Putri Pukes / Inen Mayak Pukes

Aceh Tengah, adalah sebuah Kabupaten yang terletak tepat nya di tengah-tengah Provinsi Aceh. Kota ini sangat di kenal dengan nama lain, yaitu, dataran tinggi Gayo, dikarenakan letak geografi nya tepat di daerah yang dikelilingi pegunungan. Ibu kota nya bernama Takengon. Di tengah-tengah kota ini terdapat danau, yang dengan memandangnya lidah tanpa di sadari bergerak untuk mengagungkan sang Penciptanya, dan dengan memandang danau ini juga bisa menggetarkan hati kita, yang seraya bersajak “Maha Cantik lagi Maha Indah Engkau wahai Rabb yang menciptakan alam ciptaanMu yang begitu cantik dan indah”. Danau ini di kenal dengan sebutan Danau Laut Tawar.

Banyak cerita legenda yang menyelimuti keindahan Danau ini, seperti legenda beberapa goa. Yang sangat terkenal adalah legenda Putri Pukes. Ceritanya diriwayatkan sebagai legenda antara mitos dan fakta karena sampai sekarang belum ada yang bisa membuktikan kebenaran ceritanya, hanya saja keberadaan Putri Pukes ini sudah turun temurun di ceritakan semenjak dahulu kala. Suasana tempatnya dapat menarik para pelancong dan pengunjung untuk bersinggah, dan ketika kita memasuki Goa ini, keberadaan kita bagaikan di beberapa abad yang silam.

Di dataran tinggi Gayo ini jikalau kita menanyakan “apakah anda tahu tentang Putri Pukes?” maka tak ada seorang pun yang menjawab “tidak”. Memang benar, Tempat wisata Putri Pukes tidak hanya dikenal di Aceh Tengah dan Bener Meriah saja, tetapi juga di kenal sampai ke luar daerah. Bahkan wisatawan asing yang berkunjung ke daerah dataran tinggi Gayo itu tak mau ketinggalan untuk singgah ke tempat wisata legenda tersebut.
Tidak semua orang Gayo mengetahui cerita legenda Putri Pukes, sebagian dari orang Gayo itu mengetahui legenda itu tetapi tidak mengetahui bagaimana ceritanya.

Gua Putri Pukes terletak di sebelah utara, tepatnya di Kampung Mendale, Kecamatan Kebayakan. Dijelaskan, legenda Putri Pukes sangat erat kaitannya dengan tradisi adat perkawinan masyarakat Gayo.

Konon, saat tuah orang tua masih menjadi kenyataan, hiduplah seorang puteri bernama Pukes. Putri Pukes berasal dari kampung Nosar. Puteri Pukes kemudian dipinang oleh seorang pangeran. Sementara pangeran datang dari sebuah kampung di kabupaten Bener Meriah sekarang.

Setelah sang Pangeran Munginte (meminang) sang Putri. Berdasarkan adat setempat. Ketika Upacara adat Turun Caram (mengantar mas kawin) berlangsung, maka disitu ada dijual dan dibeli (kerje berunyak). Dulu bila seorang gadis (beberu) telah sah menjadi istri seorang pria, maka sigadis keluar dari keluarga besarnya (belahnya) untuk mengikuti sang suami. Saat itu adat sangat ketat diterapkan. Bahkan ada larangan sigadis tidak diperkenankan kembali ke tempatnya dilahirkan oleh orangtuanya. Setelah upacara Beguru (mendengar nasehat), keesokan harinya terdengarlah teriakan-teriakan masyarakat yang sedang menyaksikan upacara Mah Bei (mengarak pengantin pria ke rumah pengantin wanita).

Sebelum berangkat menuju rumah keluarga suaminya, pihak keluarga perempuan menyelenggarakan acara adat untuk melepas Putri Pukes. Ia diberi amanah untuk mengabdi kepada suami dan keluarga barunya kelak. Bapak dan Ibunya (ama orom ine) banyak berpesan kepada Putri Pukes. Tetapi satu pesan yang harus ia ingat dan patuhi (Sesuk Pantang) adalah, agar sang anak tidak menoleh ke belakang melihat orangtua, saudara ataupun kampung halamannya. Ia harus meneguhkan keyakinan untuk ikut bersama keluarga sang suami.

Seiring isak tangis keluarga mempelai wanita (Inen Mayak), berangkatlah sang gadis bersama rombongan mempelai laki-laki (Aman Mayak) mengarungi Danau Laut Tawar. Perjalanan mereka menempuh waktu dua hari. Namun kerinduan Putri terhadap keluarganya tak terbendung. Ia lupa akan pantangan dan pesan kedua orang tuanya. Tanpa sengaja ia menoleh ke belakang. Tuah orang tua pun terjadi. Maka apabila Allah berfirman “Kun Fayakun” jadi, maka terjadilah. Tiba-tiba petir menyambar. Hujan turun deras. Putri Pukes dan rombongan segera mencari perlindungan. Mereka berteduh di dalam gua.

Ketika hujan dan badai berhenti, rombongan ini berencana melanjutkan perjalanan. Tapi Putri Pukes menghilang. Semua mencarinya. Beberapa orang masuk lagi ke dalam gua. Saat itu mereka terkejut ketika mendapati Putri Pukes telah jadi batu. Para pengantar pengantin ini segera memberitahu suami Putri Pukes. Menurut adat waktu itu, rombongan pengantin laki-laki tidak boleh bergabung dengan rombongan pengantin perempuan. Bahkan antara pengantin laki-laki dan perempuan tidak boleh berjalan beriringan.

Sang pangeran sangat terpukul saat tahu istrinya telah menjadi batu. Ia menangis dan meratap. “Untuk apa aku hidup. Sekarang tiada artinya aku hidup jika Putri Pukes telah tiada. Lebih baik aku juga menjadi batu,” kata Pangeran. Maka Ia pun menjadi batu.

Begitulah akhir cerita legenda itu. Suaminya ada di atas gunung. Sekitar 200 meter berjalan ke atas. Sekarang goa ini telah menjadi salah satu tempat objek wisata yang mengundang banyak mata untuk menyaksikannya. orang sering mengatakannya dengan nama Putri Pukes, Loyang Pukes (Goa Pukes), Inen Mayak Pukes (Pengantin wanita Pukes). Keabsahan legenda ini masih di selubungi kabut tebal.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger