Tafsir Surat An-Nahl Ayat 91 - 92

A. A Y A T 91 :
.واوفوا بعهد الله اذا عهدتم ولا تنقضوا الايمن بعد توكيدها وقد جعلتم الله عليكم كفيلا ان الله يعلم ما تفعلون
Artinya:
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu Telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Apapun hubungannya, yang jelas ayat ini memerintahkan: tepatilah perjanjian yang telah kamu ikrarkan dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah sesudah kamu meneguhkannya yakni perjanjian-perjanjian yang kamu akui di hadapan Perusuh Allah. Demikian juga sumpah-sumpah kamu yang menyebut nama-Nya. Betapa kamu tidak harus menepatinya sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksi dan pengawas atas diri kamu terhadap sumpah-sumpah dan janji-janji itu. Sesungguhnya allah mengetahui apa yang kamu perbuat, baik niat, ucapan maupun tindakan, dan baik jani, sumpah maupun selainnya, yang nyata maupun yang rahasia.

Yang dimaksud dengan (تنقصوا) membatalkan adalah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kandungan sumpah/janji.

Yang dimaksud dengan (بعهدالله) perjanjian Allah dalam konteks ayat ini antara lain bahkan terutama adalah bai’at yang mereka ikrarkan di hadapan Nabi Muhammad saw.

Firman-Nya: (بعد توكيدها) ada yang memahaminya dalam arti sesudah kamu meneguhkannya. Atas dasar itu, sementara yang menganut faham ini – seperti al-Biqa’i dan al-Qurthubi – memahami kata tersebut sebagai berfungsi mengecualikan apa yang diistilahkan dengan laghwu al-aiman yakni kalimat yang mengandung redaksi sumpah tetapi tidak dimaksudkan oleh pengucapnya sebagai sumpah (baca QS. al-Baqarah [2]: 225).

Ayat ini tidak bertentangan dengan sabda Rasul saw. yang menyatakan bahwa: Sesungguhnya aku, insya Allah, tidak bersumpah dengan suatu sumpah – lalu melihat ada yang lebih baik darinya – kecuali melakukan yang lebih baik dan membatalkan sumpahku dengan mebayar kafarah (HR. Bukhari dan Muslim). Ini tidak bertentangan – tulis Ibn Katsir – karena sumpah yang dimaksud oleh ayat ini adalah yang masuk dalam perjanjian, sedang sumpah yang dimaksud oleh hadits Nabi saw. itu adalah yang merupakan kegiatan perorangan yang berkaitan dengan anjuran atau halangan. Demikian Ibn Katsir. Di sisi lain, pembatalan oleh hadits tersebut adalah pembatalan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keumuman larangan yang dikandung oleh ayat ini dikecualikan dan dipersempit oleh kandungan hadits tersebut.


B. A Y A T 92 :
ولا تكونوا كالتي نقضت غزلها من بعد قوه انكثا تتخذون ايمنكم دخلا بينكم ان تكون امه هي اربي من امه انما يبلوكم الله به وليبينن لكم يوم القيمه ما كنتم فيه تختلفون
Artinya:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah Hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”

Setelah ayat yang lalu memerintahkan menepati janji dan memenuhi sumpah, ayat ini melarang secara tegas membatalkannya sambil mengilustrasikan keburukan pembatalan itu. Pengilustrasian ini merupakan salah satu bentuk penekanan. Memang penegasan tentang perlunya menepati janji merupakan sendi utama tegaknya masyarakat, karena itulah yang memelihara kepercayaan berinteraksi dengan anggota masyarakat. Bila kepercayaan itu hilang, bahkan memudar, maka akan lahir kecurigaan yang merupakan benih kehancuran masyarakat.
Kata (دخلا) dari segi bahasa berarti kerusakan, atau sesuatu yang buruk. Yang dimaksud di sini adalah alat atau penyebab kerusakan. Ini karena dengan bersumpah seseorang menanamkan keyakinan dan ketenangan di hati mitranya, tetapi begitu dia mengingkari sumpahnya, maka hubungan mereka menjadi rusak, tidak lain penyebabnya kecuali sumpah itu yang kini telah diingkari. Dengan demikian, sumpah menjadi alat atau sebab kerusakan hubungan.

Kata (أربى) terambil dari kata (الربو) yaitu tinggi atau berlebih. Dari akar yang sama lahir kata riba yang berarti kelebihan. Kelebihan dimaksud bisa saja dalam arti kuantitas, sehingga bermakna lebih banyak bilangannya, atau kualitasnya yakni lebih tingg kualitas hidupnya dengan harta yang melimpah dan kedudukan yang terhormat.

Ayat di atas menyebut kata (أمة) atau golongan sebanyak dua kali. Banyak pakar tafsir memahami ayat ini berbiacara tentang kelakuan beberapa suku pada masa Jahiliah.



Sayyid Quthub menggarisbawahi, bahwa “Termasuk dalam kecaman ayat ini, pembatalan perjanjian dengan dalih kemaslahatan negara, di mana suatu negara mengikat perjanjian dengan negara atau sekelompok negara-negara tertentu, lalu membatalkan perjanjian itu karena adanya negara lain yang lebih kuat/kaya dari negara pertama atau kelompok negara-negara yang telah terikat dengan perjanjian, pembatan yang didasarkan oleh apa yang dinamai kemaslahatan negara. Islam tidak membenarkan dalih ini dan menekankan perlunya menepati perjanjian. Ini diperhadapkan dengan penolakan terhadap perjanjian atau kerja sama yang tidak berdasar kebajikan dan ketakwaan serta segala macam perjanjian dan kerjasama yang berdasa dosa, kefasikan dan kedurhakaan, pelanggaran hak-hak manusia, serta penindasan terhadap negara dan bangsa-bangsa”.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger