1. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai artinya “sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan”.[1] Maksudnya “kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan”.[2] “Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat”.[3]
Menurut Sidi Gazalba “nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki”.[4]
Spranger menjelaskan adanya enam orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Enam nilai yang dimaksud adalah “nilai teoretik, nilai ekonomis, nilai estetik, nilai sosial, nilai politik, dan nilai agama”.[5]
Nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku. Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu mengabdi pada Allah. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.
2. Pemerolehan Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai dapat dipersepsi sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata benda, nilai diwakili oleh sejumlah kata benda abstrak seperti keadilan, kejujuran, kebaikan, dan kebenaran. Sedangkan nilai sebagai kata kerja berarti suatu usaha penyadaran diri yang ditujukan pada pencapaian nilai-nilai yang hendak dimiliki. “Dalam teori nilai, nilai sebagai kata benda banyak dijelaskan dalam klasifikasi dan kategorisasi nilai, sedangkan nilai sebagai kata kerja dijelaskan dalam proses perolehan nilai”.[6]
Pemahaman tentang perolehan nilai perlu dipahami secara kontekstual berdasarkan sudut pandang kajiannya dan subyek yang dikaji. “Ketika perolehan nilai dilihat dari sisi moral individu, maka proses tersebut tidak terpisahkan dari proses kehidupan individu dan kehidupan sosial. Demikian pula, ketika kesadaran nilai dilihat dari moral beragama, maka hal itu melibatkan kekuatan ikhtiar manusia dan kebenaran Ilahiyah”.[7]
“Pertama, nilai ada ketika seseorang mengutamakannya karena kebaikan yang ada padanya. Dengan kata lain, sesuatu itu bernilai karena berguna bagi hal tertentu atau bermanfaat untuk tujuan tertentu. Kedua, nilai ada ketika sesuatu itu baik bukan hanya karena sesuatu itu baik untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan karena sesuatu itu sendiri baik. Dengan kata lain, nilai baik sesuatu itu tidak tergantung pada selainnya, tetapi lahir dari karakteristik asli yang ada di dalam dirinya”.[8]
Pandangan tentang kajian nilai-nilai diatas, maka muncullah dua kategori pemerolehan nilai. Ada nilai yang diperoleh atau lahir dikarenakan realitas konkret yang dipahami dengan pikiran, dan ada juga nilai yang diperoleh atas realitas spiritual yaitu kalbu. Kedua nilai ini disebut dengan nilai insaniyah dan nilai ilahiyah. “Nilai insaniyah yaitu nilai hidup yang tumbuh dan berkembang dalam dan dari peradaban manusia, sedangkan nilai ilahiah adalah nilai hidup yang berasal dari ajaran agama”.[9] Maka agama yang dimaksud disini tak lepas kajiannya dengan agama Islam.
Ada dua pembagian besar tentang bentuk-bentuk nilai. “Pertama, nilai dipandang sebagai konsep, dalam arti memberi nilai atau timbangan (to value). Kedua, nilai dipandang sebagai proses penetapan hukum atau penilaian (to evaluate)”.[10] Nilai juga apabila dilihat dari aspek-aspeknya, terbagi kepada dua yaitu aspek normatif dan operatif. “Dilihat dari segi normatif, nilai merupakan pertimbangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, haq dan batil, diridai atau dikutuk oleh Allah. Sedangkan dari perspektif operatif, nilai tersebut mengandung lima pengertian kategorial yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia, yaitu wajib atau fardu, sunah atau mustahab, mubah atau jaiz, makruh atau haram”.[11]
Aspek-aspek pemerolehan nilai tersebut, apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka takkan lepas dari sumber dan landasan Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits (landasan nilai naqli), dikarenakan apa-apa yang terkandung didalam keduanya, lahir dalam karakteristik yang mengandung nilai yang baik. Al-Qur’an diturunkan dari Dzat Yang Maha Baik, dan mengandung nilai-nilai keagamaan yang baik. Sedangkan Al-Hadits merupakan kata-kata, perbuatan, dan penetapan dari utusan-Nya yang sudah pasti pemberi contoh terhadap hal-hal yang bernilai baik itu juga. Selain itu akal dan pikiran (landasan nilai aqli) juga merupakan salah satu cara untuk pemerolehan nilai itu. Karena tujuan berpikir salah satunya yaitu untuk mencari nilai-nilai ilmu yang baik.
Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah, juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menjelaskan “bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga isi Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi pondasi, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan”.[12]
Oleh karena itu, mengingat suatu pendidikan adalah proses pendewasaan anak manusia baik intelektual, emosional maupun spiritual dan akan sangat berpengaruh pada masa depan peserta didik, negara, bangsa dan agama maka harus dilakukan secara terprogram, sistematis, terpadu dan integral. Demikian halnya dengan sumber landasan operasionalnya. Berbicara mengenai pendidikan Islam pasti tidak akan terlepas dari landasan esensial yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits dan akal pikiran.
========================
[1] W.JS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), hal. 677
[2] H. Titus, M.S, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), hal. 122
[3] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Trigenda Karya, 1993), hal. 110
[4] HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hal. 61
[5] Rohmat, Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 32
[6] Rohmat Mulyana, Mengartikulasi Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 47
[7] Rohmat Mulyana, Mengartikulasi Pendidikan ..., hal. 46
[8] Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, Cet. III, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2008), hal. 137
[9] Sembodo Ardi Widodo, Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Cet. III, (Jakarta : Dimas Multima, 2008), hal. 167
[10] Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, Cet. III, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2008), hal. 137
[11] Sembodo Ardi Widodo, Kajian Filsafat ..., hal. 167
[12] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Al Ma’arif, 1989) hal. 19
Nilai artinya “sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan”.[1] Maksudnya “kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan”.[2] “Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat”.[3]
Menurut Sidi Gazalba “nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki”.[4]
Spranger menjelaskan adanya enam orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Enam nilai yang dimaksud adalah “nilai teoretik, nilai ekonomis, nilai estetik, nilai sosial, nilai politik, dan nilai agama”.[5]
Nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku. Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu mengabdi pada Allah. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.
2. Pemerolehan Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai dapat dipersepsi sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata benda, nilai diwakili oleh sejumlah kata benda abstrak seperti keadilan, kejujuran, kebaikan, dan kebenaran. Sedangkan nilai sebagai kata kerja berarti suatu usaha penyadaran diri yang ditujukan pada pencapaian nilai-nilai yang hendak dimiliki. “Dalam teori nilai, nilai sebagai kata benda banyak dijelaskan dalam klasifikasi dan kategorisasi nilai, sedangkan nilai sebagai kata kerja dijelaskan dalam proses perolehan nilai”.[6]
Pemahaman tentang perolehan nilai perlu dipahami secara kontekstual berdasarkan sudut pandang kajiannya dan subyek yang dikaji. “Ketika perolehan nilai dilihat dari sisi moral individu, maka proses tersebut tidak terpisahkan dari proses kehidupan individu dan kehidupan sosial. Demikian pula, ketika kesadaran nilai dilihat dari moral beragama, maka hal itu melibatkan kekuatan ikhtiar manusia dan kebenaran Ilahiyah”.[7]
“Pertama, nilai ada ketika seseorang mengutamakannya karena kebaikan yang ada padanya. Dengan kata lain, sesuatu itu bernilai karena berguna bagi hal tertentu atau bermanfaat untuk tujuan tertentu. Kedua, nilai ada ketika sesuatu itu baik bukan hanya karena sesuatu itu baik untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan karena sesuatu itu sendiri baik. Dengan kata lain, nilai baik sesuatu itu tidak tergantung pada selainnya, tetapi lahir dari karakteristik asli yang ada di dalam dirinya”.[8]
Pandangan tentang kajian nilai-nilai diatas, maka muncullah dua kategori pemerolehan nilai. Ada nilai yang diperoleh atau lahir dikarenakan realitas konkret yang dipahami dengan pikiran, dan ada juga nilai yang diperoleh atas realitas spiritual yaitu kalbu. Kedua nilai ini disebut dengan nilai insaniyah dan nilai ilahiyah. “Nilai insaniyah yaitu nilai hidup yang tumbuh dan berkembang dalam dan dari peradaban manusia, sedangkan nilai ilahiah adalah nilai hidup yang berasal dari ajaran agama”.[9] Maka agama yang dimaksud disini tak lepas kajiannya dengan agama Islam.
Aspek-aspek pemerolehan nilai tersebut, apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka takkan lepas dari sumber dan landasan Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits (landasan nilai naqli), dikarenakan apa-apa yang terkandung didalam keduanya, lahir dalam karakteristik yang mengandung nilai yang baik. Al-Qur’an diturunkan dari Dzat Yang Maha Baik, dan mengandung nilai-nilai keagamaan yang baik. Sedangkan Al-Hadits merupakan kata-kata, perbuatan, dan penetapan dari utusan-Nya yang sudah pasti pemberi contoh terhadap hal-hal yang bernilai baik itu juga. Selain itu akal dan pikiran (landasan nilai aqli) juga merupakan salah satu cara untuk pemerolehan nilai itu. Karena tujuan berpikir salah satunya yaitu untuk mencari nilai-nilai ilmu yang baik.
Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah, juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menjelaskan “bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga isi Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi pondasi, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan”.[12]
Oleh karena itu, mengingat suatu pendidikan adalah proses pendewasaan anak manusia baik intelektual, emosional maupun spiritual dan akan sangat berpengaruh pada masa depan peserta didik, negara, bangsa dan agama maka harus dilakukan secara terprogram, sistematis, terpadu dan integral. Demikian halnya dengan sumber landasan operasionalnya. Berbicara mengenai pendidikan Islam pasti tidak akan terlepas dari landasan esensial yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits dan akal pikiran.
========================
[1] W.JS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), hal. 677
[2] H. Titus, M.S, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), hal. 122
[3] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Trigenda Karya, 1993), hal. 110
[4] HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hal. 61
[5] Rohmat, Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 32
[6] Rohmat Mulyana, Mengartikulasi Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 47
[7] Rohmat Mulyana, Mengartikulasi Pendidikan ..., hal. 46
[8] Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, Cet. III, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2008), hal. 137
[9] Sembodo Ardi Widodo, Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Cet. III, (Jakarta : Dimas Multima, 2008), hal. 167
[10] Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, Cet. III, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2008), hal. 137
[11] Sembodo Ardi Widodo, Kajian Filsafat ..., hal. 167
[12] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Al Ma’arif, 1989) hal. 19
0 comments:
Post a Comment