Menyikapi Bencana-bencana

(Disampaikan dalam khutbah Jum’at di Masjid al-Abrar Kebayakan, Takengon Aceh Tengah)
Tanggal 5 Februari 2010

Akhir-akhir ini di negara kita yang kita cintai ini selalu diselimuti oleh duka, karena ditimpa oleh bencana dan musibah di berbagai daerah. Tidak luput dari ingatan kita bagaimana dahsatnya bencana sunami di daerah aceh, gempa di Yogyakarta disusul lagi dengan gempa di daerah Sumatra Barat Padang. Ditambah lagi dengan bencana-bencana kebanjiran serta tanah longsor di berbagai daerah di tanah air kita. Kemudian baru beberapa hari ke belakang gempa juga telah menimpa daerah di mana kita tinggal, tepatnya di kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah yang menurut pantauan Badan Metreologi dan Giofisika (BMG) berkekuatan 5 skala rhaiter. Konsekwensi dari bencana-bencana alam ini, telah banyak mengorbankan jiwa dan harta, khususnya lagi di kecamatan Kute Panang, kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah dan Kecamatan Wih Pesam kabupaten Bener Meriah, kendatipun tidak menelan korban jiwa tetapi banyak sarana fisik, baik milik personal seperti rumah masyarakat maupun fasilitas umum seperti rumah ibadah (masjid), rumah sekolah dan sarana lainnya yang mengalami kerusakan, baik yang berskala berat maupun ringan.

Dalam menyikapi bencana ini, banyak muncul analisis orang dengan menggunakan berbagai macam pendekatan terutama pendekatan saintifik, teknologi, dan impirik mengatakan bahwa, bencana gempa dan bencana-bencana lainnya terjadi akibat dari tidak seimbangnya lagi alam, telah terjadi pergeseran lempengan pertemuan antara benua Asia dengan benua Australia dan terjadinya pemanasan global akibat dari semakin kurangnya hutan di belahan bumi ini. Ada juga orang menggunakan pendekatan mistisisme dengan prediksi bahwa pada tahun 2012 akan terjadi bencana yang sangat besar yang mirip dengan kiamat. Dan banyak lagi spekulasi-spekulasi yang dikemukakan oleh berbagai kalangan dengan berdasarkan kepada berbagai pendekatan-pendekatan yang mereka gunakan..

Untuk persoalan ini bagi kita umat Muslim, mari kita menggunakan pendekatan normatif yang sudah tentu sesuai dengan dogma yang kita yakini yaitu ajaran Islam. Dalam ajaran Islam sesuai dengan konsep al-Qur’an kejadian-kejadian yang kita alami pada dasarnya sudah digambarkan terlebih dahulu. Al-Qur’an menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan di lautan diakibatkan oleh perbuatan manusia. Artinya segala bencana yang menimpa manusia tidak terlepas dari andilnya manusia dalam persoalan itu. Salah contoh terjadinya penebangan kayu, berkonsekwensikan kepada bencana alam seprti banjir bandang yang diringi dengan longsor. Bencana ini muncul boleh jadi dari akibat perbuatan manusia maupun prilaku manusi.

Perlu kita fahami bahwa, Al-Qur’an bukan hanya kitab yang berbicara masalah hukum, melainkan juga memberikan pengajaran kepada kita dengan menggunakan pendekatan historis. Dalam al-Qur’an terdapat cerita-cerita orang yang diberi hikmah oleh Allah seperti kepada Lukman yang diabadikan dalam al-Qur’an tepatnya surat Lukman, sebaliknya al-Qur’an juga menceritakan tentang orang-orang yang ditimpa bencana karena ingkar kepada Allah, seperti umatnya Nabi Nuh, Nabi Luth dan lain-lain. Cerita-cerita ini digambarkan dalam al-Qur’an agar kita bisa mengambil hikmahnya dalam menghadapi segala bentuk bencana saat ini.

Dalam kesempatan ini mari kita angkat kepermukaan bagaimana peristiwa yang menimpa kaum Saba’ yang diabadikan dalam al-Qur’an tepatnya surat Saba’ ayat 15, 16 dan 17, yang berbunyi:
Ayat 15:

 لقد كان لسبا في مسكنهم ءايه جنتان عن يمين وشمال كلوا من رزق ربكم واشكروا له بلده طيبه ورب غفور
Artinya: Sesungguhnya pada kaum Saba’ terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah), di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun yang berada di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), makanlah dari rejeki yang diberikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada-Nya. (negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.

Dalam kitab Tafsir Ibnu katsir dijelaskan bahwa nama Saba’ adalah nama sebuah negeri atau kaum yang berada di daerah Yaman. Negeri Saba’ sangat subur dengan adanya bendungan Ma’arib yang berada antara kota San’a dan Hadhramaut. Air yang bersumber dari bendungan ini mengalir ke seluruh negeri Saba’ sehingga tanahnya subur dan produktif. Kebun-kebun yang subur mengelilingi kota negeri Saba’, sehingga neneri Saba’ ini sangat makmur.

Kalau kita fahami dan diamati, maka keadaan negeri Saba’ ini hampir mirip dengan daerah kita khususnya kabupaten Aceh Tengah yang memiliki banyak potensi Alam, tanahnya subur dan dihiasi oleh panorama alam yang indah.

Dalam kalimat selanjutnya pada ayat ini Allah menganjurkan kepada kita menikmati rijki yang diberikan kepada kita dan hendaklah kita selaku manusia mensyukuri nikmat tersebut. Rasa syukur kita diimplimentasikan melalui menjalankan seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan Allah yang di dasari dengan keteguhan iman kepada Allah (Al-Qur’an surat Ali Imran Ayat 110). Rasa syukur ini berdasarkan kepada pemberian Allah kepada kita yaitu negeri yang baik. Jikalau kita lari dari ketentuan Allah mari kita mohon ampun kepada Allah sang penerima ampunan.
Ayat 16:

فاعرضوا فارسلنا عليهم سيل العرم وبدلنهم بجنتيهم جنتين ذواتي اكل خمط واثل وشيء من سدر قليل
Artinya: Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan atas mereka banjir yang besar. Dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang tumbuhi (pohon) yang berbuah pahit yaitu pohon Atsl (cemara) dan sedikit pohon sidr (bidara).

Ketika kaum Saba’ diberi rejeki yang melimpah, tetapi tidak memotivasi mereka semakin bersyukur kepada Allah melainkan sebaliknya semakin ingkar. Mereka beranggapan bahwa segala yang mereka peroleh adalah atas jerih payah mereka, dan mereka melupakan adanya andil Allah dalam setiap hasil usahanya. Mereka tidak lagi mengingat Allah, malahan mereka telah mensyerikatkan Allah, karena mereka menganggap telah memiliki kekuasaan berdasarkan kekayaan mereka. Maka pada saat itu Allah mendatangkan bencana yang maha dahsyat, melalui banjir dengan runtuhnya bendungan Ma’arib yang mereka bangun sendiri. Dalam sejarah disebutkan bahwa bencana banjir ini menelan seluruh jiwa dan harta kaum Saba’. Setelah banjir tanah yang dahulunya subur berubah menjadi gersang dan ditumbuhi oleh pohon-pohon yang berbuah pahit dan tidak bermanfaat bagi manusia.

Dari keajadian di atas, barangkali bisa kita petik hikmahnya kenapa bencana menimpa kita. Untuk memahami ini mungkin kita harus kembali kepada ayat di atas, mungkin kita telah melupakan kewajiban kita kepada Allah, salah satunya adalah bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada kita. “ Apabila engkau bersyukur, niscaya AKU akanmenambahkan kenikmatan bagimu, dan apabila engkau ingkari (nikmat-nikmat-Ku) maka sikasa-Ku amat pedih” (Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7).

Mari kita evaluasi apakah kita telah menjalankan kewajiban kita baik secara personal maupun secara sosial sebagaimana yang dianjurkan oleh Allah. Secara personal sudahkah kita menjalankan tugas kita sesuai dengan konsep al-Qur’an, ketika kita menjadi pemimpin mulai dari pemimpin diri kita sendiri, pemimpin keluarga dan juga mungkin dipercayakan sebagai pemimpin masyarakat. Sebagai individu apakah kita telah mampu mengendalikan nafsu kita dan menjalankan ibadah-ibadah yang baik dan benar sebagai kewajiban pribadi kita kepada sang Khalik. Adakah kita sudah mengendalikan keluarga kita sesuai dengan ajaran Islam. Mendidik anak kita sesuai ajaran Islam sehingga anak kita menjadi “Qurratun ‘Ayun” dan “ahlul Qur’an”. Sudahkah kita mendidik anak kita beretika dan berestetika sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah rasulullah. Bila kita diberi amanah oleh orang lain untuk menjadi pemimpin, sudahkan kita jalankan sebagaimana petunjuk al-Qur’an dan Rasulullah dengan menggunakan al-Qur’an sebagai pengendalinya dan selalu menggunakan prinsip adil. Kalau semua sudah kita laksanakan maka apa yang dikehendaki oleh Allah “Wahai orang-orang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (Al-Qur’an Surat at-Tahrim ayat 6), sudah tercapai.

Di samping itu juga, dalam menjalankan aktivitas kita apakah sudah sesuai dengan konsep Islam. Bila kita petani, berniaga dan pejabat sekalipun apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah Fiqh Islam, yang berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, supaya yang diisyaratkan dalam al-Qur’an dan selalu kita sebut dalam setiap melakukan shalat tercapai yaitu “ Katakanlah bahwa Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan penguasa Alam” (Al-Qur’an surat al-An’am ayat 162).

Jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas kita kembalikan kepada diri kita masing-masing, agar bencana yang tidak kita harapkan kehadirannya seperti yang dialami oleh kaum Saba’ tidak menimpa kita.
Ayat 17:

ذلك جزينهم بما كفروا وهل نجزي الا الكفور
Artinya: Demikianlah kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka, dan kami tidak akan menjatuhkan azab yang demikian melainkan kepada orang-orang yang sangat kafir.

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa azab itu muncul karena kekufuran manusia, baik ingkar nikmah maupun ingkar dalam bidang aqidah. Selanjutnya ditegaskan bahwa Allah tidak akan menurunkan Azab melainkan kepada orang-orang sangat kafir. Tetapi kadang kala bencana juga menimpa orang-orang yang taat kepada Allah. Ketika bencana menimpa orang-orang yang taat kepada Allah, maka kita sikapi hal tersebut dengan “cobaan” yang diberikan kepada kita untuk menguji kualitas keimanan kita. Untuk itu kita menyikapi bencana yang menimpa kita adalah sesuai dengan apa yang dianjurkan Allah, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 155:

ولنبلونكم بشيء من الخوف والجوع ونقص من الامول والانفس والثمرت وبشر الصبرين
Artinya: Dan sungguh Kami akan memberikan cobaan kepada kamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekuarangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang sabar.

Allah akan memberi cobaan kepada kita dengan bermcam-macam cara, memberikan sedikit rasa takut dikarenakan kondisi akibat bencana maupun keadaan keamanan dan biasanya kondisi akibat bencana dan komplik berkonsekwensikan kepada perekonomian (rasa lapar). Cobaan ini adalah berorientasi kepada nikmat bagi orang-orang mentyikapinya dengan sabar. Kreteria orang sabar sebagaimana yang disebutkan dalam kelanjutan ayat di atas surat al-Baqarah ayat 156:

الذين اذا اصبتهم مصيبه قالوا انا لله وانا اليه رجعون
Artinya: yaitu orang-orang yang ditimpa musibah, selalu mengucapkan “Innalillahi Wainna ilaihi Raji’un”.


Kriteria orang yang sabar adalah yang selalu beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ketika ditimpa musibah selalu mengucapkan kalimat “istirjaa”, yaitu itu “pernyataan kembali kepada Allah”. Lebih lanjut Rasulullah memberi pesan kepada kita bahwa “ segala yang diambil adalah milik Allah, dan segala yang ada saat ini juga milik Allah, dan segala sesuatu telah ditentukan masanya, oleh sebab itu hendaklah bersabar dan tabah”. Inilah salah satu sikap bila kita menghadapi musibah atau bencana, agar kita selalu dalam keteguhan iman.

Dari penjelasan singkat di atas, maka dapat kita ambil intisarinya yaitu: untuk menghindari murkanya Allah marilah kita selalu bersyukur terhadap nikmat yang diberikan kepada kita. Syukur ini mari kita implimentasikan dengan melaksanakan apa yang dianjurkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah serta mengukuhkan keimanan kepada-Nya. Serta menanamkan prinsip sabar bila ditimpa musibah baik kecil maupun besar.
Sebagai penutup kami sampaikan firman Allah dalam surat Al-a'raf: 96

ولو ان اهل القري ءامنوا واتقوا لفتحنا عليهم بركت من السماء والارض ولكن كذبوا فاخذنهم بما كانوا يكسبون
Artinya: Dan jikalau penghuni suatu kampung beriman dan bertaqwa, sungguh Allah akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi. Dan akan tetapi bila mereka mendustai ayat-ayat Allah, maka Allah akan menurunkan azab dengan apa yang mereka dustakan.

Amin Yaa Rabbal ‘Alamin

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger