Dalam mengawali tulisan ini, kemunculan aliran-aliran baru merupakan wujud dari arus pemikiran manusia pada masa kini. Gerakan pemikiran ini selalu mempengaruhi keadaan manusia baik itu pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Munculnya aliran kepercayaan diawali dari sebuah gerakan-gerakan yang ingin berusaha melakukan rekonstruksi, purifikasi, inovasi, dan lain sebaginya terhadap ajaran-ajaran konvensional dan normatif dalam sebuah agama atau kepercayaan tertentu. Tapi terkadang, usaha-usaha yang dilakukan sering kali menciptakan aliran-aliran yang menyimpang jauh dari agama asalnya, sehingga aliran yang berkembang tersebut akhirnya menciptakan sebuah ajaran-ajaran dan bahkan menimbulkan agama yang baru pula.
Hal ini selalu menjadi problem agama karena tidak bisa disangkal munculnya gerakan pemikiran seperti itu merupakan suatu yang tidak diinginkan terjadi, dapat dicontohkan kemunculan aliran-aliran baru dalam sebuah agama yang dianggap “aneh” oleh sebagian orang, dianggap aliran yang menyesatkan dan menggangu kemapanan agama tertentu. Problem agama seperti ini cenderung menimbulkan konflik, dan setiap konflik memiliki potensi untuk memunculkan aksi kekerasan. Ada kecenderungan opini yang berpendapat bahwa lahirnya aliran-aliran baru ini merupakan sebuah ancaman terhadap stabilitas dan keamanan serta berusaha segera untuk melarangnya.
Sebagai contoh terbaru pada saat ini geliat gerakan dari aliran ahmadiyah, Lia Eden serta aliran baru lainnya, yang mengejutkan masyarakat muslim Indonesia serta menjadi perbincangan dimana-mana dalam beberapa waktu terakhir. Walaupun tidak dapat dipungkiri sejarah telah mencatat bahwa kemunculan aliran-aliran selalu ada dari waktu ke waktu.
Makalah ini nantinya akan memberikan uraian tentang fenomena gerakan pemikiran yang menimbulkan aliran-aliran baru yang ada saat ini, aliran-aliran yang bermunculan sangatlah beragam, apa yang sebenarnya faktor utama kemunculannya? Benarkah aliran-aliran tersebut sesat dan menyesatkan? atau ada hikmah yang lebih baik dibalik kesesatan mereka? Karena Rasulullah telah bersabda : “ Perbedaan diantara umatku adalah rahmat”
A. Aliran-Aliran Baru Sebuah Fenomena dari Gerakan Keagamaan
Aliran-aliran baru dalam makalah ini merupakan penghalusan istilah dari “gerakan sempalan” yang beberapa tahun terakhir menjadi populer di Indonesia sebagai sebutan untuk berbagai gerakan keagamaan yang dianggap ”nyeleneh dan aneh” alias menyimpang dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian mayoritas umat. Istilah ini agaknya terjemahan dari kata “ sekte atau sektarian” yang mempunyai berbagai konotasi negatif, seperti protes terhadap sesuatu dan pemisahan diri dari mayoritasnya, sikap ekslusif pendirian tegas tapi kaku.
Istilah “gerakan sempalan” memang lazim dipakai secara normatif, untuk aliran agama yang oleh lembaga-lembaga tersebut dianggap sesat dan membahayakan. Akan tetapi defenisi ini menimbulkan berbagai kesulitan untuk kajian selanjutnya. Misalnya, apakah Ahmadiyah Qodian atau Islam Jama’ah baru merupakan gerakan sempalan setelah ada fatwa yang melarangnya. Atau meminjam contoh dari negara tetangga berbagai aliran agama yang pernah dilarang oleh jabatan agama pemerintah pusat Malaysia, tetap dianggap sah saja oleh majelis-majelis agama Islam di negara-negara bagiannya.
Kalau kita mencari kriteria yang objektif untuk mendefenisikan dan memahami gerakan sempalan, ada baiknya kita mengambil jarak dari perdebatan mengenai kebenaran dan kesesatan. Gerakan pemikiran yang menyempal ini tentu saja menganggap dirinya lebih benar daripada lawannya ; biasanya mereka justru merasa lebih yakin akan kebenaran paham atau pendirian mereka. Karena itu, kriteria-kriteria yang sebaiknya digunakan adalah kriteria sosiologis bukan theologis.
Dalam pendekatan sosiologi gerakan sempalan serta ortodoksi bukan konsep yang mutlak dan abadi, namun relatif dan dinamis. Ortodoksi adalah paham yang dianut mayoritas umat, atau lebih tepat golongan ulama yang dominan. Sebagaimana diketahui, sepanjang sejarah Islam telah terjadi berbagai paham dominan pergeseran yang tidak lepas dari situasi politik. Dalam banyak hal, ortodoksi adalah paham yang didukung penguasa sedangkan paham yang tidak disetujui dicap sesat ; gerakan sempalan seringkali merupakan penolakan paham dominan dan sekaligus merupakan protes sosial atau politik.
Kemunculan aliran dari suatu kepercayaan atau agama merupakan konteks yang tidak bisa dipisahkan dari kajian agama dan kajian dalam ilmu-ilmu sosial, karena menyangkut individu dan sekelompok orang yang aktif didalamnya. Beberapa ahli dalam hal ini mencoba mengklasifikasi aliran-aliran tersebut. Soemarno WS bersama ahli riset yang lain menggolongkannya menjadi tiga jenis yaitu :
Tinjauan sepintas ini menunjukkan bahwa gerakan sempalan Islam di Indonesia cukup berbeda satu dengan lainnya. Latar belakang sosial mereka juga berbeda-beda. Tidak dapat diharapkan bahwa kemunculannya bisa dijelaskan oleh satu dua faktor penyebab saja. Ada kecenderungan untuk melihat semua gerakan sempalan sebagai suatu gejala krisis, akibat sampingan proses modernisasi yang berlangsung cepat dan pergeseran nilai. Tetapi gerakan-gerakan seperti yang telah digambarkan di atas bukanlah fenomena yang baru. Prototipe gerakan sempalan dalam sejarah Islam adalah kasus Khawarij, yang terjadi jauh sebelum ada modernisasi. Gerakan messianis juga telah sering terjadi selama sejarah Islam, di kawasan Timur Tengah maupun Indonesia. Sedangkan tarekat sudah sering menjadi penggerak atau wadah protes sosial rakyat atau elit lokal antara 1880 dan 1915. Gerakan pemurni yang radikal juga telah sering terjadi, setidak- tidaknya sejak gerakan Padri.
Timbulnya segala macam sekte dan aliran "mistisisme" juga bukan sesuatu yang khas untuk negara sedang berkembang. Justeru di negara yang sangat maju, seperti Amerika Serikat, fenomena ini sangat menonjol. Dapat diperkirakan, bahwa jumlah aliran baru yang muncul setiap tahun (sekarang) tidak jauh lebih tinggi ketimbang tiga dasawarsa yang lalu.
Hal semacam ini terjadi karena dipengaruhi oleh iklim sosial, ekonomi dan politik, agaknya, bukan hanya timbulnya aliran-aliran itu sendiri yang jadi permasalahan, tetapi jenis aliran yang banyak menjaring penganut baru. Periode 1880 sampai 1915, misalnya, merupakan masa jaya tarekat di Indonesia; pengaruh dan jumlah penganutnya berkembang cepat. Gerakan atau aliran agama lainnya tidak begitu menonjol pada masa itu. Tarekat-tarekat telah menjadi wadah pemberontakan rakyat kecil terhadap penjajah maupun pamong praja pribumi, tidak karena terdapat sifat revolusioner pada tarekat itu sendiri, tetapi karena jumlah dan latar belakang sosial penganutnya, karena struktur organisasinya (vertikal-hierarkis), dan karena aspek "thaumaturgical"nya (kekebalan, kesaktian). Dapat disimpulkan bahwa adanya aliran aliran baru yang nuncul saat ini merupakan sebagian dari aliran-aliran lain yang selalu muncul dari waktu ke waktu dan terus selalu ada. Sampai saat ini fenomena diatas tidak bisa dielakkan keberadaannya.
B. Aliran-aliran Baru di Indonesia
Kebebasan beragama merupakan suatu pilihan terbuka bagi komunitas yang mengarah pada kemajuan demokrasi. Pilihan terbuka membutuhkan sikap penghargaan dan penghormatan pada setiap pemeluk agama melakukan kreasional dalam memahami dan menjalankan ibadahnya. Pemaksaan terhadap suatu keyakinan agama tertentu hanya akan menimbulkan tindakan kekerasan yang memasung kreativitas tafsir.
Rasanya apa yang terjadi di Indonesia saat ini bisa dikatakan kalau demokrasi yang sudah kebablasan hal ini berakibat maraknya fenomena aliran sesat yang mengatasnamakan Islam, belakangan ini semakin berkembang dan semakin subur saja di tanah air ini. Pada beberapa bulan yang lalu, terjadi bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dengan jamaah Ahmadiyah. Karena aliran Ahmadiyah ini mengaku pendiri dan gurunya, Mirza Ghulam Ahmad, asal India, sebagai Nabi.
Aliran sesat muncul di berbagai daerah dengan fenomena masing-masing. Seperti dikatakan KH Ma'ruf Amin, berdasarkan temuan MUI, aliran sesat ini tumbuh hampir di seluruh wilayah Indonesia. Mereka mengindentifikasikan sebagai kelompok muslim atau Islam. Tetapi ajaran-ajaran yang mereka lakukan bertentangan dengan syariat Islam.
Lalu bagaimana sebuah ajaran atau aliran dapat dikategorikan sesat? Sebuah aliran disebut sesat bila apa yang diajarkan itu telah menyimpang dari aturan baku ajaran agama. meminjam kata-kata Ketua Dewan Fatwa MUI, KH. Ma'ruf Amin, "di luar kesepakatan wilayah perbedaan dan melenceng di luar manhaj yang shahih". Jadi ketika ada orang yang mengaku pembaru Islam dan ia menyatakan shalat lima waktu itu tidak wajib, atau boleh dilakukan tidak dengan bahasa Arab, maka ia dapat disebut sesat. Begitu pula ketika ada orang yang mengaku Islam tapi percaya ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW. maka ini juga disebut sebagai aliran sesat yang keblinger. Dan ajaran-ajaran lain yang telah menyimpang dari aturan Islam yang telah baku (Qat’i).
Menurut KH Miftah Farid, suatu tindakan dikategorikan sesat apabila pelakunya menggunakan nama Islam tapi ajaran yang dianut dan disebarkannya tidak sesuai dengan ajaran pokok Islam yang prinsip. Misalnya, mereka tidak percaya dengan wajibnya shalat lima waktu, atau mereka tidak percaya pada As-Sunah (Hadis) sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Faktor penyebab munculnya aliran sesat antara lain karena dangkalnya akidah dan pengetahuan sebagian umat Islam. Faktor lain karena ada sebagian umat Islam berpikiran liberal dan menganggap Islam boleh diinovasi sesuka hati mereka. Selain itu, bukan tak mungkin ada kelompok yang sengaja ingin mengacaukan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Pendangkalan akidah umat Islam nampaknya terus disodorkan oleh kalangan yang tak suka dengan berkembangnya Islam. Mereka misalnya, membuat orang mulai tidak percaya sepenuhnya pada Al Quran. Ada pula yang sengaja melakukan gerakan inkarus sunnah, mengingkari kebenaran Hadist. Mereka hanya menggunakan Al-Quran sebagai landasan kehidupan beragama dan menolak Hadist. Ironisnya, berbagai aliran ini terus berkembang dan menyebut kegiatannya sebagai gerakan dan pembaruan Islam. Padahal, mereka sesungguhnya telah terjebak ke dalam kesesatan.
Rasululalh pernah bersabda, suatu saat umatnya terbelah menjadi 73 firqah, alias golongan.
Repotnya, umat Islam lalu berlomba membentuk dan membanggakan golongan yang paling benar. Bagi umat Islam, aliran kepercayaan bagai duri dalam daging. Sempalan-sempalan agama yang dianggap menyesatkan itu hidup subur dan beragam.
Dalam sejarah Islam, banyak kelompok yang dianggap sesat, bahkan dituduh kafir, tetapi mereka tidak pernah diminta mendirikan agama sendiri. Contohnya bertebaran dalam sejarah Islam. Kelompok Qadariyyah (yang percaya akan kebebasan kehendak), dianggap kafir oleh kelompok Sunni ortodoks. Kelompok Syiah juga dianggap kafir oleh sejumlah kelompok Islam. Tetapi, mereka tidak pernah diminta mendirikan agama yang terpisah dari Islam.
Kaum filosof juga dikafirkan beberapa kelompok Islam. Imam Ghazali yang hidup pada abad 11 M, mengkafirkan ajaran dua filsuf besar Islam, Al-Farabi dan Ibn Sina dalam tiga isu teologi. Tetapi, Imam Ghazali tidak pernah meminta mereka untuk mendirikan agama sendiri yang terpisah dari Islam dan hal ini juga berlangsung di Indonesia, terlihat dalam sejarah aliran-aliran yang dianggap sesat muncul di Indonesia dari waktu ke waktu. Sebenarnya terdapat banyak persamaan dari aliran-aliran ilegal itu. Sebagai organisasi aliran, mereka lahir dari rintisan seseorang yang kelak menjadi sesepuhnya, yang akan membimbing pengikutnya untuk tumbuh. Yang lebih penting adalah meyakini Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut DR.Kunto Wijoyo dosen Sejarah Fakultas Sastra UGM, munculnya berbagai aliran sesat disebabkan tipisnya keimanan seseorang, dan ketidaktahuan tentang agama yang benar.
Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini berbagai aliran atau ajaran sesat muncul dari berbagai daerah di tanah air diantaranya :
C. Kontroversi Pemahaman Aliran-aliran Baru
Kemunculan kelompok-kelompok yang dianggap sesat lebih disebabkan karena telah mensosialisasikan sikap over maskulin, baik oleh negara maupun oleh pemeluk satu agama. Sikap yang over maskulin ini lalu memunculkan arogansi kekuasaan dan memandang perbedaan sebagai sebuah ancaman. Lalu lahirlah dalam format politik apa yang disebut “ektremis” yang dalam format religi sering diistilahkan dengan “murtad” atau “sesat”.
Salah satu elemen penting dalam konstitusi adalah melindungi hak-hak minoritas. Suatu konstitusi negara harusnya melindungi hak-hak kelompok minoritas dari “serangan” kelompok mayoritas yang memanfaatkan besarnya jumlah massa pendukung mereka. Meski demokrasi meniscayakan mayoritas suara, namun ia juga ditegakkan lewat aturan main yang bertujuan melindungi dan mengayomi semua pihak, termasuk kelompok minoritas.Inilah yang disebut dengan democratic constitutionalism. Dengan atau tanpa konstitusi, kelompok mayoritas akan meraih hak-hak-nya dengan mudah. Sementara, kelompok minoritas hanya bersandar pada jaminan konstitusi. Itulah sebabnya penjaga gawang konstitusi ditentukan oleh sembilan hakim Mahkamah Konstitusi; bukan ditentukan suara mayoritas rakyat.
Di Indonesia saat ini, kita menyaksikan hak-hak minoritas dirampas begitu saja oleh kekuatan massa, seperti yang terjadi pada jemaah Ahmadiyah dan Lia Eden. Alih-alih melindungi dan mengayomi, pemerintah seakan-akan menutup mata atas dicabutnya hak-hak konstitusional kelompok minoritas itu untuk menjalankan keyakinannya.UUD 1945 Pasal 29 menjamin kebebasan menjalankan agama. Pasal ini sayangnya direduksi oleh dua hal. Pertama, Penetapan Presiden No. 1 tahun 1965 yang dikukuhkan oleh UU No. 5/1969 yang membatasi penafsiran kata “agama” dalam Pasal 29 UUD 1945 hanya untuk enam agama resmi saja. Pemerintah telah menafsirkan dan membatasi Pasal 29 UUD 1945 itu secara sewenang-wenang.
Kalau di lihat dalam catatan sejarah perjalanan agama-agama, terutama di Indonesia, banyak mencatat ketegangan-ketegangan, yang berakhir dengan pertumpahan darah antar sesama pemeluk agama. Atas nama agama, masing-masing kelompok merasa diri paling benar sambil memurtadkan atau mengkafirkan satu sama lainnya. Dogma agama pun menjadi semacam tabuhan genderang perang yang setiap saat dan dimana tempat absah ditabuh, bendera-bendera berani mati pun dikibarkan. Lalu lahir sikap antoginistik yang berujung pada kebodohan. Dan kebodohan itu sendiri kemudian menciptakan prilaku anti kemanusiaan dan anti ketuhanan. Maka apa namanya jika ada sekelompok orang (yang merasa paling) beragama berperilaku antagonis terhadap aliran tertentu yang dianggapnya sesat, sambil berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar mereka merusak asset dan harta benda kelompok lain yang dianggap sesat.
Tanpa bermaksud membela atau menyalahkan salah satu pihak, seharusnya setiap perbedaan pandangan dapat dijadikan sebagai sebuah proses alamiah dan ilmiah, bagi terciptanya pengayaan khazanah nalar dan ruhani. Sebab jauh-jauh hari Nabi S.a.w. telah mewasiatkan kepada umat ini bahwa perbedaan dikalangan umatku adalah rahmat. Sungguh, kemuliaan umat ini tak kan pernah menjadi rahmatanlil’aalaamiin sepanjang umat tetap berpandangan picik terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dan yang bakal muncul dikemudian hari. Rasanya kita tidak perlu adu kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan yang dari catatan sejarah selalu menjadi persoalan manusia beragama, mungkin beberapa hal di bawah ini bisa jadi salah satu masukan buat kita dalam menyelesaikan persoalan yang ada :
Penguatan akidah umat juga menjadi point penting untuk menangkal tersebarnya aliran sesat ini. Mudahnya mereka terjebak ke dalam aliran sesat adalah lantaran lemahnya akidah mereka dan minimnya pengetahuan Islam yang mereka miliki, sehingga para penyebar aliran sesat begitu gampang memperdayakan mereka dengan dalih agama untuk menyesatkannya.
Dari sekian contoh aliran yang berkembang di Indonesia yang paling kontroversial adalah kasus dari ajaran yang muncul geliatnya beberapa bulan terakhir yaitu kasus dari aliran Ahmadiyah dan Lia Eden dengan alirannya yang bernama salamullah berbagai spekulasi pemikiran dan pemahaman serta pendapat bermunculan dalam menyikapi keberadaan aliran ini semoga uraian solusi yang penulis paparkan bisa menjadi salah satu alternatif wacana buat kita dalam menyikapi keberadaan dan kemunculan gerakan pemikiran dalam kehidupan ini, bukan hanya mementingkan ego serta kebenaran pribadi yang belum tentu kebenaran tersebut diterima allah SWT. Wallahu A’lam Bissawwab.
===============
DAFTAR PUSTAKA
Martin Van Bruinessen. www.my Qur’an.com
Nadirsyah Hosen, Demokrasi dan perlindungan minoritas, www.Islamlib.com
Najlah Naqiyah.www.Najlah Naqiah.com
Nazaruddin Umar, www.sufinews.com
Rahmat Subagya, Kepercayaan dan agama, kebathinan, kerohanian, kejiwaan.(Yogyakarta : Konisius.,1995) Cetakan ke-11
Supandi Maruih Op cit, http://203.77.237.122//artikel/1192.shtml
Ulil Absar Abdalah www.islamlib.com
www.pikiran-rakyat.com
www.tempo.co.id
www.majalah-amanah.com
www.tempo.co.id/min/37/nas1.htm
Hal ini selalu menjadi problem agama karena tidak bisa disangkal munculnya gerakan pemikiran seperti itu merupakan suatu yang tidak diinginkan terjadi, dapat dicontohkan kemunculan aliran-aliran baru dalam sebuah agama yang dianggap “aneh” oleh sebagian orang, dianggap aliran yang menyesatkan dan menggangu kemapanan agama tertentu. Problem agama seperti ini cenderung menimbulkan konflik, dan setiap konflik memiliki potensi untuk memunculkan aksi kekerasan. Ada kecenderungan opini yang berpendapat bahwa lahirnya aliran-aliran baru ini merupakan sebuah ancaman terhadap stabilitas dan keamanan serta berusaha segera untuk melarangnya.
Sebagai contoh terbaru pada saat ini geliat gerakan dari aliran ahmadiyah, Lia Eden serta aliran baru lainnya, yang mengejutkan masyarakat muslim Indonesia serta menjadi perbincangan dimana-mana dalam beberapa waktu terakhir. Walaupun tidak dapat dipungkiri sejarah telah mencatat bahwa kemunculan aliran-aliran selalu ada dari waktu ke waktu.
Makalah ini nantinya akan memberikan uraian tentang fenomena gerakan pemikiran yang menimbulkan aliran-aliran baru yang ada saat ini, aliran-aliran yang bermunculan sangatlah beragam, apa yang sebenarnya faktor utama kemunculannya? Benarkah aliran-aliran tersebut sesat dan menyesatkan? atau ada hikmah yang lebih baik dibalik kesesatan mereka? Karena Rasulullah telah bersabda : “ Perbedaan diantara umatku adalah rahmat”
A. Aliran-Aliran Baru Sebuah Fenomena dari Gerakan Keagamaan
Aliran-aliran baru dalam makalah ini merupakan penghalusan istilah dari “gerakan sempalan” yang beberapa tahun terakhir menjadi populer di Indonesia sebagai sebutan untuk berbagai gerakan keagamaan yang dianggap ”nyeleneh dan aneh” alias menyimpang dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian mayoritas umat. Istilah ini agaknya terjemahan dari kata “ sekte atau sektarian” yang mempunyai berbagai konotasi negatif, seperti protes terhadap sesuatu dan pemisahan diri dari mayoritasnya, sikap ekslusif pendirian tegas tapi kaku.
Istilah “gerakan sempalan” memang lazim dipakai secara normatif, untuk aliran agama yang oleh lembaga-lembaga tersebut dianggap sesat dan membahayakan. Akan tetapi defenisi ini menimbulkan berbagai kesulitan untuk kajian selanjutnya. Misalnya, apakah Ahmadiyah Qodian atau Islam Jama’ah baru merupakan gerakan sempalan setelah ada fatwa yang melarangnya. Atau meminjam contoh dari negara tetangga berbagai aliran agama yang pernah dilarang oleh jabatan agama pemerintah pusat Malaysia, tetap dianggap sah saja oleh majelis-majelis agama Islam di negara-negara bagiannya.
Kalau kita mencari kriteria yang objektif untuk mendefenisikan dan memahami gerakan sempalan, ada baiknya kita mengambil jarak dari perdebatan mengenai kebenaran dan kesesatan. Gerakan pemikiran yang menyempal ini tentu saja menganggap dirinya lebih benar daripada lawannya ; biasanya mereka justru merasa lebih yakin akan kebenaran paham atau pendirian mereka. Karena itu, kriteria-kriteria yang sebaiknya digunakan adalah kriteria sosiologis bukan theologis.
Dalam pendekatan sosiologi gerakan sempalan serta ortodoksi bukan konsep yang mutlak dan abadi, namun relatif dan dinamis. Ortodoksi adalah paham yang dianut mayoritas umat, atau lebih tepat golongan ulama yang dominan. Sebagaimana diketahui, sepanjang sejarah Islam telah terjadi berbagai paham dominan pergeseran yang tidak lepas dari situasi politik. Dalam banyak hal, ortodoksi adalah paham yang didukung penguasa sedangkan paham yang tidak disetujui dicap sesat ; gerakan sempalan seringkali merupakan penolakan paham dominan dan sekaligus merupakan protes sosial atau politik.
Kemunculan aliran dari suatu kepercayaan atau agama merupakan konteks yang tidak bisa dipisahkan dari kajian agama dan kajian dalam ilmu-ilmu sosial, karena menyangkut individu dan sekelompok orang yang aktif didalamnya. Beberapa ahli dalam hal ini mencoba mengklasifikasi aliran-aliran tersebut. Soemarno WS bersama ahli riset yang lain menggolongkannya menjadi tiga jenis yaitu :
- Golongan kepercayaan perorang, yaitu kelompok yang terdiri dari satu dua orang yang melakukan kepercayaan untuk kepentingan diri pribadi tanpa usaha perluasaan kepada orang lain.
- Golongan perguruan kepercayaan, yang menerima murid dan mempropagandakan ajarannya.
- Golongan perdukunan, dimana ilmu perdukunan pengobatan asli dipraktekkan bagi masyarakat yang memerlukannya.
Tinjauan sepintas ini menunjukkan bahwa gerakan sempalan Islam di Indonesia cukup berbeda satu dengan lainnya. Latar belakang sosial mereka juga berbeda-beda. Tidak dapat diharapkan bahwa kemunculannya bisa dijelaskan oleh satu dua faktor penyebab saja. Ada kecenderungan untuk melihat semua gerakan sempalan sebagai suatu gejala krisis, akibat sampingan proses modernisasi yang berlangsung cepat dan pergeseran nilai. Tetapi gerakan-gerakan seperti yang telah digambarkan di atas bukanlah fenomena yang baru. Prototipe gerakan sempalan dalam sejarah Islam adalah kasus Khawarij, yang terjadi jauh sebelum ada modernisasi. Gerakan messianis juga telah sering terjadi selama sejarah Islam, di kawasan Timur Tengah maupun Indonesia. Sedangkan tarekat sudah sering menjadi penggerak atau wadah protes sosial rakyat atau elit lokal antara 1880 dan 1915. Gerakan pemurni yang radikal juga telah sering terjadi, setidak- tidaknya sejak gerakan Padri.
Timbulnya segala macam sekte dan aliran "mistisisme" juga bukan sesuatu yang khas untuk negara sedang berkembang. Justeru di negara yang sangat maju, seperti Amerika Serikat, fenomena ini sangat menonjol. Dapat diperkirakan, bahwa jumlah aliran baru yang muncul setiap tahun (sekarang) tidak jauh lebih tinggi ketimbang tiga dasawarsa yang lalu.
Hal semacam ini terjadi karena dipengaruhi oleh iklim sosial, ekonomi dan politik, agaknya, bukan hanya timbulnya aliran-aliran itu sendiri yang jadi permasalahan, tetapi jenis aliran yang banyak menjaring penganut baru. Periode 1880 sampai 1915, misalnya, merupakan masa jaya tarekat di Indonesia; pengaruh dan jumlah penganutnya berkembang cepat. Gerakan atau aliran agama lainnya tidak begitu menonjol pada masa itu. Tarekat-tarekat telah menjadi wadah pemberontakan rakyat kecil terhadap penjajah maupun pamong praja pribumi, tidak karena terdapat sifat revolusioner pada tarekat itu sendiri, tetapi karena jumlah dan latar belakang sosial penganutnya, karena struktur organisasinya (vertikal-hierarkis), dan karena aspek "thaumaturgical"nya (kekebalan, kesaktian). Dapat disimpulkan bahwa adanya aliran aliran baru yang nuncul saat ini merupakan sebagian dari aliran-aliran lain yang selalu muncul dari waktu ke waktu dan terus selalu ada. Sampai saat ini fenomena diatas tidak bisa dielakkan keberadaannya.
B. Aliran-aliran Baru di Indonesia
Kebebasan beragama merupakan suatu pilihan terbuka bagi komunitas yang mengarah pada kemajuan demokrasi. Pilihan terbuka membutuhkan sikap penghargaan dan penghormatan pada setiap pemeluk agama melakukan kreasional dalam memahami dan menjalankan ibadahnya. Pemaksaan terhadap suatu keyakinan agama tertentu hanya akan menimbulkan tindakan kekerasan yang memasung kreativitas tafsir.
Rasanya apa yang terjadi di Indonesia saat ini bisa dikatakan kalau demokrasi yang sudah kebablasan hal ini berakibat maraknya fenomena aliran sesat yang mengatasnamakan Islam, belakangan ini semakin berkembang dan semakin subur saja di tanah air ini. Pada beberapa bulan yang lalu, terjadi bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dengan jamaah Ahmadiyah. Karena aliran Ahmadiyah ini mengaku pendiri dan gurunya, Mirza Ghulam Ahmad, asal India, sebagai Nabi.
Aliran sesat muncul di berbagai daerah dengan fenomena masing-masing. Seperti dikatakan KH Ma'ruf Amin, berdasarkan temuan MUI, aliran sesat ini tumbuh hampir di seluruh wilayah Indonesia. Mereka mengindentifikasikan sebagai kelompok muslim atau Islam. Tetapi ajaran-ajaran yang mereka lakukan bertentangan dengan syariat Islam.
Lalu bagaimana sebuah ajaran atau aliran dapat dikategorikan sesat? Sebuah aliran disebut sesat bila apa yang diajarkan itu telah menyimpang dari aturan baku ajaran agama. meminjam kata-kata Ketua Dewan Fatwa MUI, KH. Ma'ruf Amin, "di luar kesepakatan wilayah perbedaan dan melenceng di luar manhaj yang shahih". Jadi ketika ada orang yang mengaku pembaru Islam dan ia menyatakan shalat lima waktu itu tidak wajib, atau boleh dilakukan tidak dengan bahasa Arab, maka ia dapat disebut sesat. Begitu pula ketika ada orang yang mengaku Islam tapi percaya ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW. maka ini juga disebut sebagai aliran sesat yang keblinger. Dan ajaran-ajaran lain yang telah menyimpang dari aturan Islam yang telah baku (Qat’i).
Menurut KH Miftah Farid, suatu tindakan dikategorikan sesat apabila pelakunya menggunakan nama Islam tapi ajaran yang dianut dan disebarkannya tidak sesuai dengan ajaran pokok Islam yang prinsip. Misalnya, mereka tidak percaya dengan wajibnya shalat lima waktu, atau mereka tidak percaya pada As-Sunah (Hadis) sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Faktor penyebab munculnya aliran sesat antara lain karena dangkalnya akidah dan pengetahuan sebagian umat Islam. Faktor lain karena ada sebagian umat Islam berpikiran liberal dan menganggap Islam boleh diinovasi sesuka hati mereka. Selain itu, bukan tak mungkin ada kelompok yang sengaja ingin mengacaukan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Pendangkalan akidah umat Islam nampaknya terus disodorkan oleh kalangan yang tak suka dengan berkembangnya Islam. Mereka misalnya, membuat orang mulai tidak percaya sepenuhnya pada Al Quran. Ada pula yang sengaja melakukan gerakan inkarus sunnah, mengingkari kebenaran Hadist. Mereka hanya menggunakan Al-Quran sebagai landasan kehidupan beragama dan menolak Hadist. Ironisnya, berbagai aliran ini terus berkembang dan menyebut kegiatannya sebagai gerakan dan pembaruan Islam. Padahal, mereka sesungguhnya telah terjebak ke dalam kesesatan.
Rasululalh pernah bersabda, suatu saat umatnya terbelah menjadi 73 firqah, alias golongan.
Repotnya, umat Islam lalu berlomba membentuk dan membanggakan golongan yang paling benar. Bagi umat Islam, aliran kepercayaan bagai duri dalam daging. Sempalan-sempalan agama yang dianggap menyesatkan itu hidup subur dan beragam.
Dalam sejarah Islam, banyak kelompok yang dianggap sesat, bahkan dituduh kafir, tetapi mereka tidak pernah diminta mendirikan agama sendiri. Contohnya bertebaran dalam sejarah Islam. Kelompok Qadariyyah (yang percaya akan kebebasan kehendak), dianggap kafir oleh kelompok Sunni ortodoks. Kelompok Syiah juga dianggap kafir oleh sejumlah kelompok Islam. Tetapi, mereka tidak pernah diminta mendirikan agama yang terpisah dari Islam.
Kaum filosof juga dikafirkan beberapa kelompok Islam. Imam Ghazali yang hidup pada abad 11 M, mengkafirkan ajaran dua filsuf besar Islam, Al-Farabi dan Ibn Sina dalam tiga isu teologi. Tetapi, Imam Ghazali tidak pernah meminta mereka untuk mendirikan agama sendiri yang terpisah dari Islam dan hal ini juga berlangsung di Indonesia, terlihat dalam sejarah aliran-aliran yang dianggap sesat muncul di Indonesia dari waktu ke waktu. Sebenarnya terdapat banyak persamaan dari aliran-aliran ilegal itu. Sebagai organisasi aliran, mereka lahir dari rintisan seseorang yang kelak menjadi sesepuhnya, yang akan membimbing pengikutnya untuk tumbuh. Yang lebih penting adalah meyakini Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut DR.Kunto Wijoyo dosen Sejarah Fakultas Sastra UGM, munculnya berbagai aliran sesat disebabkan tipisnya keimanan seseorang, dan ketidaktahuan tentang agama yang benar.
Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini berbagai aliran atau ajaran sesat muncul dari berbagai daerah di tanah air diantaranya :
- Pada Agustus 2004, diketahui ada kasus tarekat beraliran sesat di Lombok Barat, NTB, Dengan alasan ibadah, pimpinan tarekat boleh menggauli santriwatinya dengan seizin suaminya,
- Pada Oktober 2004, kasus di Desa Dukuhlor, Kabupaten Kuningan, ada tiga orang pemuda mengaku kelompoknya bias bertemu langsung dengan Tuhan tanpa harus melakukan ibadah fardhu. Mereka ini menyebarkan ajaran yang disebut Finalillah atau melebur dengan Allah. Mereka akhirnya ditahan pihak berwajib.
- Sebuah aliran sesat juga muncul di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah Di sana seorang 'ulama' muda, Zikrullah bin Ali Tatang, memproklamirkan diri sebagai nabi baru. la mengaku bergelar Zikrullah Aulia Allah. 'Nabi Baru' ini menggunakan masjid tua sebagai pengganti Ka'bah untuk menunaikan ibadah haji. Ia juga mengganti syahadat. Sang 'nabi' palsu pun akhirnya digelandang ke kantor polisi.
- Pada Februari 2005, masyarakat Pontianak diramaikan oleh adanya sekitar 86 orang yang telah dibaiat kelompok pimpinan mereka dan menyakini ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW Nabi yang mereka sebut-sebut itu tak lain adalah 'nabi' Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India. MUI Sintang, kemudian menyebut mereka sebagai aliran sesat.
- Pada Maret 2005 terjadi pembakaran rumah malik Abah Aziz, di Dusun Bayan, Kelurahan Geremeng, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah (NTB). Ia melakukan pelecehan seksuai terhadap santrinya dengan tameng agama.
- Pada Mei 2005 Ustadz Muhammad Yusman Roy (Gus Roy) pimpian ponpes I'tikaaf Ngadi Lelaku, Dasa Sumber Waras Timur, Malang, Jawa Timur, mengajarkan santrinya untuk shalat dalam dua bahasa. Bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Gus Yus pun akhirnya ditangkap dan diadili.
- Pada 30 Mei 2005, padepokan Nurul Taubah, milik Yayasan Kanker dan Narkoba Cahaya Alam (YKNCA), di Desa Kerampilan, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Jawa Timur, dihancurkan oleh massa sekitar seribu orang. Ribuan orang di sekitar padepokan tersebut marah lantaran padepokan yang dinilai menyebarkan aliran sesat itu tak kunjung ditutup oleh pemerintah setempat. Tak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. tapi bangunan padepokan pimpinan Muhammad Ardi Husein hancur dan nyaris rata dengan tanah.
- Pada 3 Juli 2005 kasus di Majlis Zikir Musyarofah (MZM), Bekasi. Pimpinan MZM, Syekh Mautana Ibrahim, dituduh/diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tujuh jamaah wanita di majelisnya. MZM juga dituding melakukan sumpah (baiat) terhadap setiap jamaahnya untuk tunduk kepada pimpinan MZM Hingga akhirnya masyarakat sekitar menyerbu majelis tersebut.
- Kasus terkahir yang saat ini masih berjalan peradilannya kasus aliran salamullah yang dipimpin oleh Lia Aminuddin. Dia adalah seorang perempuan yang mengklaim sebagai Malaikat Jibril dan mendaulat anaknya sebagai Nabi Isa. Rumahnya dijadikan markas ”Kerajaan Tuhan” pimpinan Lia Aminuddin yang telah bermetamorfosis sebagai Syamsuria Maria Lia Eden. Lia menyebarkan ajarannya sudah lebih enam tahun. Dia mencampurkan sejumlah agama. Dia juga ”berinovasi” dalam beribadah. Semula salah satu ibadahnya adalah dengan menyanyikan lagu-lagu rohani diiringi organ. Sedangkan penampilan jemaah wanitanya adalah serba tertutup, lengkap dengan kerudung, dan berwarna putih semua. Tapi belakangan, ibadah kelompok Lia juga dengan mengaji diiringi musik. Terakhir, kelompoknya membuat ritual dengan mengelilingi kawasan Jln. Mahoni dan menyebutkan tentang akan adanya banjir besar di daerah tersebut. Penampilan jemaah Lia selalu di update sesuai ”wahyu” yang diterimanya. Dulunya, dia berjubah dan berkerudung warna putih. Tapi, beberapa tahun kemudian menggunduli rambutnya dan berpakaian seperti bhiksu. Mungkin ini masih sebagian aliran yang datanya update saat ini, masih ada kemungkinan kalau- kalau aliran-akiran lainnya masih ada dan terus berkembag secara perlahan.
C. Kontroversi Pemahaman Aliran-aliran Baru
Kemunculan kelompok-kelompok yang dianggap sesat lebih disebabkan karena telah mensosialisasikan sikap over maskulin, baik oleh negara maupun oleh pemeluk satu agama. Sikap yang over maskulin ini lalu memunculkan arogansi kekuasaan dan memandang perbedaan sebagai sebuah ancaman. Lalu lahirlah dalam format politik apa yang disebut “ektremis” yang dalam format religi sering diistilahkan dengan “murtad” atau “sesat”.
Salah satu elemen penting dalam konstitusi adalah melindungi hak-hak minoritas. Suatu konstitusi negara harusnya melindungi hak-hak kelompok minoritas dari “serangan” kelompok mayoritas yang memanfaatkan besarnya jumlah massa pendukung mereka. Meski demokrasi meniscayakan mayoritas suara, namun ia juga ditegakkan lewat aturan main yang bertujuan melindungi dan mengayomi semua pihak, termasuk kelompok minoritas.Inilah yang disebut dengan democratic constitutionalism. Dengan atau tanpa konstitusi, kelompok mayoritas akan meraih hak-hak-nya dengan mudah. Sementara, kelompok minoritas hanya bersandar pada jaminan konstitusi. Itulah sebabnya penjaga gawang konstitusi ditentukan oleh sembilan hakim Mahkamah Konstitusi; bukan ditentukan suara mayoritas rakyat.
Di Indonesia saat ini, kita menyaksikan hak-hak minoritas dirampas begitu saja oleh kekuatan massa, seperti yang terjadi pada jemaah Ahmadiyah dan Lia Eden. Alih-alih melindungi dan mengayomi, pemerintah seakan-akan menutup mata atas dicabutnya hak-hak konstitusional kelompok minoritas itu untuk menjalankan keyakinannya.UUD 1945 Pasal 29 menjamin kebebasan menjalankan agama. Pasal ini sayangnya direduksi oleh dua hal. Pertama, Penetapan Presiden No. 1 tahun 1965 yang dikukuhkan oleh UU No. 5/1969 yang membatasi penafsiran kata “agama” dalam Pasal 29 UUD 1945 hanya untuk enam agama resmi saja. Pemerintah telah menafsirkan dan membatasi Pasal 29 UUD 1945 itu secara sewenang-wenang.
Kalau di lihat dalam catatan sejarah perjalanan agama-agama, terutama di Indonesia, banyak mencatat ketegangan-ketegangan, yang berakhir dengan pertumpahan darah antar sesama pemeluk agama. Atas nama agama, masing-masing kelompok merasa diri paling benar sambil memurtadkan atau mengkafirkan satu sama lainnya. Dogma agama pun menjadi semacam tabuhan genderang perang yang setiap saat dan dimana tempat absah ditabuh, bendera-bendera berani mati pun dikibarkan. Lalu lahir sikap antoginistik yang berujung pada kebodohan. Dan kebodohan itu sendiri kemudian menciptakan prilaku anti kemanusiaan dan anti ketuhanan. Maka apa namanya jika ada sekelompok orang (yang merasa paling) beragama berperilaku antagonis terhadap aliran tertentu yang dianggapnya sesat, sambil berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar mereka merusak asset dan harta benda kelompok lain yang dianggap sesat.
