Metode Audio-Lingual dalam Berbahasa

A. PENGERTIAN DAN SEJARAH METODE AUDIO LINGUAL
Metode Audio-lingual adalah suatu metode yang mana banyak melakukan praktek-praktek dan latihan-latihan dalam berbahasa baik dalam bentuk dialog, khutbah dan lain sebagainya yang mana diharapkan para siswa bisa berbicara seperti pemilik bahasa itu sendiri. Metode audio-lingual pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode langsung yang dirasa memiliki kelemahan terutama dalam menjelaskan hal-hal yang sulit dipahami siswa. Untuk itu metode ini disamping menekankan pengajaran bahasa lewat mendengar dan menirukan, juga dimungkinkan penggunaan bahasa ibu untuk penjelasannya. Metode ini biasanya lebih banyak diterapkan dengan bentuk pattern drill. Penggunaan pendekatan drill sudah lazim digunakan di kalangan militer. Karena pada awalnya metode ini banyak digunakan pada kalangan militer, maka metode ini juga disebut dengan army method.
Lahirnya metode audio-lingual ini merupakan hasil dari tiga keadaan sejarah yang melatarbelakanginya. Pertama, munculnya tokoh-tokoh linguistik yang memberikan perhatian besar terhadap kegiatan pengamatan dan pengembangan oral language (pembelajaran bahasa secara lisan). Seperti misalnya Leonard Bloomsfield, seorang ilmuwan bahasa abad ke-20 asal Amerika yang mendokumentasikan bahasa-bahasa percakapan pribumi yang ada di Amerika.
Kedua, munculnya aliran psikologi behaviorisme yang meyakini bahwa semua tingkah laku manusia (termasuk bahasa) diajarkan melalui pengulangan-pengulangan dan dipengaruhi oleh penguatan-penguatan terhadap pembelajaran baik penguatan yang bersifat positif maupun yang negatif.
Ketiga, pecahnya Perang Dunia II, dimana pada saat itu Amerika merekrut tentara yang sangat banyak untuk keperluan militernya di seluruh penjuru dunia. Untuk keperluan itulah akhirnya tentara-tentara baru tersebut diberikan pelatihan untuk memenuhi syarat kecakapan minimal dalam militer salah satunya adalah kecakapan minimal komunikasi secara vebal, dari pelatihan singkat inilah muncul metodologi baru pengajaran bahasa melalui pengamatan dan pengulangan (observation and repetition). Metodologi pengajaran ala militer inilah yang menjadi cikal bakal pengembangan metode audio-lingual selanjutnya.
Pembelajaran dengan metode ini menekankan aktivitas mendengarkan, menirukan, dan melafalkan bunyi-bunyi bahasa Inggris. Kurikulum 1975 dan 1984 mendukung pelaksanaan metode ini dengan memperkenalkan kegiatan proses belajar mengajar yang berpusat kepada siswa, yang dikenal dengan istilah Cara Belajar siswa Aktif (CBSA).
Metode ini mengandaikan bahwa bahasa adalah apa yang didengar dan diucapkan, bukan simbol, sedangkan tulisan hanyalah representasi dari ujaran. Dari asumsi ini dapat dikatakan bahwa bahasa adalah ujaran. Pembelajaran bahasa harus dimulai dengan mendengarkan bunyi-bunyi bahasa yang berbentuk kata dan kalimat. Dalam bentuk klasikalnya kemudian meminta peserta didik menirukannya untuk dihafal, sebelum membaca dan menulis diajarkan. Asumsi lain dari pendekatan ini bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu prilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab dengan pendekatan mendengar-mengucapkan ini menuntut adanya kegiatan pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.

B. TUJUAN-TUJUAN METODE AUDIO LINGUAL
Tujuan umum dari metode audio-lingual adalah agar para siswa untuk menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Pada tahap awal, fokus pembelajaran adalah pada kemampuan lisan, kemudian bertahap pada kemampuan lainnya seperti belajar mengembangkan keterampilan. Aksentuasi utama diletakkan pada kecakapan lisan, yang berarti siswa harus mencapai pelafalan yang akurat dan tata bahasa yang benar.
Brooks membedakan antara tujuan jangka panjang dan jangka pendek dari sebuah program audio-lingual.
  1. Tujuan jangka pendek meliputi pelatihan dalam mendengarkan, pelafalan yang akurat, membaca dan memahami produksi benar kalimat dalam menulis. Dengan kata lain, tujuan dari metode audio-lingual adalah pengembangan keahlian di keempat kemampuan bahasa, dimulai dengan mendengar dan berbicara, dan menggunakan ini sebagai dasar untuk mengajar membaca dan menulis.
  2. Sedangkan tujuan jangka panjang atau tujuan akhirnya adalah untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa dan untuk menggunakannya secara otomatis tanpa henti-hentinya berpikir.

C. PRINSIP-PRINSIP METODE AUDIO LINGUAL
Metode audio-lingual setidaknya disasarkan pada prinsip-prinsip seperti dibawah ini:
  1. Mendahulukan kecakapan berbicara dan mendengar daripada kecakapan baca-tulis
  2. Kemampuan pengembangan bahasa melalui formulasi pembiasaan.
  3. Murid mempraktikkan pola-pola khusus dari bahasa melalui dialog terstruktur dan drill sampai akhirnya muncul respon secara otomatis.
  4. Pola bahasa yang terstruktur diajarakan menggunakan drill secara berulang-ulang.
  5. Perhatian dan penekanan diberikan kepada peserta didik-peserta didik yang mengeluarkan ungkapan-ungkapan bebas dan salah
  6. Metode pembelajaran bahasa ini cocok bagi gaya pembelajaran kinestetis
  7. Hanya kosakata dan kalimat sehari-hari yang diajarkan. kosakata yang lebih kongkret diajarkan melalui demonstrasi, objek, dan gambar. kosakata yang abstrak di ajarkan melalui penggabungan gagasan.

D. STRATEGI DALAM PENERAPAN METODE AUDIO LINGUAL
Strategi yang biasa dipakai dalam penerapan metode audiolingual antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Penghafalan dialog; peserta didik diberikan dialog singkat untuk dihafal, kemudian mereka mempresentasikan dengan menggunakan permainan mimik dan peran. Tujuan dari strategi pembeajaran ini adalah untuk bereksperimen dengan unsur-unsur bahasa, baik yang berupa unsur verbal maupun non-verbal untuk memperoleh keinginan dan menarik perhatian dari penonton.
  2. Kegiatan backward build-up, merupakan kegiatan yang bertujuan agar peserta didik terlibat secara kolektif dalam mendapatkan pengalaman atas variasi-variasi berbahasa. Peserta didik diberikan penggalan-penggalan kalimat, dan setiap peserta didik mengulang setiap bagian kalimat yang disampaikan oleh guru, dengan dimulai dari kata di akhir kalimat sampai seluruh rangkaian dari kalimat tersebut.
  3. Drill merubah kalimat (transformation drill); guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang harus dirubah menjadi sebuah pernyataan. Melalui kegiatan ini peserta didik mampu memilih urutan kata yang tepat untuk mereka pilih dan gunakan untuk menyampaikan gagasan dan informasi melalui pola-pola kalimat yang sederhana.
  4. Dikte (imla’); dengan menggunakan literatur bacaan sederhana, guru membacakan dengan keras beberapa kali kata per kata atau penggalan-penggalan kalimat kepada peserta didik, dengan tujuan agar mereka mampu menuliskan kata-kata atau penggalan kalimat-kaliamat seperti apa yang dibacakan oleh guru mereka.
  5. Flashcard (kartu pengingat); kartu yang berisi berbagai macam kata, yang sesuai dengan peserta didik dan mereka kemudian mengunkapkan gagasan dengan menggunakan kata-kata lain mengenai kata yang terdapat pada kartu tersebut. Kata-kata baru dapat diplih tiap harinya.
  6. Drill Berantai (chain drill); percakapan berantai di dalam kelas, dimana guru memberi ucapan/sapaan atau pertanyaan kepada seorang pesera didik, dan kemudian peserta didik tersebut memberikan respon, dan kemudian peserta didik tersebut mengulangi sapaan atau pertanyaan yang sama kepada pesertsa didik berikutnya dan begitu seterusnya.
  7. Permainan abjad; kegiatan ini mengajak peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam membagi pengalaman mendengarkan (istima’), saling berbagi ide dan pengalaman dalam kelompok.

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE AUDIO LINGUAL
Beberapa kelebihan dari metode ini adalah:
  • Sesuai dengan hakekat bahasa yaitu bahasa adalah ucapan.
  • Pembelajaran dilaksanakan secara berurutan mulai dari istima’, kalam, qira’ah dan kitabah.
  • Sesuai dengan proses belajar bahasa ibu.
  • Dapat membentuk kebiasaan berbahasa.
  • Siswa pada dasarnya ingin mempelajari bahasa, bukan ilmu tentang bahasa.
  • Setiap bahasa memiliki karakteristik, sehingga tidak diperlukan perbandingan dengan bahasa lainnya.
  • Terjemah dapat memberatkan dalam belajar, tetapi tidak digunakan.
  • Pengajar yang paling utama adalah penutur asli yang terlatih.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut juga terdapat beberapa kritik terhadap prinsip dari metode tersebut, di antaranya adalah:
  • Ucapan bukanlah satu-satunya keterampilan berbahasa.
  • Keterampilan yang lain sebenarnya tidak kalah pentingnya dari keterampilah berbicara.
  • Urutan keterampilan berbahasa sebenarnya bukan harga mati.
  • Belajar berbahasa asing sebenarnya memiliki perbedaan secara batiniyah dari belajar bahasa ibu.
  • Belajar bahasa asing mungkin saja dilakukan secara berulang-ulang.
  • Memang tiap bahasa punya perbedaan, tetapi juga punya persamaan.
  • Penggunaan terjemah dalam pengajaran bahasa asing mungkin saja digunakan dengan strategi yang baik.
  • Tidak benar bahwa penutur asli adalah pengajar bahasa yang terbaik.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger