As-Sunnah Sebagai Sumber dan Dalil Syara'

A. Pengertian Sunnah
Arti sunnah dari segi bahasa adalah jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan, tanpa mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik atau buruk. Arti tersebut bisa ditemukan dalam sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi:

مَنْ سَنَّ فِى الْإِسْلآمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهُ وَأَجْرُمَنْ عَــمِلَ بِهَـا مِنْ بَعْدِهِ.
Artinya:
“Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam Islam maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya.”
(H.R. Muslim) (Al-Khatib:17)

Sunnah secara etimologi berarti cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji, sunnah lebih umum di sebut dengan hadits yang mempunyai beberapa arti secara etimologis, yaitu: Qarib artinya dekat, Jadid baru, dan khabar artinya berita atau warta. Seperti tersebut dalam firman Allah SWT. surat At-thur:34.

فَلْيَـأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِثْلِـــهِ إِنْ كَانُوْا صَادِقِيْنَ. ( الطور : 43 )
Artinya:
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al-Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar.”

Secara terminologi, pengertian sunah bisa dilihat dari tiga disiplin ilmu;
1. Ilmu Hadits, para ahli hadits mengidentikkan sunnah dengan hadits, yaitu sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
2. Ilmu ushul fiqh menurut ulama ahli ushul fiqh, sunnah adalah segala yang diriwayatkan oleh nabi SAW. berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
3. Ilmu fiqh pengertian sunnah menurut ahli fiqh hampir sama dengan pengertian yang dikemukakan oleh ahli ushul fiqh. Akan tetapi, istilah sunnah dalam fiqh juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi, yang berarti suatu perbuatan yang akan mendapatkan pahala bila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.


B. Tingkat Kekuatan/Kehujahan Sunnah.
Tidak ada perbedaan pendapat jumhur ulama tentang sunnah Rasul sebagai sumber hukum yang kedua sesudah Al-Qur’an di dalam menetapkan suatu keputusan hukum, seperti menghalalkan atau mengharamkan sesuatu. Kekuatannya sama dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu, wajib oleh umat islam menerima dan mengamalkan apa-apa yang terkandung di dalamnya selama hadits itu sah dari Rasulullah SAW. Namun mereka berbeda pendapat dalam menilai keshahihan suatu hadits.

1. Kehujahan Sunah berdasakan ayat Al-Qur’an:

وَمَــااَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَــا نَهَـاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا ( الحشر : 7 )
Artinya:
“Apa-apa yang diberikan Rasulullah kepadamu maka terimalah. dan apa-apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”

يَـــا اَيـُّهَا الَّذِيْــنَ أَمَنُوْا أَطِيْـــعُوْااللهَ وَأَطِيْــعُواالرَّسُوْلَــــ ... ( النســـاء : 59 )

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah RasulNya...”

مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَــــ فَقَدْ اَطَـــاعَ اللهَ. ( النســـاء : 8 )

Artinya:
“Barang siapa yang menaati Rasulullah itu, sesungguhnya iya telah menaati Allah.

2. Kehujahan Sunnah berdasarkan Hadits Rasul

عَنْ مُعَاذِبْنِ جَبَلٍ اَنَّ رَسُوْلَـــ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمِيْنِ قَالَــــ: كَيْفَ تَضَعُ إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَـــاءٌ؟ قَالَـــ: أَقْضِيْ بِمَا فِى كِتَابِ اللهِ، قَالَـــ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِى كِتَابِ اللهِ؟ قَالَـــ: بِسُـــنَّةِ رَسُوْلِـــ اللهِ، قَالَـــ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِى سُنَّــةِ رَسُوْلِـــ اللهِ؟ قَالَـــ: اَجْتَحِدُ بِرَأْيِى، قَالَـــ: فَضَرَبَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْـــهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ ثُــــمَّ قَالَـــ: اَلْحَمْدُلِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ رَسُوْلَـــ رَسُوْلِـــ لِمَا يَرْضَى بِهِ رَسُوْلُـــ اللهِ.
Artinya:
“Dari Mu’az bin Jabal, sesungguhnya Rasulullah SAW. tatkala mengutus Mu’az bin Jabal untuk menjadi qadzi di Yaman, Nabi berkata kepadanya, “Bagaimana sikapmu Mu’az kalau ada suatu perkara yang dihadapkan kepadamu?”. Jawab Muaz, “ saya akan selesaikan dengan ayat Allah (Al-Qur’an)”. Kalau engkau tidak menemukannya di dalam Al-Qur’an? Tanya Nabi. “saya akan selesaikan dengan sunah RasulNya”, jawab Mu’az. Kalau engkau tidak menemukan didalam sunnah? Tanya Nabi lagi, “saya akan berijtihad”, jawab Mu’az pula. Kemudian Nabi menepuk dadanya sambil berkata segala puji bagi Allah yang memberikan taufik kepada utusan Rasulullah yang di ridhai olehNya.”


C. Dilalah (Petunjuk) Sunah
Ditinjau dari segi petunjuknya (dilalah), hadits sama dengan Al Qur”an, yaitu bisa qath’iah dilalah dan bisa zhannyah dilalah. Demikian juga dari segi tsubut, ada yang qat’i dan ada yang zhanni. Kebanyakan ulama menyepakati pembagian tersebut, namun dalam aplikasinya berbeda-beda.
Menurut pembagian para ulama hanafiah, ditinjau dari segi periwayatannya dibagi menjadi hadits mutawatir, hadits masyshur dan hadits ahad. Menurut jumhur hadis dibagi menjadi dua, yaitu mutawatir dan hadits ahad.

Dalam kaitannya antara nisbat as-sunah berfungsi menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan juga sebagai penguat. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai kedudukan as-sunnah terhadap Al-Qur’an apabila as-sunnah itu tidak sejalan dengan zhahir ayat Al-Qur’an.

Menurut ulama Hanafiyah,hadits ahad dapat di terima apa bila memenuhi tiga persyaratan yaitu:
1. perbuatan perawi tidak menyalahi riwayatnya itu.
2. riwayat itu ( kandungan hadis) bukan hal yang umum terjadi dan layak diketahui orang.

Malikiah menerima hadits ahad selama tidak bertentangan dengan amalan ulama madinah. Karna menurut imam imam malik, amalan ulama madinah merupakan riwayat rasullah. Riwayat jamaah dari jamaah lebih utama dari riwayat satu orang dari satu orang (hadits ahad) berdasarkan hal itu, mereka tidak menerima khiyar majlis, karna bertentangan dengan kelakuan di madinah.

Madzhab asy syafi’i dalam menerima hadis ahad mensyaratkan empat syarat:
1. perawinya tsiqat dan terkenal shidiq.
2. perawinya cerdik dan memahami isi hadis yang diriwatkannya.
3. periwayatannya dengan riwayat bil al lafzi,bukan riwayat bi al makna.
4. periwayatnya tidak menyalahi hadis ahl il mi( al midi,1 1968:178).

D. Kedudukan Sunah Terhadap Al-Qur’an
Sunah merupakan sumber kedua setelah Al-Qur’an. Karena sunah merupakan penjelas dari al-Qur’an, maka yang dijelaskan berkedudukan lebih tinggi daripada yang menjelaskan. Namun demikian, kedudukan sunah terhadap Al-Qur’an sekurang-kurangnya ada tiga hal berikut ini.

1. Sunah sebagai ta’kid (penguat) Al-Qur’an
Hukum Islam disandarkan kepada dua sumber, yaitu Al-Qur’an dan sunah. Tidak heran kalau banyak sekali sunah yang menerangkan tentang kewajiban shalat, zakat, puasa, larangan musyrik, dan lain-lain.

2. Sunah sebagai penjelas Al-Qur’an
Sunah adalah penjelas (bayanu Tasyri’) sesuai dengan firman Allah surat an-Nahl ayat 44:

وَأَنْزَلْنَـا إِلَيْكَ الذِّكْـــرَلِتُبَــيِّنَ لِلنَّـاسِ مَانُزِّلَــ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّـرُوْنَ. (النـحل : 44 )
Artinya:
“Telah Kami turunkan kitab kepadamu untuk memberikan penjelasan tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka, supaya mereka berfikir. (Q.S. An-Nahl : 44)

Diakui bahwa sebagian umat Islam tidak mau menerima Sunah, padahal dari mana mereka mengetahui bahwa shalat Zhuhur itu empat raka’at, maghrib tiga raka’at, dan sebagainya kalau bukan dari sunah.

Maka jelaslah bahwa sunah itu berperan penting dalam menjelaskan maksud-maksud yang terkandung dalam Al-Qur’an, sehingga dapat menghilangkan kekeliruan dalam memahami al-Qur’an.

Penjelasan sunah terhadap al-Qur’an dapat dikategorikan menjadi tiga bagian:
a. Penjelasan terhadap hal yang global, seperti diperintahkannya shalat dalam Al-Qur’an tidak diiringi penjelasan mengenai rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan shalat lainnya. Maka hal itu dijelaskan oleh sunah sebagaimana sabda Rasulullah SAW.:

صَلُّوْاكَمَــا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّى.
Artinya:
“Shalatlah kamu semua, segaimana kamu telah melihatku shalat.”

b. Penguat secara mutlaq, Sunah merupakan penguat terhadap dalil-dalil umum yang ada dalam al-Qur’an.
c. Sunah sebagai takhsis terhadap dalil-dalil Al-Qur’an yang masih umum.

3. Sebagai musyar’I (Pembuat Syari’at)
Sunah tidak diragukan lagi merupakan pembuat syari’at dari yang tidak ada dalam al-Qur’an, misalnya diwajibkannya zakat fitrah, disunahkan aqiqah, dan lain-lain. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:

1. Sunah itu memuat hal-hal baru yang belum ada dalam Al-Qur’an.
2. Sunah tidak memuat hal-hal baru yang tidak dalam Al-Qur’an, tetapi hanya memuat hal-hal yang ada landasannya dalam al-Qur’an.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger