Muhammad ibn Atsir al-Jazari, Jami’ al-Ushul fi Ahadits al-Rasul, (Beirut: Dar al-Fikri, 1983
M. Muhyiddin Abdul Hamid, (Pen-tahqiq), Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar al-Fikri, tt.
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Metode Takhrij Hadits, terj, Said Agil Husein al-Munawwar dan Ahmad Rifqi Mukhtar, (Semara Dina Utama, 1997
0 comments:
Post a Comment