Banyak hal yang dapat diperoleh ketika kita memahami berbagai peristiwa kehidupan yang penting, yang akhirnya menjadi sejarah dalam kehidupan manusia. Begitupun juga dengan Sejarah Islam dan Historiografi Islam, berkembang seiring dengan perkembangan umat Islam dan tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan peradaban Islam pada umumnya.
Perkembangan peradaban Islam boleh dikatakan berlangsung secara cepat, dalam bidang politik misalnya, hanya dalam satu abad lebih sedikit, Islam sudah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Siria, Palestina, semenanjung Arabia, Irak, Persia, Afganistan, Pakistan, Uzbekestan dan Kirgis. Kebangkitan Islam itu telah melahirkan sebuah imperium besar yang mengalahkan dua imperium besar yang sudah ada sebelumnya yaitu Persia dan Bizantium. Sejalan dengan menanjaknya imperium besar itu, umat Islam juga menggalakkan pengembangan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun umum.
Seiring dengan perkembangan peradaban Islam itulah ilmu sejarah dalam Islam lahir dan berkembang. Sebagai komparasi, ketika umat Islam sudah mencapai kemajuan dalam penulisan sejarah, tidak ada bangsa lain pada waktu itu yang menulis seperti halnya kaum Muslimin. Umat Islam memandang sejarah sebagai ilmu yang sangat bermanfaat. Sebagai hasil pencermatan dan kenyataan sejarah menunjukkan bahwa para khalifah yang berhasil membangun kejayaan politik dan peradaban Islam pada masa klasik adalah mereka yang paling banyak memperhatikan dan belajar sejarah. Muawiyyah bin Abu Sofyan, berhasil membangun wilayah kekuasaan Islam demikian luas yang membentang di tiga benua, dan khalifah Abbasyiah yaitu Harun al Rasyid dan putranya Makmun yang berhasil membawa Dinasti Abbasyiah ke puncak kejayaan peradaban Islam pada periode klasik, rupanya para khalifah itu memang membutuhkan pengetahuan sejarah yang dapat membimbing mereka dalam menjalankan roda pemerintahan.
Demikian besar manfaat belajar Sejarah Islam dan Historiografi, maka dalam makalah ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan itu, yang meliputi : Asal usul dan pengembangan Historiografi periode awal Islam, Pengertian sejarah dan pendekatan sejarah, Sejarawan Muslim dan karya pentingnya, Kritik dan pembahasan karya sejarawan Muslim periode awal dan masa abad pertengahan, Perkembangan Historiografi Islam modern dan mutaakhir : tokoh dan hasil karyanya, manfaat dan sumbangan pendekatan ilmu sejarah dalam studi Islam.
Dengan demikian, untuk mengetahui secara mendalam informasi sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk jazirah Arab pra Islam adalah dengan mengarahkan perhatian pada tradisi lisan, yang pertama disebut dengan al Ayyam, yang arti semantiknya adalah hari-hari penting, yaitu hari-hari dimana telah terjadi peperangan/konflik antar kabilah karena perebutan sumber air, padang rumput dan perselisihan mencapai kepemimpinan. Kedua disebut dengan al Ansab, jamak dari nasab artinya silsilah, yaitu pengetahuan yang harus dihapal oleh setiap kabilah tentang asal usul dan anggota keluarganya agar tetap murni, karena nasab adalah yang dibanggakan terhadap kabilah-kabilah lain. Kedua hal itulah yang memungkinkan sejarawan mengetahui masa itu tentang Arab pra Islam meskipun tidak seluruhnya menggambarkan kenyataan dan berita itu bertolak dari realitas.
Penulisan sejarah Islam berkembang seiring dengan perkembangan peradaban Islam. Paling tidak ada dua faktor pendukung utama berkembangnya penulisan sejarah dalam sejarah Islam yaitu :
Hadis bukan saja perkataan Nabi, tetapi juga mencakup perbuatannya dan ketetapan-ketetapannya. Oleh karena itu, Nabi dipandang sebagai contoh teladan yang harus diikuti oleh umat Islam. Untuk kepentingan meneladani Nabi, umat Islam kemudian menyusun buku semacam biografi Nabi, yang dikenal dengan nama al sirah dan perang-perang Nabi atau al maghazi.
Para penulisnya adalah juga para ahli hadis, oleh karena itu sebagaimana dalam penulisan hadis, mereka juga menggunakan isnad apalagi dalam peristiwa-peristiwa penting, seperti turunnya wahyu dan hijrah. Tulisannya sederhana dipaparkannya bersifat faktual dan tidak berlebihan. Mereka itu adalah Aban bin Usman bin Affan, Urwah bin Zubayr yang menulis Sirah Nabawiyyah , Muhammad ibn Muslim al Zuhri, Syurahbil ibn Sa’ad, Abdullah ibn Abu Bakar Ibn Hazm, Ashim Ibn Umar Ibn Qatadah dan wahab ibn Munabbih dari Yaman yang menulis Sejarah penguasa kerajaan Himar.
Karya mereka itu bersumber dari data-data yang terekam oleh hafalan lewat periwayatan individu-individu otoritatif, yang dalam hal ini disebut dengan istilah asanid, yang berarti menghubungkan suatu pernyataan kepada yang menyatakan. Metode ini digunakan untuk menyepakati validitas suatu informasi, dalam proses kodifikasi hadis-hadis Nabi, metode ini juga telah dilakukan agar para pengumpul hadis meyakini kesinambungan sanad hadis-hadis dengan Nabi. Hal ini semakin menjelaskan bahwa sejarah mengikuti metode hadis pada awal pencatatannya, dan bahkan sejarah mengambil berita dari suatu rangkaian riwayat otoritatif yang juga diambil dari hadis.
Namun setelah tradisi tulisan berkembang dan ilmu sejarah telah mapan, maka riwayat otoritatif yang semula dinilai sebagai bagian dari agama tidak lagi dianggap memadai untuk menyampaikan fakta sejarah, karena ia tidak mampu menampilkan seluruh sisi fakta secara utuh akibat keterbatasan kemampuan hafalan manusia. Dari situ sejarawan Muslim mulai berubah dari sekedar informan yang semata-mata menguasai informasi dan menjaga kesinambungan rangkaian periwayatannya, ke arah pengkajian riwayat itu sendiri guna mengungkapkan fakta secara utuh. Dengan demikian muncullah perkembangan baru pada historiografi, karena sejarah mulai melepaskan diri dari metode ilmu hadis ke wilayah yang lebih luas dimana metodologinya lebih mandiri dan berkembang.
Selanjutnya kajian tentang historiografi periode awal Islam dalam makalah ini dibatasi dalam dua tinjauan, yaitu dari segi aliran dan dari segi metode.
a.Dari segi Aliran
Menurut Husein Nashsr, yang dikutip oleh Badri Yatim bahwa perkembangan penulisan sejarah di awal kebangkitan Islam mempunyai 3 aliran yaitu,
b.Dari segi metode
Effat as Syarqawi, yang dikutip oleh Badri Yatim, membagi perkembangan metode penulisan sejarah menjadi dua bagian. Pertama historiografi dengan riwayat dan kedua historiografi dengan dirayat.
Historiografi dengan riwayat menciptakan suatu metode yang menghubungkan suatu informasi sejarah (riwayat) dengan sumber-sumbernya yang menurut ukuran sekarang dapat dipandang telah memenuhi secara ideal dalam penelitian historis dan ketelitian ilmiah. ‘Urwah bin Zubair dan at Thabari adalah tokoh yang mengembangkan metode ini.
Sedangkan metode dirayat adalah metode sejarah yang menaruh perhatian terhadap pengetahuan secara langsung dari satu segi dan interpretasi rasional dari segi lainnya. Tokoh yang mengembangkan metode ini antara lain al Mas’udi, Ibn Maskawaih dan Ibn Khaldun.
Melalui pendekatan sejarah, kita diajak untuk menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini, kita akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Dalam prespektif pemahaman Islam, pendekatan sejarah sangat dibutuhkan, karena pada dasarnya kandungan al Quran berisi konsep-konsep, kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Berisi konsep, banyak sekali istilah dalam al Quran berupa konsep yang bersifat abstrak dan kongkret yang hampir semua merujuk kepada pengertian-pengertian normatif yang khusus, doktrin etik, aturan-aturan legal dan ajaran keagamaan pada umumnya, kesemua itu bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam.
Berisi kisah-kisah dan perumpamaan, al Quran mengajak kepada kita untuk melakukan perenungan guna memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian historis dan metafor-metafor yang berisi hikmah tersembunyi, kita didorong merenungkan hakekat dan makna kehidupan. Dan melalui pendekatan sejarah ini, kita diajak memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Bermula dari pendekatan ini maka kita tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Dalam memahami al Quran secara benar, maka kita harus mempelajari sejarah turunnya al Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al Qur’an, yaitu ilmu Asbabun Nuzul. Dengan ilmu itu dapat diketahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan memelihara hukum itu dari kesalahan memahaminya.
Ia sudah mulai belajar pada usia yang sangat muda dengan kecerdasan yang sangat menonjol sehingga ia hafal al Quran pada usia tujuh tahun, ilmu-ilmu dasar ia pelajari di kota kelahirannya, namun karena orang tuanya termasuk orang berada maka ia mendapat cukup fasilitas untuk melanjutkan studinya di Rayy, salah seorang gurunya disana adalah Muhammad Ibn Humayyad al Razi, seorang sejarawan besar diwaktu itu. Dari sana ia pindah studi ke Baghdad dengan maksud belajar kepada Ahmad Ibn Hanbal, seorang ahli hadis dan ahli fikih termashur waktu itu, akan tetapi yang hendak dituju meninggal sebelum ia sampai ke kota itu, kemudian ia pindah ke Bashrah dan selanjutnya ke Kuffah setelah sebelumnya di washid untuk mendengarkan beberapa kuliah.
Di Kuffah, ia menimba 100.000 hadis dari Syaykh Abu Kurayb, dan tak lama setelah itu ia kembali ke Baghdad dan menetap disana untuk jangka waktu yang cukup lama. Setelah itu pada tahun 876 M, ia pergi ke Mesir dan singgah ke Syiria untuk menuntut ilmu hadis. Di Mesir ia berjumpa dengan Abu Hasan al Siraj al Mishri. Setelah belajar fikih Syafi’i kepada al Rabi, al Muzni dan putera-putera Abd al Hakam maka ia kembali ke Baghdad dan menetap disana. Sepuluh tahun setelah pulang dari Mesir, ia mendirikan mazhab sendiri dalam bidang fikih yang oleh pengikutnya disebut dengan madzab Jaririyah, meski sebelumnya ia bermazhab Syafi’i.
Karyanya di bidang fikih di antaranya Ikhtilaf al Fuqaha dan Adab al Qudhat, kitab tafsirnya diberi nama Jami’ al Bayyan fi tafsir al Qur’an, sedangkan dalam bidang sejarah yang sangat terkenal adalah Tarikh al Umam wa al Muluk atau Tarikh al Rasul Wa al Anbiya’ Wa al Muluk Wa al Khulafa’ dan Tarikh al Rijal (Sejarah para tokoh)
Dalam metode penulisan sejarah, al Thabari bersandar kepada riwayat, sangat memperhatikan sanad, sistimatika penulisan bersifat kronologis berdasarkan tahun, menyajikan informasi umum dan teks-teks sastra.
Ia seorang sejarawan, ahli geografi, geologi, zoologi dan ilmu bahasa. Karya intelektualnya antara lain : Dzakhair al Ulum wa Ma Kana fi sa’ir al Duhur ( khazanah ilmu pada setiap kurun), al Istidzkar Lima Marra fi salif al Amar , Tarikh fi Akhbar al Umam min al Arab Wa al Ajam ( sejarah bangsa Arab dan Persia), Akhbar al Zaman wa Man Abadahu al Hadtsan min al umam al Madliyyah Wa al Aryal al Haliyyah Wa al Mamalik al Da’irab (Sejarah umat masa lampau dan bangsa-bangsa sekarang dan kerajaannya), Akhbar al Zaman dan Muruj al dzahab wa al Ma’adin ( padang rumput emas dan tambang batu permata).
Keluarganya berasal dari hadhramaut dan silsilahnya sampai kepada seorang sahabat Nabi yang bernama Wayl Ibn Hujr dari Kabilah Kindah, salah seorang cucu Wayl, yaitu Khalid Ibn Usman memasuki Andalusia bersama-sama orang Arab penakluk di awal abad ke 3 H/9 M.
Anak cucu Khalid membentuk satu keluarga yang besar dengan nama Bani Khaldun. Ia berasal dari keluarga terpandang, yaitu menjadi gubernur Tunisia, ketika Dinasti al Muwahhidun berkuasa, dan kakeknya, yaitu Muhammad Ibn Abi Bakr menjadi menteri kehakiman pada Bani Hafs. Namun ayah Ibn Khaldun tidak terjun di dunia politik dan cenderung memasuki dunia ilmu dan pendidikan.
Sewaktu kecil Ibn Khaldun mengahfal al Qur’an dan belajar tajwid pada ayahnya, dan belajar ilmu syari’at : Tafsir, hadis, ushul fikih, tauhid dan fikih madzab Maliki. Ia juga mempelajari ilmu bahasa : nahwu, sharaf, balaghah serta ilmu-ilmu fisika dan matematika. Semua itu ia pelajari ketika para ulama Andalusia berhijrah ke Tunisia.Pengembaraannya dalam mencari ilmu dan pengetahuan adalah ke Aljazair, Granada, Castilla dan Fez.
Karya monumentalnya yaitu kitab al I’bar Wa ad Diwan al Mubtada Wa al Khabar fi Ayyam al ‘Arab Wa al A’jam Wa al Barbar Wa Man Siwahum min Dzaw al Sulthan al Akhbar (disingkat al’Ibar) yang terdiri dari tujuh jilid besar yang berisi kajian sejarah dan didahului oleh sebuah pembahasan tentang masalah sosial manusia yang dikenal dengan nama Muqaddimah Ibn Khaldun yang sekaligus merupakan jilid pertama dari kitab al ‘Ibar.
Pada usia dewasa ia pindah ke Jurjan dan beberapa lama tinggal disana, Ia adalah seorang yang gemar membaca dan menulis, Kecerdasan dan penguasaan terhadap berbagai disiplin ilmu sudah menonjol karena sebagian besar hidupnya digunakan untuk ilmu terutama ilmu-ilmu yang bertolak dari yang empiris, yaitu dari pengalaman dan eksperimen.Penguasaan bahasanya meliputi bahasa Khawarizmi, Arab, Persia, Sansekerta, Yunani, Ibrani dan Suryani.
Di antara guru-gurunya adalah Abd al Shamad Ibn Abd al Shamad, Abu Sahal al Masihi dan Abu al Wafa; al Buzjani (dalam bidang astronomi, kedokteran dan matematika), dia juga berguru pada Abu Nashr Manshur Ibn Ali Ibn Iraq (dalam bidang ilmu ukur) dan menjalin hubungan intelektual dengan Ibn Sina (dalam bidang filsafat).
Karya terpentingnya dalam bidang sejarah adalah kitab al Atsar al Baqiyah ‘an al Qurun al Khaliyah (peninggalan abad-abad masa lalu) dan Tahqiq ma li al Hind min Maqulah Maqbulah fi al Aql aw Mardzulah yang dikenal juga dengan nama al Hind al Kabir.
Secara garis besar, kandungan kitab itu dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, berisi sejarah sebelum Islam dimana dimulai dari sejarah para Nabi / Rasul dan raja-raja berikut sistem pemerintahannya, dan dilanjutkan dengan mengetengahkan sejarah kebudayaan sasania (Persia) dimana riwayatnya dikumpulkan dari naskah berbahasa Arab. Dalam hal ini, ia tidak banyak berusaha menganalisis kaitan sejarah antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Kedua, berisi paparan tentang sejarah Nabi Muhammad, peristiwa penting yang di lalui Nabi dan perang-perang yang di pimpin Nabi, selain itu juga sejarah Islam masa al Khulafa al Rasyidin, termasuk didalamnya ekspansi yang terjadi di masa itu.
Dalam mengumpulkan bahan-bahan sejarah ini, dia bersandar pada riwayat-riwayat yang sudah dibukukan, dan yang belum dibukukan dilakukan dengan melakukan perjalanan ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu dan belajar kepada ulama-ulama termashur.
Kitab Muruj al dzahab, karya sejarawan al Mas’udi yang bernilai sangat tinggi, secara garis besar berisi dua bagian. Pertama, berisi sejarah penciptaan alam dan manusia, sifat-sifat bumi, laut, peristiwa luar biasa, riwayat para Nabi, sejarah bangsa-bangsa Kuno beserta agama dan alirannya, adat istiadat dan tradisi. Kedua, berisi sejarah Islam, mulai akhir masa Khulafa al Rasyidun sampai awal masa pemerintahan khalifah Abbasyah al Muthi.
