Beliau adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. Salah satu gelar pujian beliau adalah al-Faruq (elang) yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada beliau. Beliau dilahirkan empat tahun sebelum kelahiran Rasulullah saw. Umur beliau adalah 63 tahun dan beberapa bulan.
A. Proses Pengangkatan Umar bin Khattab.
Seperti yang telah kita sebutkan diatas bahwa Umar bin Khattab r.a diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat secara umum.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka disebut dengan Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah.
Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap penunjukan langsung ini:
B. Dinamika Pemerintahan Umar bin Khattab.
Selanjutnya kehomogenan rakyat negara juga tentu saja akan menuntut suatu prinsip-prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena rakyat tidak hanya terbentuk dari orang-orang Arab, akan tetapi juga beberapa bangsa lainnya seperti Persia yang telah dahulu mengenal agama selain Islam, juga bangsa Afrika yang sebelumnya tidak mengenal Islam. Maka sesuatu yang esensial dari agama Islampun otomatis harus ditemukan agar bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang selain bangsa selain Arab.
Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah paduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat orang-orang pada umumnya.
Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarakat kepada dua kelas, yaitu:
Meskipun pajak itu memang digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan sarana-sarana sosial tapi pajak itu tetap lebih banyak dirasakan oleh elit masyarakat dan penakluk.
Pada masa Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada pembesar-pembesar penakluk. Meskipun Umar adalah orang yang sangat sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan, seperti:
Sumber pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada yang dimiliki oleh perorangan ataupun negara atau daerah untuk kepentingan negara, industri-industri ini adalah seperti industri rumah tangga yang mengolah logam, industri pertanian, pertambangan dan pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah seperti pembangunan jalan, irigasi, pegwai pemerintah dan lain-lain.
Pembangunan irigasi juga sangat berpengaruh dalam pertanian, perkebunan-perkebunan yang luas yang dimiliki oleh perorangan maupun negara atau daerah banyak menghasilkan, lahan-lahan seperti ini adalah hasil rampasan perang yang sebagian menjadi milik perorangan.
Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah :
Motivasi apapun yang terlibat di dalam beberapa penaklukan tersebut, semuanya merupakan perluasan yang telah terencana dengan baik oleh pemerintahan Umar bin Khattab r.a, meskipun sebagian kecilnya berlangsung secara kebetulan.
Beberapa wilayah yang akan ditaklukkan dilihat dari kesuburan tanahnya, kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya untuk menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang ditaklukkan, kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel, selain itu kota ini juga dengan Hijaz, pelabuhan yang sangat penting dan agar bisa menjadi basis penaklukan selanjutnya ke Afrika.
Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah melemah dan hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara kecil yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada masa sebelumnya.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini.
Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara Iran.
Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat distribusi dan administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini.
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
Di dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai ditemukan kata-kata yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan nash, juga makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu sendiri, karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan yang merata tentang sunnah nabi, karena kehati-hatian para sahabat untuk menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan nilai hadist, dan adanya sunnah yang bersifat kondisional.
Selain beberapa alasan diatas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai beberpa kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab, seperti faktor militer, yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor sosial yang semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi.
Berapa ijtihad beliau pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak mendapatkan zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka berhak mendapatkan zakat. Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan Rasulullah saw. pada masa Islam masih lemah.
Pada kasus lain adalah tentang pemotongan tangan bagi pencuri. Pada beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan hukuman ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18 H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam beberapa kisah dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri unta, akan tetapi Umar bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong tangan karena alasan bahwa mereka mencuri karena kelaparan, sebagai gantinya beliau membebankan ganti harga dua kali lipat dengan barang yang mereka curi.
Ijtihad Umar b. Khattab ini, yang berbasis atas keberanian intelektual selanjutnya berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum, yakni ahl ra’yi yang berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di Madinah. Keberanian Umar ini menjadikannya sebagai contoh dan imam tauladan bagi para penganut mazhab ahl ra’yi, yang kemudian pada tingkat yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara ahl hadist lebih mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya dipimpin oleh Imam Malik di Madinah.
Dalam bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah qodhonya, yakni surta yang berisi hukum acara peradilan meskipun masih sederhana. Surat ini ia kirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi qadhi di Kufah. Dalam mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang semacamnya, surat Umar bin Khattab ini dipandang sebagai hukum acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam.
C. Akhir Pemerintahan: Kematian Umar bin Khattab r.a
Banyak keputusan-keputusan baru yang harus diambil oleh oleh khalifah ke-II Umar Bin Khattab (634-644 M). Penyebaran agama Islampun dilaksanakan seiring dengan perluasan wilayah Islam. Banyak orang yang takluk dibawah Islam memeluknya sebagai agama meskipun ada sebahagian dari mereka yang membenci Islam ataupun bangsa Arab yang merupakan penjajah. Umar memerintah dengan tegas dan disiplin, rakyat maupun pegawainya akan dihukum bila terbukti bersalah. Pada akhir pemerintahannya timbul gejala-gejala ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakannya yang disuarakan pertama kalinya oleh mereka yang membeci Islam ataupun bangsa Arab. Hal yang paling menonjol adalah pembagian hasil rampasan perang yang dinilai tidak adil. Tetapi hingga akhir hayatnya tidak ada yang berani mengutarakan secara terang-terangan.
Benarkah terjadi ketidak-puasan terhadap pemerintahan Umar bin Khattab, bisa jadi benar. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah pembunuhan Umar bin Khattab sendiri, beliau dibunuh Abu Lu’luah, seorang Nasrani. Ia megutarakan keberatannya atas pajak yang ia nilai terlalu besar untuknya yang berprofesi sebagai tukang kayu, pelukis, dan pandai besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan tetapi meskipun Umar bin Khattab r.a mendengar keluhannya, beliau tidak mengurangi pajak tersebut karena kabarnya ia juga akan membuka penggilan tepung dengan angin.
Abu Lu’luah ternyata berlalu dengan rasa tidak puas dengan keputusan beliau, hal ini disimpulkan dari jawabannya atas keputusan Umar bin Khattab r.a: “kalau begitu bekerjalah untukku dengan penggilingan itu!”, yang kemudian dijawab: “kalau kamu selamat maka aku akan bekerja untukmu”. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh beliau.
Akan tetapi bila hanya bukti ini yang diajukan untuk mengutarakan bahwa akhir pemerintahan Umar bin Khattab r.a terjadi beberapa ketidak-puasaan terhadapa kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi meskipun begitu, memang faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar bin Khattab r.a.
Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun ke-khalifahannya berjalan selama 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari.
Ada indikasi yang menyatakan bahwa perseturuannya dengan Ali bin Abi Thalib r.a mulai memudar-kalau memang mereka berseteru-, yakni Umar bin Khattab r.a menikahi salah satu putri Ali bin Abi Thalib r.a yakni Ummi Kaltsum, selain itu Ali bin Abi Thalib r.a adalah salah seorang yang turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah meninggal dunia, baik Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a tidak datang kepemakamannya atau ketika Abu Bakar r.a meninggal dunia dimana Ali bin Abi Thalib r.a tidak datang kepemakamannya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah salah satu usaha untuk meredakan perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah dengan mengangkat para pemuka Bani Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan mengirimkannya ke medan perang, agar mereka tidak terlalu memikirkan siapakah sebenarnya yang berhak untuk menjadi khalifah, disamping beliau juga memang menikahi putri Ali bin Abi Thalib r.a.
D. Kontribusi Pemerintahan Umar bin Khattab.
Sepanjang sejarah khilafah rasyidah, ekspansi terluas yang pernah tecapai adalah pada masa Umar bin Khattab r.a. Pada saat beliau meninggal kekuasaannya telah mencapai Alexandria, Najran, Kerman, Khurasan, Rayy, Tabriz dan seluruh Syiria.
Selain itu dalam bidang administrasi, beliau banyak mengadaptasi sistem-sistem pemerintahan dari Sasania, Kostantinopel dan Bizantium. Hal ini memang akibat persentuhannya dengan tiga imperium besar tersebut, dan juga akibat meluasnya wilayah kekuasaan yang memerlukan suatu pengaturan yang lebih rapi.
Mata uang resmi demi memudahkan administrasi negarapun ditetapkan. Selain itu juga sistem tahun hijriah juga beliau tetapkan.
Dalam bidang hukum, beliau juga telah menetapkan qadi-qadi di setiap wilayah, dan juga menetapkan hukum acara peradilannya. Selain itu, Umar bin Khattab r.a adalah orang yang terkenal dengan kekritisannya, banyak munjul ijtihad-ijtihad beliau pada masa pemerintahannya.
Peta Jazirah Arab, kekuasaan Umar bin Khattab r.a berujung di Alexandria, Najran, Kerman, Sijistan, Khurasan, Rayy, Tabriztan, Armenia, hingga Syiria.
================
Ali, K, Study of Islamic Story. Delhi: Idarah Adabiyah, 1980.
Atsir, Ibn, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. II. Beirut: Daar Ashwar, 1965.
________, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. III. Beirut: Daar Ashwar, 1965.
Bacharah, Jere L, A Middle East Studies Handbook. London: Universty Of Washington Press, 1974.
Bakhsh, Khuda, Politics In Islam. India: Idarah Adabiyah Delli, 1975.
Haikal, Husain, Abu Bakar al-Shiddiq, terj. Abdul Kadir Mahdawi. Solo: Pustaka Mantiq, 1994.
Hodgson, Marshall, The Venture Of Islam, jil. I. Chicago: Chichago University Press, 1974.
Jafri, S.H. M, Dari Saqifah Sampai Imamah, terj. Kieraha. Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Ja’far, Abu, Tarikh at-Thabari, jil. III,. Daar Maarif: Kairo, 1963.
_________, Tarikh at-Thabari, jil. IV. Daar Maarif: Kairo, 1963.
Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron, bag. I dan II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan. Jakarta: Mizan, 1996.
Nadwi, Abul Hasan, Kehidupan Nabi Muhammad,terj Yunus Ali Muhdhar. Semarang : as-Syifa, 1992.
Nasution, Harun, e.d, Ensikopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Nujjar, Abdul Wahhab, al-Khulafa’ ar-Rasyidun. Beirut: Daar al-Qalam, 1986.
Nuruddin, Amiur, Ijtihad Umar bin Khattab. Jakarta: Rajawali Press, 1991.
Schacht, Joseph, An Introduction To Islamic Law. Inggris: Oxford Press, 1971.
Shidqi, Hasbiy, Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: PN Bulan Bintang, 1970.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
A. Proses Pengangkatan Umar bin Khattab.
Seperti yang telah kita sebutkan diatas bahwa Umar bin Khattab r.a diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat secara umum.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka disebut dengan Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah.
Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap penunjukan langsung ini:
- kemungkinan besar Abu Bakar khawatir akan terjadi perpecahan dalam tubuh ummat Islam bila pemilihan diserahkan kepada masyarakat seperti yang hampir terjadi pada dirinya.
- bagaimanapun juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah.
- sementara beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran Abu Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi Thalib memotivasi dirinya untuk memilih langsung penggantinya.
B. Dinamika Pemerintahan Umar bin Khattab.
- 1. Agama.
Selanjutnya kehomogenan rakyat negara juga tentu saja akan menuntut suatu prinsip-prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena rakyat tidak hanya terbentuk dari orang-orang Arab, akan tetapi juga beberapa bangsa lainnya seperti Persia yang telah dahulu mengenal agama selain Islam, juga bangsa Afrika yang sebelumnya tidak mengenal Islam. Maka sesuatu yang esensial dari agama Islampun otomatis harus ditemukan agar bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang selain bangsa selain Arab.
Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah paduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat orang-orang pada umumnya.
- 2. Dinamika Sosial.
Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarakat kepada dua kelas, yaitu:
- Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang.
- Kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.
Meskipun pajak itu memang digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan sarana-sarana sosial tapi pajak itu tetap lebih banyak dirasakan oleh elit masyarakat dan penakluk.
Pada masa Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada pembesar-pembesar penakluk. Meskipun Umar adalah orang yang sangat sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan, seperti:
- Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham.
- Abdur Rahman bin Auf mewariskan 80.000-100.000 dirham.
- Sa’ad Ibn Waqqash yang punya villa di dekat Madinah.
- Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000 dinar juga lahan safiyah seharga 30.000.000.dirham.
- 3. Dinamika Ekonomi.
- a. Perdagangan, Industri dan Pertanian.
Sumber pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada yang dimiliki oleh perorangan ataupun negara atau daerah untuk kepentingan negara, industri-industri ini adalah seperti industri rumah tangga yang mengolah logam, industri pertanian, pertambangan dan pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah seperti pembangunan jalan, irigasi, pegwai pemerintah dan lain-lain.
Pembangunan irigasi juga sangat berpengaruh dalam pertanian, perkebunan-perkebunan yang luas yang dimiliki oleh perorangan maupun negara atau daerah banyak menghasilkan, lahan-lahan seperti ini adalah hasil rampasan perang yang sebagian menjadi milik perorangan.
- b. Pajak.
Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah :
- Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat juga.
- Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2 jumlahnya tergantung pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke pasar.
- 4. Dinamika Politik dan Adminstrasi.
Motivasi apapun yang terlibat di dalam beberapa penaklukan tersebut, semuanya merupakan perluasan yang telah terencana dengan baik oleh pemerintahan Umar bin Khattab r.a, meskipun sebagian kecilnya berlangsung secara kebetulan.
Beberapa wilayah yang akan ditaklukkan dilihat dari kesuburan tanahnya, kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya untuk menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang ditaklukkan, kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel, selain itu kota ini juga dengan Hijaz, pelabuhan yang sangat penting dan agar bisa menjadi basis penaklukan selanjutnya ke Afrika.
Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah melemah dan hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara kecil yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada masa sebelumnya.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini.
Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara Iran.
Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat distribusi dan administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini.
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
- a. Ekspansi-Ekspansi Pemeritahan Umar bin Khattab.
- Penaklukkan Syam (13 H), meskipun memang awal serangan dimulai pada masa Abu Bakar, akan tetapi kota ini baru bisa ditaklukkan pada masa awal pemerintahan Umar bin Khattab. Penaklukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid, yang kemudian dipecat oleh Umar bin Khattab r.apada hari kemenangannya.
- Penaklukkan Damasqus oleh Abu Ubaidah yang diteruskan ke Baalbek, Homs dan Hama (13 H).
- Yerussalem (638).
- Caesaria (640) yang berlanjut ke Selatan Syiria, Harran, Edessa dan Nabisin.
- Mesir oleh Amr bin Ash (641 H/20 H) termasuk Heliopolis dan Babylonia, sedangkan Alexandria baru ditaklukkan pada tahun (643).
- Syiria ditaklukkan pada perang Qadisiyah (637 M/14 H).
- serangkaian penaklukan lainnya adalah Mosul (641 M/16 H), Nihawan, Hamadazan (21 H), Rayy (22 H), Isfahan dan kota-kota Utama Iran Barat (644 M), Khurasan (22 H).
- Pasukan lainnya menguasai Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
- Sijistan dan Kerman (23 H)
- b. Kebijakan Politis dan Administratif.
- Ekspansi dan penaklukkan.
- Desentralisasi administrasi.
- Pembangunan fasilitas-fasilitas umum, seperti Masjid, jalan dan bendungan.
- Pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar.
- Memusatkan para sahabat di Madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga.
- Aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap khalifah.
- Membangun kota Kufah dan Bashrah.
- Pemecatan Khalid bin Walid dari kepemimpinannya.
- Pembentukan beberapa jawatan:
- Diwan al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
- Diwan al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di pengadilan.
- Nazarat an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan fasilitas-fasilitas umum.
- Diwan al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ke-tentaraan.
- Baitul Mal sebagai lembaga perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan kas negara. Beberapa tugasnya adalah memberikan tunjangan (al-‘atha) yang merata kepada seluruh rakyat secara merata baik sipil maupaun militer, tapi tentu saja tunjangan ini tidak sama jumlahnya.
- Menciptakan mata uang resmi negara.
- Membentuk ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.
- 5. Dinamika Intelektual.
Di dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai ditemukan kata-kata yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan nash, juga makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu sendiri, karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan yang merata tentang sunnah nabi, karena kehati-hatian para sahabat untuk menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan nilai hadist, dan adanya sunnah yang bersifat kondisional.
Selain beberapa alasan diatas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai beberpa kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab, seperti faktor militer, yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor sosial yang semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi.
Berapa ijtihad beliau pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak mendapatkan zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka berhak mendapatkan zakat. Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan Rasulullah saw. pada masa Islam masih lemah.
Pada kasus lain adalah tentang pemotongan tangan bagi pencuri. Pada beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan hukuman ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18 H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam beberapa kisah dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri unta, akan tetapi Umar bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong tangan karena alasan bahwa mereka mencuri karena kelaparan, sebagai gantinya beliau membebankan ganti harga dua kali lipat dengan barang yang mereka curi.
Ijtihad Umar b. Khattab ini, yang berbasis atas keberanian intelektual selanjutnya berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum, yakni ahl ra’yi yang berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di Madinah. Keberanian Umar ini menjadikannya sebagai contoh dan imam tauladan bagi para penganut mazhab ahl ra’yi, yang kemudian pada tingkat yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara ahl hadist lebih mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya dipimpin oleh Imam Malik di Madinah.
Dalam bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah qodhonya, yakni surta yang berisi hukum acara peradilan meskipun masih sederhana. Surat ini ia kirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi qadhi di Kufah. Dalam mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang semacamnya, surat Umar bin Khattab ini dipandang sebagai hukum acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam.
C. Akhir Pemerintahan: Kematian Umar bin Khattab r.a
Banyak keputusan-keputusan baru yang harus diambil oleh oleh khalifah ke-II Umar Bin Khattab (634-644 M). Penyebaran agama Islampun dilaksanakan seiring dengan perluasan wilayah Islam. Banyak orang yang takluk dibawah Islam memeluknya sebagai agama meskipun ada sebahagian dari mereka yang membenci Islam ataupun bangsa Arab yang merupakan penjajah. Umar memerintah dengan tegas dan disiplin, rakyat maupun pegawainya akan dihukum bila terbukti bersalah. Pada akhir pemerintahannya timbul gejala-gejala ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakannya yang disuarakan pertama kalinya oleh mereka yang membeci Islam ataupun bangsa Arab. Hal yang paling menonjol adalah pembagian hasil rampasan perang yang dinilai tidak adil. Tetapi hingga akhir hayatnya tidak ada yang berani mengutarakan secara terang-terangan.
Benarkah terjadi ketidak-puasan terhadap pemerintahan Umar bin Khattab, bisa jadi benar. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah pembunuhan Umar bin Khattab sendiri, beliau dibunuh Abu Lu’luah, seorang Nasrani. Ia megutarakan keberatannya atas pajak yang ia nilai terlalu besar untuknya yang berprofesi sebagai tukang kayu, pelukis, dan pandai besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan tetapi meskipun Umar bin Khattab r.a mendengar keluhannya, beliau tidak mengurangi pajak tersebut karena kabarnya ia juga akan membuka penggilan tepung dengan angin.
Abu Lu’luah ternyata berlalu dengan rasa tidak puas dengan keputusan beliau, hal ini disimpulkan dari jawabannya atas keputusan Umar bin Khattab r.a: “kalau begitu bekerjalah untukku dengan penggilingan itu!”, yang kemudian dijawab: “kalau kamu selamat maka aku akan bekerja untukmu”. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh beliau.
Akan tetapi bila hanya bukti ini yang diajukan untuk mengutarakan bahwa akhir pemerintahan Umar bin Khattab r.a terjadi beberapa ketidak-puasaan terhadapa kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi meskipun begitu, memang faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar bin Khattab r.a.
Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun ke-khalifahannya berjalan selama 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari.
Ada indikasi yang menyatakan bahwa perseturuannya dengan Ali bin Abi Thalib r.a mulai memudar-kalau memang mereka berseteru-, yakni Umar bin Khattab r.a menikahi salah satu putri Ali bin Abi Thalib r.a yakni Ummi Kaltsum, selain itu Ali bin Abi Thalib r.a adalah salah seorang yang turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah meninggal dunia, baik Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a tidak datang kepemakamannya atau ketika Abu Bakar r.a meninggal dunia dimana Ali bin Abi Thalib r.a tidak datang kepemakamannya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah salah satu usaha untuk meredakan perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah dengan mengangkat para pemuka Bani Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan mengirimkannya ke medan perang, agar mereka tidak terlalu memikirkan siapakah sebenarnya yang berhak untuk menjadi khalifah, disamping beliau juga memang menikahi putri Ali bin Abi Thalib r.a.
D. Kontribusi Pemerintahan Umar bin Khattab.
Sepanjang sejarah khilafah rasyidah, ekspansi terluas yang pernah tecapai adalah pada masa Umar bin Khattab r.a. Pada saat beliau meninggal kekuasaannya telah mencapai Alexandria, Najran, Kerman, Khurasan, Rayy, Tabriz dan seluruh Syiria.
Selain itu dalam bidang administrasi, beliau banyak mengadaptasi sistem-sistem pemerintahan dari Sasania, Kostantinopel dan Bizantium. Hal ini memang akibat persentuhannya dengan tiga imperium besar tersebut, dan juga akibat meluasnya wilayah kekuasaan yang memerlukan suatu pengaturan yang lebih rapi.
Mata uang resmi demi memudahkan administrasi negarapun ditetapkan. Selain itu juga sistem tahun hijriah juga beliau tetapkan.
Dalam bidang hukum, beliau juga telah menetapkan qadi-qadi di setiap wilayah, dan juga menetapkan hukum acara peradilannya. Selain itu, Umar bin Khattab r.a adalah orang yang terkenal dengan kekritisannya, banyak munjul ijtihad-ijtihad beliau pada masa pemerintahannya.
Peta Jazirah Arab, kekuasaan Umar bin Khattab r.a berujung di Alexandria, Najran, Kerman, Sijistan, Khurasan, Rayy, Tabriztan, Armenia, hingga Syiria.
================
Ali, K, Study of Islamic Story. Delhi: Idarah Adabiyah, 1980.
Atsir, Ibn, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. II. Beirut: Daar Ashwar, 1965.
________, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. III. Beirut: Daar Ashwar, 1965.
Bacharah, Jere L, A Middle East Studies Handbook. London: Universty Of Washington Press, 1974.
Bakhsh, Khuda, Politics In Islam. India: Idarah Adabiyah Delli, 1975.
Haikal, Husain, Abu Bakar al-Shiddiq, terj. Abdul Kadir Mahdawi. Solo: Pustaka Mantiq, 1994.
Hodgson, Marshall, The Venture Of Islam, jil. I. Chicago: Chichago University Press, 1974.
Jafri, S.H. M, Dari Saqifah Sampai Imamah, terj. Kieraha. Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Ja’far, Abu, Tarikh at-Thabari, jil. III,. Daar Maarif: Kairo, 1963.
_________, Tarikh at-Thabari, jil. IV. Daar Maarif: Kairo, 1963.
Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron, bag. I dan II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan. Jakarta: Mizan, 1996.
Nadwi, Abul Hasan, Kehidupan Nabi Muhammad,terj Yunus Ali Muhdhar. Semarang : as-Syifa, 1992.
Nasution, Harun, e.d, Ensikopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Nujjar, Abdul Wahhab, al-Khulafa’ ar-Rasyidun. Beirut: Daar al-Qalam, 1986.
Nuruddin, Amiur, Ijtihad Umar bin Khattab. Jakarta: Rajawali Press, 1991.
Schacht, Joseph, An Introduction To Islamic Law. Inggris: Oxford Press, 1971.
Shidqi, Hasbiy, Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: PN Bulan Bintang, 1970.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
0 comments:
Post a Comment