Ilmu Ushul Fiqih adalah “Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqih yang umum dan bagaimana cara mengambil faidah dari dalil-dalil tersebut serta kondisi orang yang mengambil faidah”
Yang dimaksud pembahasan “dalil-dalil Fiqih yang umum” semisal : “perintah menunjukkan hukum wajib”, “larangan menunjukkan hukum haram”, “sah-nya suatu amal menunjukkan amal tersebut telah terlaksana”
Yang dimaksud dengan “bagaimana cara mengambil faidah dari dalil-dalil tersebut” yaitu mengetahui bagaimana mengambil faidah hukum dari dalil-dalilnya dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya seperti seperti lafadz-lafadz umum, khusus, muthlaq, muqoyyad, dalil yang nasikh (menghapus) , Dalil-dalil yang mansukh (terhapus) , dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan “kondisi orang yang mengambil faidah” yaitu mengenal kondisi/keadaan seorang mujtahid. yaitu orang yang dapat mengambil faidah hukum dari dalil-dalil. Disebutkan di dalamnya syarat-syarat ijtihad dan Mujtahid, hukumnya dll.
Adapun Qawaidul Fiqih adalah satu perkara menyeluruh yang dibangun diatasnya bagian besar hukum yang merupakan cabang dari perkara yang menyeluruh tersebut serta dapat dipahami dari perkara menyeluruh tersebut hukum-hukum cabang yang berada di bawahnya.
Contoh dari salah satu Qawaidul Fiqih semisal “Setiap amalan tergantung dari niatnya” maka dari kaidah umum ini dapat diambil hukum terhadap cabang-cabang yang berada di bawahnya baik dalam ibadah seperti sholat,puasa,haji dll ataupun perkara muamalah seperti Jual beli dll
PERBEDAAN ANTARA USHUL FIQIH DAN QOWAIDUL FIQIH
Terdapat beberapa perbedaan antara ushul fiqih dan Qawaidul Fiqih yang disebutkan para ulama, diantaranya yang paling mendasar adalah Ushul Fiqih digunakan untuk memahami dalil kemudian mengambil sisi pendalillan darinya, contohnya ketika seseorang membaca hadits tentang larangan buang air kecil di air yang tergenang, maka orang tersebut langsung mengatakan bahwa hukum buang air kecil di air yang tergenang adalah haram karena dalam ushul Fiqih “Hukum larangan dalam syariat secara asal menunjukkan keharaman” Sehingga bisa dikatakan bahwa kaidah ushul fiqih membutuhkan dalil untuk diterapkan padnya kaidah ushul fiqih tersebut.
Sedangkan Qawaidul Fiqih bisa dikatakan bahwa kaidahnya-kaidahnya dapat langsung diterapkan pada cabang-cabang ibadah dan muamalah yang berada di bawahnya tanpa membutuhkan melihat atau mendatangkan dalil syariat dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena kaidah ushul fiqih sendiri sebagian besar dibangun diatas dalil al-Qur’an dan As-sunnah. Misalkan kaidah Fiqih: “Setiap amalan tergantung pada niatnya” maka kaidah ini sendiri adalah kaidah yang dibangun diatas Lafadz hadits umar bin Khathab Rhadiyallahu ‘anhu.
Lalu ada pula yang disebut Dhawabitul Fiqih, bedanya dengan Qawaidul Fiqih adalah Dhawabitul fiqih hanya dapat diterapkan pada satu cabang atau sebagian kecil cabang bab-bab Fiqih, adapun Qawaidul Fiqih dapat diterapkan pada sebagian besar bab-bab fiqih. Misal dari Dhawabitul Fiqih adalah : “Setiap najis pasti haram” yakni maknanya bahwa setiap sesuatu yang dihukumi najis maka otomatis haram memakan dan meminumnya. Dan kaidah ini hanya mencakup bab bersuci dan bab makan dan minum, bedakan dengan Qawaidul Fiqih yang kaidahnya lebih global dan menyeluruh.
===============
Sumber catatan :
Ushul min Ilmil Ushul, Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullah
Tahqiq dari Qowaid wa Ushul Jami’ah, Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullah
Yang dimaksud pembahasan “dalil-dalil Fiqih yang umum” semisal : “perintah menunjukkan hukum wajib”, “larangan menunjukkan hukum haram”, “sah-nya suatu amal menunjukkan amal tersebut telah terlaksana”
Yang dimaksud dengan “bagaimana cara mengambil faidah dari dalil-dalil tersebut” yaitu mengetahui bagaimana mengambil faidah hukum dari dalil-dalilnya dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya seperti seperti lafadz-lafadz umum, khusus, muthlaq, muqoyyad, dalil yang nasikh (menghapus) , Dalil-dalil yang mansukh (terhapus) , dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan “kondisi orang yang mengambil faidah” yaitu mengenal kondisi/keadaan seorang mujtahid. yaitu orang yang dapat mengambil faidah hukum dari dalil-dalil. Disebutkan di dalamnya syarat-syarat ijtihad dan Mujtahid, hukumnya dll.
Adapun Qawaidul Fiqih adalah satu perkara menyeluruh yang dibangun diatasnya bagian besar hukum yang merupakan cabang dari perkara yang menyeluruh tersebut serta dapat dipahami dari perkara menyeluruh tersebut hukum-hukum cabang yang berada di bawahnya.
Contoh dari salah satu Qawaidul Fiqih semisal “Setiap amalan tergantung dari niatnya” maka dari kaidah umum ini dapat diambil hukum terhadap cabang-cabang yang berada di bawahnya baik dalam ibadah seperti sholat,puasa,haji dll ataupun perkara muamalah seperti Jual beli dll
PERBEDAAN ANTARA USHUL FIQIH DAN QOWAIDUL FIQIH
Terdapat beberapa perbedaan antara ushul fiqih dan Qawaidul Fiqih yang disebutkan para ulama, diantaranya yang paling mendasar adalah Ushul Fiqih digunakan untuk memahami dalil kemudian mengambil sisi pendalillan darinya, contohnya ketika seseorang membaca hadits tentang larangan buang air kecil di air yang tergenang, maka orang tersebut langsung mengatakan bahwa hukum buang air kecil di air yang tergenang adalah haram karena dalam ushul Fiqih “Hukum larangan dalam syariat secara asal menunjukkan keharaman” Sehingga bisa dikatakan bahwa kaidah ushul fiqih membutuhkan dalil untuk diterapkan padnya kaidah ushul fiqih tersebut.
Sedangkan Qawaidul Fiqih bisa dikatakan bahwa kaidahnya-kaidahnya dapat langsung diterapkan pada cabang-cabang ibadah dan muamalah yang berada di bawahnya tanpa membutuhkan melihat atau mendatangkan dalil syariat dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena kaidah ushul fiqih sendiri sebagian besar dibangun diatas dalil al-Qur’an dan As-sunnah. Misalkan kaidah Fiqih: “Setiap amalan tergantung pada niatnya” maka kaidah ini sendiri adalah kaidah yang dibangun diatas Lafadz hadits umar bin Khathab Rhadiyallahu ‘anhu.
Lalu ada pula yang disebut Dhawabitul Fiqih, bedanya dengan Qawaidul Fiqih adalah Dhawabitul fiqih hanya dapat diterapkan pada satu cabang atau sebagian kecil cabang bab-bab Fiqih, adapun Qawaidul Fiqih dapat diterapkan pada sebagian besar bab-bab fiqih. Misal dari Dhawabitul Fiqih adalah : “Setiap najis pasti haram” yakni maknanya bahwa setiap sesuatu yang dihukumi najis maka otomatis haram memakan dan meminumnya. Dan kaidah ini hanya mencakup bab bersuci dan bab makan dan minum, bedakan dengan Qawaidul Fiqih yang kaidahnya lebih global dan menyeluruh.
===============
Sumber catatan :
Ushul min Ilmil Ushul, Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullah
Tahqiq dari Qowaid wa Ushul Jami’ah, Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullah
0 comments:
Post a Comment