Pada bagian pertama, ia banyak mengutip karya-karya sejarawan sebelumnya. Oleh karena itu, dongeng dan mitos sebagaimana cerita israilliyat, tidak dapat dihindarinya. Namun sistim penulisannya tidak lagi menggunakan penulisan berdasarkan tahun tapi sudah menggunakan pendekatan tematik.
Kitab al ‘Ibar karya Ibn Khaldun, berisi kajian sejarah yang didahului oleh sebuah pembahasan tentang masalah-masalah sosial manusia yang dikenal dengan nama Muqaddimah Ibn Khaldun dan juga kitab al Ta’rif bi Ibn Khaldun, sebuah autobiografi serta kitab Lubab al Muhashshal fi Ushul al Din, sebuah kajian teologi yang meringkas dari kitab Muhashshal Afkar al Mutaqaddimun wa al Muta’akhkhirin karya Imam fakhr al Din al Razi.
Dalam kitab Muqaddimah nya, ia membagi sejarah ke dalam dua aspek, yaitu aspek lahir, bahwa sejarah tidak lebih dari berita-berita tentang peristiwa-peristiwa, negara-negara dan kejadian-kejadian pada waktu yang silam yang dituturkan sebagai sajian. Sedangkan secara batin (hakekat) nya, bahwa dalam sejarah terkandung pengertian observasi dan usaha mencari kebenaran, keterangan yang mendalam tentang sebab dan asal mula kejadian.
Kritikannya dalam penulisan sejarah, ia mengemukakan bahwa penyebab terjadinya kesalahan dalam penulisan sejarah adalah kecenderungan untuk menerima begitu saja berita sesuai dengan pendapat atau kepercayaannya tanpa penyelidikan terlebih dahulu yang semestinya baru bisa diterima apabila telah dilakukan ta’dil dan tajrih, ketidak sanggupan memahami apa yang sebenarnya dimaksud, kepercayaan yang salah kepada kebenaran, ketidak sanggupan menempatkan dengan tepat suatu kejadian dalam hubungan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya, keinginan yang umum untuk mengambil hati orang-orang yang berkedudukan tinggi dengan jalan memuji muji, tidak mengetahui hukum-hukum watak dan perubahan masyarakat, kesalahan dalam memahami berita dan peristiwa karena hanya mendasarkan diri pada penukilan semata dan penganalogian secara mutlak masa lalu atas masa kini.
Ia berasal dari keluarga yang taat beragama dan aktif berkecimpung di dunia ilmiah, salah satunya adalah ayahnya sendiri, Hasan al Jabarti, seorang ahli ilmu agama Islam dan ilmu pasti terutama astronomi yang lulus dan mengajar di Al Azhar kairo. Pendidikan formal pertama yang dilalui al Jabarti adalah di Madrasah as Sananiyah di Kairo dan belajar ilmu keagamaan pada ayahnya sampai ia lulus di Al Azhar Kairo.
Karya terpentingnya adalah kitab Ajaib al Atsar Fi at tarajim Wa al Akhbar (Peninggalan yang menakjubkan tentang biografi tokoh dan peristiwa sejarah) yang dikenal juga dengan nama Tarikh al Jabarti dan buku yang berjudul Mazhar at Taqdis. Sumber pengumpulan data tahun 1099 s/d 1170 H yang terdapat dalam kitab itu berasal dari riwayat generasi yang lebih tua, disamping dari dokumen resmi, prasasti, nisan kubur dan peninggalan tulis lainnya, sedangkan informasi dari tahun 1170 H dan seterusnya bersumber dari ingatannya sendiri karena peristiwa itu dialaminya sendiri.
Gerakan kebangkitan yang dipelopori al Jabarti terputus beberapa tahun ketika terjadi pendudukan Napoleon dari Perancis atas Mesir, namun setelah Perancis meninggalkan Mesir, penguasa baru Mesir, Muhammad Ali Pasya bertekad memulai pembangunan kembali Mesir dengan meniru barat dan menggalakkan gerakan penterjemahan. Sehingga pada masa ini muncul sejarawan Rifaah al Thanthawi dan Ali Mubarak, dalam penulisan sejarahnya dipengaruhi literatur dan pengetahuan kebudayaan Perancis. Namun masih juga menggunakan referensi buku sejarah yang ditulis pada masa klasik dan pertengahan Islam, disamping juga referensi Barat modern.
Disamping kegiatan penerjemahan juga pengiriman mahasiswa tingkat graduate dikirim ke Eropa, dan setelah itu, Barat menjadi kiblat historiografi Islam dalam bidang metodologi , tema dan pendekatan penulisan sejarah.
Seiring dengan perkembangan tersebut, di Barat telah muncul Volteire dengan karyanya The Age Of Louis XIV yang berusaha menyajikan suatu pandangan yang komprehensif dengan meneliti banyak segi kehidupan dan kebudayaan, dengan karya itu membuka perkembangan madzhab kulturgeschichte yang berusaha menulis sejarah dengan mendiskripsikan dan menguraikan pola-pola kebudayaan serta memperhatikan tipe-tipe sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dan disamping itu timbul pula aliran sejarah sosial, yang tujuan pokoknya penggambaran kehidupan dalam masyarakat, dengan istilah lain bahwa sejarah sosial adalah sejarah dengan menjadikan masyarakat secara keseluruhan sebagai bahan garapan, jadi meneliti masyarakat secara total Dan kini, ke arah itulah perkembangan penulisan sejarah Islam bergerak, seperti Abd al Mun’im Majid dengan karyanya Muqaddimah li Dirasat al Tarikh al Islami dan Muhammad Fathi Usman dengan menerjemahkan General history ke dalam bahasa Arab dengan nama al Tarikh al Am.
Keberhasilan dan upaya-upaya yang dilakukan tersebut, berdasarkan hasil penelitian ilmuan Barat seperti W. Montgomery Watt, Marshall G.S. Hodgson dan john Obert Voll adalah disebabkan kesadaran terhadap misi ketuhanan, yaitu bahwa Islam adalah pembawa rahmat bagi dunia yang pelaksanaannya meniscayakan penerjemahan ajaran-ajaran normatif menjadi kerja-kerja kongkrit dalam kehidupan manusia, dan disamping itu juga perjuangan (jihad).
Oleh karena itu pendekatan sejarah amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi dan kondisi sosial kemasyarakatan. Selain itu pula, mengingat disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah maka studi Islam melalui pendekatan sejarah dapat ditemukan berbagai manfaat yang berharga guna merumuskan secara benar berbagai kajian keIslaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tida akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
==================
Pustaka
Abdullah,Yusri Abd Ghani.Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern, terj dari Mu’jam al Muarrikhin al Muslimin oleh Sudrajat, Raja Grafindo, Jakarta, 2004
Abdullah, Taufik (Ed) : Sejarah dan Masyarakat. Jakarta,Pustaka Firdaus, 1987
Arsyad, M. Natsir : Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah, Bandung, Mizan, 1990 cet II
Ali, Mukti : Filsafat Islam Tentang Sejarah; Pilihan dari Muqaddimah Ibn Khaldun Jakarta, Tintamas,1962
Ahmed,Akbar.S: Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi (Jakarta,Erlangga,1992
Duri ,Abd al Aziz : Al-Bahts fi Nasyi’ah Ilm al-Tarikh ‘ind al-‘Arab, Beirut,1960
Hasan, Ibrahim Hasan : Tarikh al Islam as Siyasi wa Tsaqafi wa al Ijtima, terj.H.A.,Baharuddin (Kalam Mulia, Jakarta, 2001
Kasyif, Syyidah Ismail : Mashadir al Tarikh al Islam wa Manahij al Babts Fih, (Kairo, maktabah al Khanji, 1976
Kuntowijoyo : Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Bandung, Mizan,1991cet.I.
Kuntowijoyo : Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1994
Nashr,Husein : Nasy’ah al Tadwin al Tarikhi ‘ind al Arab, Kairo, Maktabah al Nahdhah al Mishriyyah, tt
Natta, Abuddin : Metodologi Studi Islam, Jakarta,Raja Grafindo Persada, 2002, cet ketujuh
Poerwadarminta, W.J.S : Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1991 cet XII.
al Tawanisi, Abu al Futuh Muhammad : Abu al Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al Biruni (Kairo, al
Majlis al A’la Li al Syu’un al Islamiyyah,1970
Yatim, Badri : Historiografi Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997) cet.I.
Perkembangan peradaban Islam boleh dikatakan berlangsung secara cepat, dalam bidang politik misalnya, hanya dalam satu abad lebih sedikit, Islam sudah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Siria, Palestina, semenanjung Arabia, Irak, Persia, Afganistan, Pakistan, Uzbekestan dan Kirgis. Kebangkitan Islam itu telah melahirkan sebuah imperium besar yang mengalahkan dua imperium besar yang sudah ada sebelumnya yaitu Persia dan Bizantium. Sejalan dengan menanjaknya imperium besar itu, umat Islam juga menggalakkan pengembangan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun umum.