Tanpa bermaksud membela atau menyalahkan salah satu pihak, seharusnya setiap perbedaan pandangan dapat dijadikan sebagai sebuah proses alamiah dan ilmiah, bagi terciptanya pengayaan khazanah nalar dan ruhani. Sebab jauh-jauh hari Nabi S.a.w. telah mewasiatkan kepada umat ini bahwa perbedaan dikalangan umatku adalah rahmat. Sungguh, kemuliaan umat ini tak kan pernah menjadi rahmatanlil’aalaamiin sepanjang umat tetap berpandangan picik terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dan yang bakal muncul dikemudian hari. Rasanya kita tidak perlu adu kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan yang dari catatan sejarah selalu menjadi persoalan manusia beragama, mungkin beberapa hal di bawah ini bisa jadi salah satu masukan buat kita dalam menyelesaikan persoalan yang ada :
- Pertama, dengan mengembangkan dialog yang santun (wajadilhum bil lati hiya ahsan). Ajaran Islam sangat menekankan pada bentuk keselamatan berbagai pihak. Cara-cara damai mengatasi berbagai tindak kekerasan perlu dilakukan, bentuk penolakan secara bijak, dengan diskusi dan berdebat secara baik. Tingkat kedewasaan ummat Islam belum sepenuhnya nampak, apabila masih banyak yang melakukan tindakan emosional dengan merusak tempat-tempat umum.
- Kedua, Resolusi konflik. Resolusi konflik ialah bentuk pengelolaan konflik dengan cara menegosiasikan kepentingan masing-masing pihak. Salah satu bentuk resolusi konflik adalah usaha memediasi dua orang / kelompok yang sedang berkonflik. Resolusi konflik akan efektif, apabila kedua kelompok yang bertikai mempunyai kesediaan untuk berdialog, terbuka dan jujur untuk bersama menyelesaikan sengketa. Kebebasan masing-masing individu dibatasi oleh kebebsan individu lainnya. Maka disinilah membutuhkan adanya rasa tanggung jawab.
- Ketiga, Mengembangkan sikap terbuka terhadap perbedaan tafsir. Tafsir merupakan penjelasan terhadap teks agama yang dikreasikan oleh ummat beragama. Sikap terbuka terhadap tafsir mendorong manusia untuk menerima perbedaan sebagai bentuk sunnatullah. Dengan menerima berbagai bentuk perbedaan yang lahir dari kreativitas berbagai tafsir, maka meniscayakan hidup dengan saling mempengaruhi secara santun pula. Di sinilah, dakwah akan teruji dengan saling memesankan pada kebaikan dan keselamatan. Dakwah yang benar-benar rasional yang bisa di terima oleh masyarakat. Dakwah lintas agama menjadi sebuah niscaya sebagai jalan meretas perdamaian. Apa yang telah dilakukan oleh para tokoh agama di Indonesia, seperti K.H. Abdurrahman Wahid, dengan Magnis Suseno untuk mengawal cara-cara elegan dalam memainkan peran dakwah masing-masing. Masyarakat bisa belajar dari berbagai agama untuk memfungsikan diri sebagai khalifah di muka bumi. Yaitu khalifah yang membawa misi untuk membawa perdamaian dan melindungi sesama ummat manusia. Kehadiran dialog lintas agama makin memperkaya khasanah kecintaan pada sesama manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang maha Kuasa. Wacana solusi seperti ini juga menimbulkan kontroversi pemahaman ada juga sekelompok orang yang beranggapan bahwa usaha berdialog antar agama adalah suatu tindakan yang “nyeleneh” diusung oleh para pemikir yang dalam sebutan populer saat ini disebut pemikir-pemikir liberal namun berfikir positif mungkin lebih baik untuk kita dalam menanggapi hal ini.
Penguatan akidah umat juga menjadi point penting untuk menangkal tersebarnya aliran sesat ini. Mudahnya mereka terjebak ke dalam aliran sesat adalah lantaran lemahnya akidah mereka dan minimnya pengetahuan Islam yang mereka miliki, sehingga para penyebar aliran sesat begitu gampang memperdayakan mereka dengan dalih agama untuk menyesatkannya.
Dari sekian contoh aliran yang berkembang di Indonesia yang paling kontroversial adalah kasus dari ajaran yang muncul geliatnya beberapa bulan terakhir yaitu kasus dari aliran Ahmadiyah dan Lia Eden dengan alirannya yang bernama salamullah berbagai spekulasi pemikiran dan pemahaman serta pendapat bermunculan dalam menyikapi keberadaan aliran ini semoga uraian solusi yang penulis paparkan bisa menjadi salah satu alternatif wacana buat kita dalam menyikapi keberadaan dan kemunculan gerakan pemikiran dalam kehidupan ini, bukan hanya mementingkan ego serta kebenaran pribadi yang belum tentu kebenaran tersebut diterima allah SWT. Wallahu A’lam Bissawwab.
===============
DAFTAR PUSTAKA
Martin Van Bruinessen. www.my Qur’an.com
Nadirsyah Hosen, Demokrasi dan perlindungan minoritas, www.Islamlib.com
Najlah Naqiyah.www.Najlah Naqiah.com
Nazaruddin Umar, www.sufinews.com
Rahmat Subagya, Kepercayaan dan agama, kebathinan, kerohanian, kejiwaan.(Yogyakarta : Konisius.,1995) Cetakan ke-11
Supandi Maruih Op cit, http://203.77.237.122//artikel/1192.shtml
Ulil Absar Abdalah www.islamlib.com
www.pikiran-rakyat.com
www.tempo.co.id
www.majalah-amanah.com
www.tempo.co.id/min/37/nas1.htm
0 comments:
Post a Comment