- 1. Nama,Nasab Dan Kelahiran.
Imam Abu Daud adalah salah seorang perawi hadits, yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadits lalu memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abu Daud. Beliau bernama Imam Al Hafidz Al Faqih Sulaiman bin ‘Imran bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr bin ‘Imron -atau disebut dengan Amir- Al Azdy As Sajistaany, atau Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani. Dilahirkan pada tahun 202 H di kota Sajistaan, menurut kesepakatan referensi yang memuat biografi beliau, demikian juga didasarkan keterangan murid beliau yang bernama Abu Ubaid Al Ajury ketika beliau wafat,ketika berkata: “aku telah mendengar dari Abi Daud, beliau berkata : Aku dilahirkan pada tahun 202 H”(Siyar A’lam An Nubala’ 13/204)
Keluarga beliau adalah keluarga yang terdidik dalam kecintaan terhadap hadits-hadits
Rasulullah dan ilmu-ilmunya. Bapak beliau yaitu Al Asy’ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy’ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahlil hadits. Dan ini merupakan satu modal yang sangat berperan besar dalam perkembangan dan arahan beliau di masa-masa perkembangan keilmuan dan keahliannya dalam hadits dan ilmu-ilmunya yang lain dari ilmu-ilmu agama. Maka berkembanglah Abu Daud dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits, sehingga beliau mengadakan perjalanan (Rihlah) dalam mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun.
Beliau memulai perjalanannya ke Baghdad (Iraq) pada tahun 220 H dan menemui kematian Imam Affan bin Muslim, sebagaimana yang beliau katakan: ”Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkan nya” (Tarikh Al Baghdady 9/56). Walaupun sebelumnya beliau telah pergi ke negeri-negeri tetangga Sajistaan, seperti khurasan, Baghlan, Harron, Roi dan Naisabur.
Setelah beliau masuk kota Baghdad, beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk tinggal dan menetap di Bashrah, dan beliau menerimanya, akan tetapi hal itu tidak membuat beliau berhenti dalam mencari hadits, bahkan pada tahun 221 H beliau datang ke Kufah dan mengambil hadits dari Al Hafidz Al Hasan bin Rabi’ Al Bajaly dan Al Hafidz Ahmad bin Abdillah bin Yunus Al Yarbu’iy (mereka berdua termasuk dalam guru-gurunya Imam Muslim). dan sebelumnya beliau berkelana ke makkah dan meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Maslamah Al Qa’naby (Wafat tahun 221 H), demikian juga ke Damaskus (ibu kota Suria sekarang) dan mengambil hadits dari Ishaq bin Ibrahim Al Faradisy dan Hisyam bin Ammaar, lalu pada tahun 224 H pergi ke Himshi dan mengambil hadits dari Imam Hayawah bin Syuraih Al Himshy, dan mengambil hadits dari Ibu Ja’far An Nafiry di Harrun juga pergi ke Halab dan mengambil hadits dari Abu Taubah Rabi’ bin Nafi’ Al Halab, lalu berkelana ke Mesir dan mengambil hadits dari Ahmad bin Shaleh Ath Thabary, kemudian beliau tidak berhenti mencari ilmu di negeri-negeri teresebut bahkan sering sekali bepergian ke Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal disana dan menerima serta menimba ilmu darinya.Walaupun demikian beliaupun mendengar dan menerima ilmu dari ulama-ulama Bashrah, seperti: Abu Salamah At Tabudzaky, Abul Walid Ath Thayalisy dan yang lain-lainnya.
Karena itulah beliau menjadi seorang imam ahlil hadits yang terkenal banyak berkelana dalam mencari ilmu.
Dan diantara mereka yang cukup terkenal adalah:
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab hadits yang paling autentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits lemah (yang sebagian ditandai beliau, sebagian tidak).
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau, di antaranya Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i. Al Khataby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqh daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur'an dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab lain lagi. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud" sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Ia adalah imam dari imam-imam Ahlussunnah wal Jamaah yang hidup di Bashrah kota berkembangnya kelompok Qadariyah,demikian juga berkembang disana pemikiran Khawarij, Mu'tazilah, Murji'ah dan Syi'ah Rafidhah serta Jahmiyah dan lain-lainnya, tetapi walaupun demikian beliau tetap dalam keistiqamahan diatas Sunnah dan beliaupun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar, demikian pula bantahan beliau atas Khawarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij, dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam yang telah disampaikan olah Rasulullah. Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang terdapat padanya bantahan-bantahan beliau terhadap Jahmiyah, Murji'ah dan Mu'tazilah.
- 2. Perkembangan keilmuannya.
Keluarga beliau adalah keluarga yang terdidik dalam kecintaan terhadap hadits-hadits
Rasulullah dan ilmu-ilmunya. Bapak beliau yaitu Al Asy’ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy’ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahlil hadits. Dan ini merupakan satu modal yang sangat berperan besar dalam perkembangan dan arahan beliau di masa-masa perkembangan keilmuan dan keahliannya dalam hadits dan ilmu-ilmunya yang lain dari ilmu-ilmu agama. Maka berkembanglah Abu Daud dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits, sehingga beliau mengadakan perjalanan (Rihlah) dalam mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun.
Beliau memulai perjalanannya ke Baghdad (Iraq) pada tahun 220 H dan menemui kematian Imam Affan bin Muslim, sebagaimana yang beliau katakan: ”Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkan nya” (Tarikh Al Baghdady 9/56). Walaupun sebelumnya beliau telah pergi ke negeri-negeri tetangga Sajistaan, seperti khurasan, Baghlan, Harron, Roi dan Naisabur.
Setelah beliau masuk kota Baghdad, beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk tinggal dan menetap di Bashrah, dan beliau menerimanya, akan tetapi hal itu tidak membuat beliau berhenti dalam mencari hadits, bahkan pada tahun 221 H beliau datang ke Kufah dan mengambil hadits dari Al Hafidz Al Hasan bin Rabi’ Al Bajaly dan Al Hafidz Ahmad bin Abdillah bin Yunus Al Yarbu’iy (mereka berdua termasuk dalam guru-gurunya Imam Muslim). dan sebelumnya beliau berkelana ke makkah dan meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Maslamah Al Qa’naby (Wafat tahun 221 H), demikian juga ke Damaskus (ibu kota Suria sekarang) dan mengambil hadits dari Ishaq bin Ibrahim Al Faradisy dan Hisyam bin Ammaar, lalu pada tahun 224 H pergi ke Himshi dan mengambil hadits dari Imam Hayawah bin Syuraih Al Himshy, dan mengambil hadits dari Ibu Ja’far An Nafiry di Harrun juga pergi ke Halab dan mengambil hadits dari Abu Taubah Rabi’ bin Nafi’ Al Halab, lalu berkelana ke Mesir dan mengambil hadits dari Ahmad bin Shaleh Ath Thabary, kemudian beliau tidak berhenti mencari ilmu di negeri-negeri teresebut bahkan sering sekali bepergian ke Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal disana dan menerima serta menimba ilmu darinya.Walaupun demikian beliaupun mendengar dan menerima ilmu dari ulama-ulama Bashrah, seperti: Abu Salamah At Tabudzaky, Abul Walid Ath Thayalisy dan yang lain-lainnya.
Karena itulah beliau menjadi seorang imam ahlil hadits yang terkenal banyak berkelana dalam mencari ilmu.
- 3. Guru-Guru Beliau.
Dan diantara mereka yang cukup terkenal adalah:
- Imam Ahmad bn Hambal
- Ishaq bin Ibrahim bin Rahuyah
- Ali bin Al Madiny
- Yahya bin Ma’in
- Abu Bakr ibnu Abi Syaibah
- Muhammad bin Yahya Adz Dzuhly
- Abu Taubah Rabi’ bin Nafi’ Al Halaby
- Abdullah bin Maslamah Al Qa’naby
- Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb
- Ahmad bin Shaleh Al Mishry
- Hayuwah bin syuraih
- Abu Mu’awiyah Muhammad bin Hazim Adh Dharir
- Abu Rabi’ Sulaiman bin Daud Az Zahrany
- Qutaibah bin Sa’di bin Jamil Al Baghlany. (LihatTahdzibul Kamal 11/358-359).
- 4. Murid-Murid Beliau.
- Abu ‘Isa At Tirmidzy
- An Nasa’iy
- Abu Ubaid Al Ajury
- Abu Thayib Ahmad bin Ibrahim Al Baghdady (Perawi sunan Abi Daud dari beliau).
- Abu ‘Amr Ahmad bin Ali Al Bashry (perawi kitab sunan dari beliau).
- Abu Bakr Ahmad bin Mauhammad Al Khallal Al Faqih.
- Isma’il bin Muhammad Ash Shafar.
- Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau).
- Zakariya bin Yahya As Saajy.
- Abu Bakr Ibnu Abi Dunya.
- Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau).
- Ali bin Hasan bin Al ‘Abd Al Anshary (perawi sunan dari beliau).
- Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau).
- Abu ‘Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu’lu’y (perawi sunan dari beliau).
- Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub Al Matutsy Al Bashry (perawi kitab Al Qadar dari beliau). Dan lain-lainnya (lihat Siyar A’lam An Nubala’ 13/206 dan Tahdzibul Kamal 11/360 ).
- 5. Penyusunan Sunan Abu Daud
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab hadits yang paling autentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits lemah (yang sebagian ditandai beliau, sebagian tidak).
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau, di antaranya Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i. Al Khataby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqh daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur'an dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab lain lagi. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud" sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Ia adalah imam dari imam-imam Ahlussunnah wal Jamaah yang hidup di Bashrah kota berkembangnya kelompok Qadariyah,demikian juga berkembang disana pemikiran Khawarij, Mu'tazilah, Murji'ah dan Syi'ah Rafidhah serta Jahmiyah dan lain-lainnya, tetapi walaupun demikian beliau tetap dalam keistiqamahan diatas Sunnah dan beliaupun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar, demikian pula bantahan beliau atas Khawarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij, dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam yang telah disampaikan olah Rasulullah. Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang terdapat padanya bantahan-bantahan beliau terhadap Jahmiyah, Murji'ah dan Mu'tazilah.
- 6. Karya-Karya Abu Daud
Karya-karya Abu Dawud Di antara karya-karya Abu Dawud adalah:
- Al-Marasil. Kitab ini merupakan kumpulan hadits-hadits mursal (gugur perawinya), yang disusum secara tematik,adapaun jumlah haditsnya adalah 600 buah.
- Masa’il al Imam Ahmad
- Al-Nasikh wa al-Mansukh
- Risalah fi Wasf Kitab al-Sunad
- Al-zuhud
- Ijabat al-Salawat al-Ajjurri
- As’ilah Ahmad bin Hambal
- Tasmiyah al Akhwan
- Qaul Qadar
- Al-Ba’as wa al-Nusyur
- Al-Masa’il allati Halafa ‘Alaihi al-Imam Ahmad
- Dala’il al-Nubuwat
- Fada’il al-Ansar
- Musnad Malik
- Al-Du’a
- Ibtida’ al-Wahyi
- Al-Tafarrud fi al-Sunan
- Akhbar al-Khawarij
- A’lam al-Nubuwwat
- Sunan Abu Dawud
- 7. Pujian Dan Sanjungan Para Ulama Terhadapnya.
- Berkata Imam Al Khallal : ”Imam Abu Daud adalah imam yang dikedepankan pada zamannya”
- Berkata Ibnu Hibban : ”Abu Daud termasuk salah satu imam dunia dalam ilmu dan fiqih” (Thabaqat As Syafi’iyah 2/293).
- Berkata Musa bin Harun : ”Abu Daud diciptakan di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk Syurga dan tidak aku melihat seorangpun lebih utama darinya”. (Thabaqatus Syafi’iyah 2/295).
- Berkata Al Hakim: ”Beliau adalah imam ahlil hadits di zamannya tanpa gugatan”
- Berkata Imam Nawawy: “Para ulama telah sepakat memuji Abu Daud dan mensifatinya dengan ilmu yang banyak, kekuatan (hapalan), wara’, agama (kesholehan) dan kuat pemahamannya dalam hadits dan yang lainnya”. (Tahdzib Al Asma’ Wal Lughat 2/225)
- Berkata Abu Bakr Ash Shaghany: ”Dilemaskan bagi Abi Daud hadits sebagaimana dilemaskna bagi Daud besi”. (Thabaqatus Syafi’iyah 2/293).
- Ditanya Syeikh islam Ibnu Taimiyah tentang buku-buku haduts dan sebagian pengarangnya seperti Ath Thayalisy dan Abu Daud dan yang lainnya,maka beliau menjawab : ”Adapun Bukhary dan Abu Daud,maka beliau berdua adalah dua orang imam dalam fiqih dari ahli ijtihad.
- Adapun Adz Dzahaby banyak memuji beliau dan diantara pujian beliau adalah ucapannya: ”Abu Daud dengan keimamannya dalam hadits dan ilmu-ilmu yang lainnya, termasuk dari ahli fiqih yang besar, maka kitabnya As Sunan telah jelas menunjukkan hal tersebut”.
- 8. Wafatnya Beliau.
0 comments:
Post a Comment