Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Dalam perjalanannya, dunia pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum, yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor 22 tentang standar isi, Permen Nomor 23 tentang standar kompetensi lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang pelaksanaan kedua Permen tersebut.

Pergantian kurikulum merupakan suatu hal yang biasa dan suatu keniscayaan dalam rangka merespons perkembangan masyarakat yang begitu cepat. Pendidikan harus mampu menyesuaikan dinamika yang berkembang dalam masyarakat, terutama tuntunan dan kebutuhan masyarakat.

A. Kurikulum 1968
Sebelum diterapkan kurikulum 1968, pada tahun 1947 pernah diterapkan Rencana Pelajaran yang pada waktu itu menteri pendidikannya di jabat Mr. Suwandi. Rencana pelajaran 1947 memuat ketentuan yaitu:
  1. Bahasa indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar disekolah
  2. Jumlah mata pelajaran untuk Sekolah Rakyat (SR) yaitu 16 bidang studi, SMP 17 bidang studi, dan SMA 19 bidang studi.
Lahirnya Rencana pelajaran 1947 diawali dari pembenahan sistem per sekolah pasca Indonesia merdeka yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, pembenahan ini baru bisa diterapkan pada tahun 1965 melalui keputusan Presiden Nomor 19 tahun 1965 tentang pokok-pokok sistem Pendidikan Nasional Pancasila. Jiwa kurikulum adalah gotong royong dan demokrasi terpimpin.

Setelah berakhirnya kekuasan Orde lama, keluar ketetapan MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966 yang berisi tujuan pendidikan yaitu membentuk manusia Pancasilain sejati. Dua tahun kemudian lahirlah kurikulum 1968, sebuah pedoman praktis pendidikan yang terstruktur pertama kali. Tujuan pendidikan menurut kurikulum 1968 adalah mempertinggi mental moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta membina/mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

B. Kurikulum 1975
Kurikulum ini ditetapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Letjen TNI Dr. Syarif Thajeb (1973-1978). Ketentuan-ketentuan kurikulum 1975 adalah:
  1. Sifat, Integrated Curriculum Organization
  2. SD mempunyai satu struktur program terdiri atas 9 bidang studi
  3. Pelajaran Ilmu Alam dan Ilmu Hayat menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
  4. Pelajaran Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukur menjadi Matematika
  5. Jumlah mata pelajaran SMP dan SMA menjadi 11 bidang studi
  6. Penjurusan SMA dibagi 3: IPA, IPS, dan Bahasa, dimulai pada permulaan semester II kelas I.
Ketika belum semua sekolah mengimplementasikan kurikulum 1975, mulai dirasakan kurikulum ini tidak bisa mengejar kemajuan pesat masyarakat. Maka kurikulum 1975 diganti oleh kurikulum 1984.

C. Kurikulum 1984
Kurikulum ini ditetapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, seorang ahli sejarah Indonesia. Ketentuan-ketentuan dalam kurikulum 1984 adalah:
  1. Sifat, Content Based Curriculum
  2. Program pelajaran mencakup II bidang studi
  3. Jumlah mata pelajaran SMP menjadi 12 bidang studi
  4. Jumlah mata pelajaran SMA 25 bidang studi untuk program ini, 4 bidang studi untuk program pilihan
  5. penjurusan SMA dibagi lima: Ilmu Fisika, Ilmu Biologi, Ilmu Sosial, Ilmu Budaya, Ilmu Agama
  6. Penjurusan dilakukan dikelas II.
Pada kurikulum 1984 ada penambahan bidang studi, yakni Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Dalam perjalanannya, kurikulum 1984 dianggap oleh banyak sebagai syarat beban sehingga diganti dengan kurikulum 1994 yang lebih sederhana.

D. Kurikulum 1994
Kurikulum ini ditetapkan ketika menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegro, seorang teknokrat yang menimba ilmu di Jerman Barat besama B.J. Habibie. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam kurikulum 1994 adalah:
  1. Bersifat, Objective Based Curriculum
  2. Nama SMP diganti menjadi SLTP dan SMA diganti menjadi SMU
  3. Mata pelajaran PSPB dihapus
  4. Program pengajaran SD dan SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran
  5. Program pengajaran SMU disusun dalam 10 mata pelajaran
  6. Penjurusan SMA dilakukan di kelas II yang terdiri dari Program IPA, Program IPS, dan Program Bahasa.
Ketika reformasi bergulir tahun 1998, kurikulum 1994 mengalami penyesuaian-penyesuaian dalam rangka mengakomodasi tuntunan reformasi. Bersamaan dengan lahirnya undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggantikan Undang-undang nomor 2 tahun 1989, Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional menggagas kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi.

E. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004)
Kurikulum Berbasis Kompetensi lahir ditengah-tengah adanya tuntutan mutu pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia dianggap hanya melahirkan lulusan yang akan menjadi beban negara dan masyarakat, karena kurang ditunjang dengan kompetensi yang memadai ketika terjun dalam masyarakat. Untuk merespons hal tersebut, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional menawarkan kurikulum yang dianggap mampu menjawab problematika seputar rendahnya mutu pendidikan. Karena dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi peserta didik diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi digagas ketika Menteri Pendidikan dijabat oleh Prof. Abdul Malik Fadjar, M.sc. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah:
  1. Bersifat, competency Based Curriculum
  2. Penyebutan SLTP menjadi SMP dan SMU menjadi SMA
  3. Program pengajaran SD disusun dalam 7 mata pelajaran
  4. Program pengajaran SMP disusun dalam 11 mata pelajaran
  5. Program pengajaran SMA disusun dalam 17 mata pelajaran
  6. Penjurusan SMA dilakukan dikelas II, terdiri atas Ilmu Alam, Sosial, dan Bahasa.
F. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini DipdikNas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger