Dinasti al-Muwahhidun mendirikan banyak lembaga pengajaran yang menjadi sandaran dinasti ini dalam mendirikan daulat dan menyebarkan kebudayaan di antara bangsa Barbar dan selain Barbar baik yang madani maupun yang baduwi. Di antara lembaga tersebut adalah:
1. al-Kuttab.
Jumlah al-kuttab pada masa al-muwahhidun bertambah banyak, khususnya bagi orang-orang Barbar. Masyarakapun menerima kehadiran al-kuttab dan memasukkan anak-anak mereka ke dalamnya. Pengajar yang mengajar dianggap seorang imam, mursyid, katib, hakim, orang arif saleh yang diharapkan darinya keberkahan.
2. Zawiyah.
Zawiyah adalah tingkatan menengah di antara kuttab-kuttab yang ada yang merupakan sekolah dasar. Madrasah sendiri menjadi pendidikan tingkat kedua. Sementara zawiyah adalah sekolah tingkat dasar tertinggi. Pada masa al-Muwahhidun, zawiyah semakin terlepas dan terpisah dari ribat. Ribat sendiri adalah semacam lembaga yang mempunyai banyak fungsi dan salah satu fungsinya adalah pengajaran. Jadi zawiyah terpisah dari ribat dan terbatas fungsinya hanya untu pengajaran ilmu pengetahuan. Para pelajar tinggal, makan dan minum, dan belajar di dalam zawiyah dengan biaya zawiyah yang diberikan kepada pelajar secara gratis.
Zawiyah sendiri pada masa al-Muwahhidun dapat dibagi kepada macam. Yang pertama adalah zawiyah sederhana yakni zawiyah yang dibagun tidak di dekat tempat suci seorang wali/tokoh sufi dan tidak dinisbatkan kepada seorang tokoh atau suatu aliran sufi tertentu, akan tetapi hanya sekumpulan bangunan yang lazim pada lembaga pendidikan yang terdiri dari tempat tinggal para pelajar yakni sebuah besar berbentuk bulat, kemudian kuttab yakni ruangan yang digunakan untuk mengajar, kemudian perpustakaan, aula dan al-marafiq (sebuah ruang yang luas). Dengan cepat dan perlahan-perlahan berubah menjadi pasar mingguan, kemudian menjadi desa lalu menjadi kota. Sementara tanah-tanah yang berada di sekitar zawiyah menjadi milik zawiyah tersebut dan dari hasil tanah itulah zawiyah mendapatkan biaya. Selain itu, sumber dana zawiya juga berasal dari pemberian dermawan baik berupa hewan peliharaan, tanam-tanaman dan materi lainnya.
Kedua adalah zawiyah yang dimiliki oleh seorang wali (tokoh sufi) yang didirikan di sekitar tempat ibadah wali tersebut atau di sekitar kuburan wali tersebut. Tempat ini pada awalnya tempat ziarah yang cukup sering didatangi oleh pengunjung. Dengan latar belakang tersebut, dengan serta merta tempat itu menjadi pusat bangunan-bangunan besar (yang digunakan sebagai zawiyah).
Ketiga adalah zawiyah at-tarqiyah (zawiyah yang mengajarkan tarekat tasawwuf). Biasanya zawiyah ini menggabungkan adat, akfitas praktek tasawwuf dengan pengajaran tasawwuf. Yang dimaksud dengan adat adalah lagu-lagu yang biasanya dikenal pada kebanyakan aliran tasawwuf, sedangkan praktek adalah urutan lagu-lagu tersebut dan cara-cara khusus yang digunakan oleh tarekat. Sedangkan pengajaran adalah kurikulum pelajaran terpadu seperti pada umumnya zawiyah.
3. Madrasah.
Dinasti Muwahhidun memperhatikan pendirian madrasah-madrasah. Madrasah ini terbagi kepada beberapa jenis, yakni: madrasah umum yang bertujuan untuk menamatkan pelajar yang akan bekerja sebagai pegawai pemerintahan al-Muwahhidun, atau untuk mengajarkan administrasi pemerintahan al-Muwahhidun yang tercakup di dalamnya ilmu siasat (politik) pemerintahan. Selain itu terdapat juga madrasah al-mulkiyah yang bertujuan untuk mengjar para tokoh-tokoh dinasti Muwahhidun. Madrasah lainnya adalah madrasah yang bertujuan untuk mengajarkan ilmu pelayaran yang terdapat di kota Ribat.
