Saudah binti Zam'ah, Sang Ummul Mukminin

Republika – Kam, 16 Feb 2012

Saudah binti Zam’ah, perempuan yang namanya tidak sepopuler istri-istri Nabi Muhammad SAW seperti Khadijah binti Khuwailid dan Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Namun kedudukannya sederajat, sama-sama mulia di sisi Allah dan Rasulullah. Dia ikut berjihad di jalan Allah, dan termasuk perempuan yang hijrah dari Makkah ke Habbasyah, lalu hijrah dari Makkah ke Madinah. Perjalanan hidupnya penuh dengan keteladan yang patut diikuti, terutama kaum Muslimah.

Putri dari Zam’ah bin Qais dan Syamusy binti Qais bin Zaid An-Najjariyyah ini berasal dari suku Quraisy Amiriyah. Sejak kecil ia memiliki sifat-sifat menonjol yang berbeda dibandingkan anggota keluarga yang lain.

Saudah perempuan cerdas, dan memiliki wawasan luas. Kecemerlangan pikiran dan hatinya menggiring Saudah mendapat hidayah. Dia cepat memahami ajaran Islam yang diperkenalkan suaminya, Syukran bin Amr, yang mendapat hidayah saat Rasulullah menyebarkan Islam terang-terangan.

Sayangnya, keislaman Syukran bersama istri dan kaum Muslimin saat itu tidak mendapat sambutan dari penganut agama nenek moyang. Mereka dihina, dianiaya, bahkan dikucilkan dari keluarga.

Dalam kondisi yang serba tertekan ini, Syukran bersama kaum Muslimin mengadu kepada Rasulullah. Demi keselamatan mereka, Rasulullah menyarankan segera hijrah dari Makkah ke Habbasyah. Nasehat tersebut diamini, lalu mereka segera hijrah ke tempat yang disarankan Rasulullah.

Demi Islam yang diyakini, Saudah mengikuti suami hijrah ke Habbasyah. Walaupun perasaannya berat meninggalkan kampung halaman, termasuk ayah dan keluarganya yang belum mendapat hidayah. Sebelumnya, sudah ada rombongan yang hijrah lebih dulu ke Abbasyah, di antaranya Utsman bin Affan bersama istrinya Ruqayah binti Muhammad SAW.

Singkatnya, selama di Habbasyah mereka mendapat sambutan yang baik dari raja setempat. Mereka menjadi tamu raja, padahal petinggi Habbasyah bukan pemeluk Islam. Kabar mengejutkan sekaligus menggembirakan muncul ketika pemuka Quraisy yang disegani, Umar bin Khathab, masuk Islam. Umat Islam di Habbasyah berharap bisa kembali ke Makkah dan dijamin selamat dari gangguan kaum Quraisy.

Syukran bin Amr dan Saudah termasuk rombongan yang ikut kembali ke Makkah. Di perjalanan, suami Saudah yang juga anak dari pamannya ini jatuh sakit. Dia meninggal dunia di tengah perjalanan dari Habbasyah menuju Makkah. Betapa sedihnya Saudah kehilangan suami yang selalu bersamanya jihad di jalan Allah.

Janda Saudah binti Zam'ah adalah perempuan pertama yang dinikahi Nabi Muhammad SAW setelah Khadijah wafat.

Diriwayatkan, saat itu para sahabat memerhatikan kesendirian Rasulullah sepeninggal istri tercintanya. Barangkali dengan pernikahan dapat menghibur dan mengurus Rasulullah, serta putri-putrinya. Namun, siapa yang berani menyampaikan usulan tersebut kepada Rasulullah?

Khaulah binti Hakim yang berani menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Berbagai sumber menjelaskan, perempuan ini mengajukan nama Aisyah binti Abu Bakar sebagai calon istri Nabi. Namun usianya masih kecil, sehingga baru dipinang lebih dulu, dan menikahinya menunggu hingga cukup. Selama masa menunggu tersebut, Saudah yang dipilih sebagai istri Rasulullah.

Dibandingkan dengan Aisyah, Saudah binti Zam’ah jauh lebih tua. Usianya saat itu mencapai 55 tahun. Ia juga bukan perempuan yang kaya raya seperti Khadijah. Tubuhnya tinggi besar, dan tidak cantik. Namun, Rasulullah tetap memilih Saudah sebagai istrinya. Di mata Rasulullah, Saudah sosok perempuan yang sabar, mujahidah yang ikut hijrah bersama kaum Muslimin, dan mampu menjadi pemimpin di rumah ayahnya yang masih musyik.

Rasulullah meminta Khaulah menyampaikan niat baiknya itu kepada Saudah. Ketika bertemu Saudah, Khaulah dengan gembira berkata, "Apa gerangan yang telah engkau perbuat sehingga Allah memberkahimu dengan nikmat yang sebesar ini?"

Saudah tidak pernah memimpikan kehormatan sebesar itu, terutama setelah orang-orang mencampakkan karena kematian suaminya. Saudah menyetujui pinangan Rasulullah, dan meminta Khaulah menemui ayahnya, Zam’ah bin Qais. Pernikahan Rasulullah dengan Saudah dilangsungkan dengan baik pada bulan Syawal tahun ke 10 Nubuwah.

Saudah dikenal sebagai perempuan yang suka bersedekah dan berbudi luhur. Sedangkan sebagai istri, dia suka menyenangkan suami dengan kesegaran candanya.

Diriwayatkan oleh Ibrahim An-Nakha’i, bahwasannya Saudah berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, tadi malam aku shalat di belakangmu, ketika rukuk punggungmu menyentuh hidungku dengan keras, maka aku pegang hidungku karena takut kalau keluar darah." Mendengar itu, Rasulullah tertawa.

Sebagai ibu rumah tangga, Saudah tinggal kediaman Rasulullah sampai Aisyah datang menjadi istri Nabi. Usianya yang sudah lanjut membuatnya iklas waktu kebersamaan dengan Rasulullah diserahkan kepada Aisyah. Walaupun begitu, ia tetap bekerja keras mengurus rumah hingga Nabi wafat.

Aisyah sering menyebut kebaikan dan memuji Saudah. "Tidak seorang pun yang lebih aku sukai dalam dirinya daripada Saudah binti Zam’ah, hanya saja dia agak keras wataknya," kata Aisyah dalam sebuah riwayat.

Semasa hidupnya, Saudah termasuk istri Rasulullah yang banyak menghafal dan menyampaikan hadist-hadist Nabi. Ia wafat di akhir kekhalifahan Umar bin Khathab di Madinah tahun 54 Hijriyah. Sebelum dia meninggal, dia mewasiatkan rumahnya kepada Aisyah.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger