Maroko
Dua orang penebang kayu sedang berjalan di semak-semak ketika mereka melihat jejak singa di jalan. “Ini tanda seekor singa,” kata yang seorang. “Apa yang mesti kita lakukan?”
“Mari kita teruskan perjalanan kita dan kerakan apa yang harus kita kerjakan,” kata kawanya. Maka mereka meneruskan langkah sepanjang jalan itu dan masing-masing mengumpulkan setumpuk kayu bakar. Ketika tiba saat mereka untuk kembali, penebang pertama berkata, “Mari kita ambil jalan lain untuk pulang, demi Allah!”
“Tidak, jalan ini lebih dekat,” kata kawannya.
Penebang pertama berkata, “Aku melihat jejak singa di jalan itu dan aku tidak mau kembali lewat jalan itu, demi Allah!” Dan dia mengambil jalan berbatu-batu naik ke gunung.
Penebang kayu kedua kembali melewati jalan yang dilewatinya tadi. Ketika dia tiba di tempat mereka melihat jejak singa, dia mendapati singa itu sendiri sedang duduk di tengah jalan. “Damai, paman singa,” kata orang itu.
“Damai, wahai putra Adam,” kata singa.
“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya orang itu. “Aku sedang sakit,” sahut singa, “dan aku membutuhkan otak dari kepala seorang manusia untuk menyembuhkan penyakitku. Allah dengan belas kasih-Nya telah menuntunmu kepadaku dan menawarkan otakmu, alhamdulillah.”
“Dengarkan, wahai paman singa,” kata orang itu, “sebab yang akan kukatakan kepadamu ini benar. Aku orang yang tidak berotak. Jika aku punya otak sedikit saja aku pasti tidak akan kembali lewat jalan ini. Orang yang punya otak mendaki jalan bebatuan di atas sana!”
“Tuhan memberimu kebahagiaan,” ujar singa, dan mulai mendaki gunung berbatu.
Dua orang penebang kayu sedang berjalan di semak-semak ketika mereka melihat jejak singa di jalan. “Ini tanda seekor singa,” kata yang seorang. “Apa yang mesti kita lakukan?”
“Mari kita teruskan perjalanan kita dan kerakan apa yang harus kita kerjakan,” kata kawanya. Maka mereka meneruskan langkah sepanjang jalan itu dan masing-masing mengumpulkan setumpuk kayu bakar. Ketika tiba saat mereka untuk kembali, penebang pertama berkata, “Mari kita ambil jalan lain untuk pulang, demi Allah!”
“Tidak, jalan ini lebih dekat,” kata kawannya.
Penebang pertama berkata, “Aku melihat jejak singa di jalan itu dan aku tidak mau kembali lewat jalan itu, demi Allah!” Dan dia mengambil jalan berbatu-batu naik ke gunung.
Penebang kayu kedua kembali melewati jalan yang dilewatinya tadi. Ketika dia tiba di tempat mereka melihat jejak singa, dia mendapati singa itu sendiri sedang duduk di tengah jalan. “Damai, paman singa,” kata orang itu.
“Damai, wahai putra Adam,” kata singa.
“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya orang itu. “Aku sedang sakit,” sahut singa, “dan aku membutuhkan otak dari kepala seorang manusia untuk menyembuhkan penyakitku. Allah dengan belas kasih-Nya telah menuntunmu kepadaku dan menawarkan otakmu, alhamdulillah.”
“Dengarkan, wahai paman singa,” kata orang itu, “sebab yang akan kukatakan kepadamu ini benar. Aku orang yang tidak berotak. Jika aku punya otak sedikit saja aku pasti tidak akan kembali lewat jalan ini. Orang yang punya otak mendaki jalan bebatuan di atas sana!”
“Tuhan memberimu kebahagiaan,” ujar singa, dan mulai mendaki gunung berbatu.
0 comments:
Post a Comment