Ya’qub al-Mansur sendiri mendirikan beberapa madrasah di Magrib dan Andalusia dan Afrika (Tunis), salah satunya juga merupakan madrasah terbaru adalah madrasah yang dibangun di luar Marakis. Dalam Madrasah ini terdapat ruangan yang menjadi tempat penyimpanan buku yang sangat banyak. Madrasah ini merupakan madrasah yang terbesar yang diberikan kepada Imam al-Abbas as-Sabtiy.
Beberapa tokoh dari kaum as-Sya’b juga memperhatikan pembangunan madrasah, salah satunya adalah Abu al-Hasan as-Syari al-Ghafiqi as-Sabtiy. Dia membangun sebuah madrasah yang kemudian dinamai dengan namanya di kota Sabtah. Di antara madrasah dinasti Muwahhidiyah adalah Bait at-Talabah (rumah pelajar) yang terdapat di kota Marakis, madrasah ini menyerupai madrasah tingkat tinggi.
Menyoal kurikulum pelajaran, pada madrasah administari, Abdul Mu’min memerintahkan untuk diajarkan beberapa buku, di antaranya adalah al-Muwatta yang dianggap sebagai pelajaran paling tinggi, selain itu para pelajar juga mempelajari teknik perang, seperti menunggang kuda, memanah, menggunakan tombak, pelayaran.
Dari sisi keadministrasian, para pelajar mempelajari beberapa buku tentang administrasi wilayah dan cara mengurus negara. Biaya yang digunakan madrasah ini sepenuhnya ditanggung oleh negara.
Pada masa pemerintahan al-Muwahhidun, tingkah kehidupan para pelajar sendiri dapat dibagi kepada beberapa tingkatan yakni:
Setiap kelompok pelajar mempunyai ketua yang disebut dengan ketua pelajar yang dipilih setahun sekali. Ketua pelajar ini menyerupai wakil atau pengurus yang berfungsi untuk membela hak-hak dan yang menjadi pusat komando pelajar dalam berdiskusi.
Kehidupan para pelajar terbatas pada madrasah, penginapan, perpusatakaan, dan kantor. Tempat tinggal pelajar (semacam asarama) merupakan bangunan megah bergaya Andalusia yang dihiasi dengan ukiran-ukiran berbahasa Arab. Bangunan ini sangat nyaman, tenteram, megah, kondusif bagi kesehatan karena ruangan yang bersih, udara yang nyaman dan tempat tidur yang nyaman. Administratur sekolah membiayai makanan, pakaian dan kebersihan asrama dan pakaian pelajar. Hal ini menyebabkan para pelajar tidak terganggu untuk menghadiri kelas, perpustakaan dan mempersiapkan pelajaran di ruangan khusus, dan ruang khusus diskusi.
Singkat kata bahwa aktifitas pengajaran di Magrib bersandar pada kuttab, zawiyah, madrasah, aula, dan sekolah-sekolah khusus seperti akademi maritim, akademi administrasi dan akademi kedokteran.
Sementara itu, aktifitas pengajaran di pendidikan tinggi dapat diambil secara khusus dari perguruan Qairawan yakni sebuah aula yang didirikan oleh Fatimah pada tahun 255 H. lembaga ini mencapai perkembangannya dalam ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan al-Muriniyyin. Lembaga ini berbeda dengan lembaga lainnya dengan beberapa hal berikut: para filosof dan dokter yang dibawa oleh Dinasti al-Muwahhidun dari Andalusia, mereka yang hijrah ke Magrib telah mengajar di lembaga universitas al-Yusufiyah di kota Marakish dan di perguruan tinggi di Qairawan, dengan begitu mereka memasukkan pelajaran filsafat, kedokteran, biologi dan zoologi ke lembaga ini di samping ilmu sastra dan ilmu-ilmu keagamaan.
Sementara itu, sekolompok ilmuan di bidang biologi dan ilmu hitung berbangsa Andalusia juga ikut hijrah ke lembaga pendidikan ini seperti Ali al-Qalsadi. Mereka menghidupkan pelajaran-pelajaran yang mereka bawa tersebut di Qairawan, meski beberapa tokoh yang telah ada di lembaga pendidikan ini sebelumnya telah mendalami ilmu-ilmu tersebut seperti al-Idris yang menulis buku dalam ilmu biologi dan farmasi dan mengajarkannya di lembaga pendidikan ini.
1. al-Kuttab.
Jumlah al-kuttab pada masa al-muwahhidun bertambah banyak, khususnya bagi orang-orang Barbar. Masyarakapun menerima kehadiran al-kuttab dan memasukkan anak-anak mereka ke dalamnya. Pengajar yang mengajar dianggap seorang imam, mursyid, katib, hakim, orang arif saleh yang diharapkan darinya keberkahan.
2. Zawiyah.
Zawiyah adalah tingkatan menengah di antara kuttab-kuttab yang ada yang merupakan sekolah dasar. Madrasah sendiri menjadi pendidikan tingkat kedua. Sementara zawiyah adalah sekolah tingkat dasar tertinggi. Pada masa al-Muwahhidun, zawiyah semakin terlepas dan terpisah dari ribat. Ribat sendiri adalah semacam lembaga yang mempunyai banyak fungsi dan salah satu fungsinya adalah pengajaran. Jadi zawiyah terpisah dari ribat dan terbatas fungsinya hanya untu pengajaran ilmu pengetahuan. Para pelajar tinggal, makan dan minum, dan belajar di dalam zawiyah dengan biaya zawiyah yang diberikan kepada pelajar secara gratis.
Kedua adalah zawiyah yang dimiliki oleh seorang wali (tokoh sufi) yang didirikan di sekitar tempat ibadah wali tersebut atau di sekitar kuburan wali tersebut. Tempat ini pada awalnya tempat ziarah yang cukup sering didatangi oleh pengunjung. Dengan latar belakang tersebut, dengan serta merta tempat itu menjadi pusat bangunan-bangunan besar (yang digunakan sebagai zawiyah).
Ketiga adalah zawiyah at-tarqiyah (zawiyah yang mengajarkan tarekat tasawwuf). Biasanya zawiyah ini menggabungkan adat, akfitas praktek tasawwuf dengan pengajaran tasawwuf. Yang dimaksud dengan adat adalah lagu-lagu yang biasanya dikenal pada kebanyakan aliran tasawwuf, sedangkan praktek adalah urutan lagu-lagu tersebut dan cara-cara khusus yang digunakan oleh tarekat. Sedangkan pengajaran adalah kurikulum pelajaran terpadu seperti pada umumnya zawiyah.
3. Madrasah.
Dinasti Muwahhidun memperhatikan pendirian madrasah-madrasah. Madrasah ini terbagi kepada beberapa jenis, yakni: madrasah umum yang bertujuan untuk menamatkan pelajar yang akan bekerja sebagai pegawai pemerintahan al-Muwahhidun, atau untuk mengajarkan administrasi pemerintahan al-Muwahhidun yang tercakup di dalamnya ilmu siasat (politik) pemerintahan. Selain itu terdapat juga madrasah al-mulkiyah yang bertujuan untuk mengjar para tokoh-tokoh dinasti Muwahhidun. Madrasah lainnya adalah madrasah yang bertujuan untuk mengajarkan ilmu pelayaran yang terdapat di kota Ribat.
Ya’qub al-Mansur sendiri mendirikan beberapa madrasah di Magrib dan Andalusia dan Afrika (Tunis), salah satunya juga merupakan madrasah terbaru adalah madrasah yang dibangun di luar Marakis. Dalam Madrasah ini terdapat ruangan yang menjadi tempat penyimpanan buku yang sangat banyak. Madrasah ini merupakan madrasah yang terbesar yang diberikan kepada Imam al-Abbas as-Sabtiy.
Beberapa tokoh dari kaum as-Sya’b juga memperhatikan pembangunan madrasah, salah satunya adalah Abu al-Hasan as-Syari al-Ghafiqi as-Sabtiy. Dia membangun sebuah madrasah yang kemudian dinamai dengan namanya di kota Sabtah. Di antara madrasah dinasti Muwahhidiyah adalah Bait at-Talabah (rumah pelajar) yang terdapat di kota Marakis, madrasah ini menyerupai madrasah tingkat tinggi.
Menyoal kurikulum pelajaran, pada madrasah administari, Abdul Mu’min memerintahkan untuk diajarkan beberapa buku, di antaranya adalah al-Muwatta yang dianggap sebagai pelajaran paling tinggi, selain itu para pelajar juga mempelajari teknik perang, seperti menunggang kuda, memanah, menggunakan tombak, pelayaran.
Dari sisi keadministrasian, para pelajar mempelajari beberapa buku tentang administrasi wilayah dan cara mengurus negara. Biaya yang digunakan madrasah ini sepenuhnya ditanggung oleh negara.
Pada masa pemerintahan al-Muwahhidun, tingkah kehidupan para pelajar sendiri dapat dibagi kepada beberapa tingkatan yakni:
- Pelajar yang merupakan anak-anak penguasa yang belajar di sekolah khusus yang disebut madrasah al-Umara’.
- Pelajar yang berasal kaum Barbar dari dinasti Muwahhidun. Jumlah mereka lebih dari tiga ribu orang. Mereka belajar di madrasah administrasi secara khusus, yang nantinya setelah tamat akan menjadi pegawai dinasti al-Muwahhidun.
- Pelajar biasa yakni pelajar yang menetap maupun tidak. Mereka belajar ilmu murni hanya untuk tujuan menuntut ilmu, tidak ada lapangan kerja khusus bagi mereka kecuali di beberapa bidang keagamaan.
Setiap kelompok pelajar mempunyai ketua yang disebut dengan ketua pelajar yang dipilih setahun sekali. Ketua pelajar ini menyerupai wakil atau pengurus yang berfungsi untuk membela hak-hak dan yang menjadi pusat komando pelajar dalam berdiskusi.
Kehidupan para pelajar terbatas pada madrasah, penginapan, perpusatakaan, dan kantor. Tempat tinggal pelajar (semacam asarama) merupakan bangunan megah bergaya Andalusia yang dihiasi dengan ukiran-ukiran berbahasa Arab. Bangunan ini sangat nyaman, tenteram, megah, kondusif bagi kesehatan karena ruangan yang bersih, udara yang nyaman dan tempat tidur yang nyaman. Administratur sekolah membiayai makanan, pakaian dan kebersihan asrama dan pakaian pelajar. Hal ini menyebabkan para pelajar tidak terganggu untuk menghadiri kelas, perpustakaan dan mempersiapkan pelajaran di ruangan khusus, dan ruang khusus diskusi.
Singkat kata bahwa aktifitas pengajaran di Magrib bersandar pada kuttab, zawiyah, madrasah, aula, dan sekolah-sekolah khusus seperti akademi maritim, akademi administrasi dan akademi kedokteran.
Sementara itu, aktifitas pengajaran di pendidikan tinggi dapat diambil secara khusus dari perguruan Qairawan yakni sebuah aula yang didirikan oleh Fatimah pada tahun 255 H. lembaga ini mencapai perkembangannya dalam ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan al-Muriniyyin. Lembaga ini berbeda dengan lembaga lainnya dengan beberapa hal berikut: para filosof dan dokter yang dibawa oleh Dinasti al-Muwahhidun dari Andalusia, mereka yang hijrah ke Magrib telah mengajar di lembaga universitas al-Yusufiyah di kota Marakish dan di perguruan tinggi di Qairawan, dengan begitu mereka memasukkan pelajaran filsafat, kedokteran, biologi dan zoologi ke lembaga ini di samping ilmu sastra dan ilmu-ilmu keagamaan.
Sementara itu, sekolompok ilmuan di bidang biologi dan ilmu hitung berbangsa Andalusia juga ikut hijrah ke lembaga pendidikan ini seperti Ali al-Qalsadi. Mereka menghidupkan pelajaran-pelajaran yang mereka bawa tersebut di Qairawan, meski beberapa tokoh yang telah ada di lembaga pendidikan ini sebelumnya telah mendalami ilmu-ilmu tersebut seperti al-Idris yang menulis buku dalam ilmu biologi dan farmasi dan mengajarkannya di lembaga pendidikan ini.
0 comments:
Post a Comment