Seiring dengan perkembangan peradaban Islam itulah ilmu sejarah dalam Islam lahir dan berkembang. Sebagai komparasi, ketika umat Islam sudah mencapai kemajuan dalam penulisan sejarah, tidak ada bangsa lain pada waktu itu yang menulis seperti halnya kaum Muslimin. Umat Islam memandang sejarah sebagai ilmu yang sangat bermanfaat. Sebagai hasil pencermatan dan kenyataan sejarah menunjukkan bahwa para khalifah yang berhasil membangun kejayaan politik dan peradaban Islam pada masa klasik adalah mereka yang paling banyak memperhatikan dan belajar sejarah. Muawiyyah bin Abu Sofyan, berhasil membangun wilayah kekuasaan Islam demikian luas yang membentang di tiga benua, dan khalifah Abbasyiah yaitu Harun al Rasyid dan putranya Makmun yang berhasil membawa Dinasti Abbasyiah ke puncak kejayaan peradaban Islam pada periode klasik, rupanya para khalifah itu memang membutuhkan pengetahuan sejarah yang dapat membimbing mereka dalam menjalankan roda pemerintahan.
Demikian besar manfaat belajar Sejarah Islam dan Historiografi, maka dalam makalah ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan itu, yang meliputi : Asal usul dan pengembangan Historiografi periode awal Islam, Pengertian sejarah dan pendekatan sejarah, Sejarawan Muslim dan karya pentingnya, Kritik dan pembahasan karya sejarawan Muslim periode awal dan masa abad pertengahan, Perkembangan Historiografi Islam modern dan mutaakhir : tokoh dan hasil karyanya, manfaat dan sumbangan pendekatan ilmu sejarah dalam studi Islam.
- 1. Perkembangan Historiografi Periode Awal Islam
Dengan demikian, untuk mengetahui secara mendalam informasi sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk jazirah Arab pra Islam adalah dengan mengarahkan perhatian pada tradisi lisan, yang pertama disebut dengan al Ayyam, yang arti semantiknya adalah hari-hari penting, yaitu hari-hari dimana telah terjadi peperangan/konflik antar kabilah karena perebutan sumber air, padang rumput dan perselisihan mencapai kepemimpinan. Kedua disebut dengan al Ansab, jamak dari nasab artinya silsilah, yaitu pengetahuan yang harus dihapal oleh setiap kabilah tentang asal usul dan anggota keluarganya agar tetap murni, karena nasab adalah yang dibanggakan terhadap kabilah-kabilah lain. Kedua hal itulah yang memungkinkan sejarawan mengetahui masa itu tentang Arab pra Islam meskipun tidak seluruhnya menggambarkan kenyataan dan berita itu bertolak dari realitas.
Penulisan sejarah Islam berkembang seiring dengan perkembangan peradaban Islam. Paling tidak ada dua faktor pendukung utama berkembangnya penulisan sejarah dalam sejarah Islam yaitu :
- Al Quran, kitab suci umat Islam memerintahkan kepada umatnya untuk memperhatikan sejarah, diantaranya dalam surat 30 : 9, 59 : 18
- Hadis, ajaran Islam yang terkandung dalam al Qur’an yang berkenaan dengan masalah Muamalah bersifat umum dan hanya garis-garis besarnya. Dan tugas Nabi menjabarkan dan menerangkan hal-hal yang masih dalam garis besarnya, menerangkan yang masih bersifat umum dan samar dan bahkan menetapkan hukum-hukum yang belum terdapat di dalam al Quran. Oleh karena itu diawal masa perkembangan Islam, ilmu ini sangat diperlukan oleh umat Islam, sehingga mendorong para ulama bepergian dari satu kota ke kota lain hanya untuk mencari beberapa hadis dan meriwayatkannya. Setelah itu muncullah beberapa kitab hadis.
Para penulisnya adalah juga para ahli hadis, oleh karena itu sebagaimana dalam penulisan hadis, mereka juga menggunakan isnad apalagi dalam peristiwa-peristiwa penting, seperti turunnya wahyu dan hijrah. Tulisannya sederhana dipaparkannya bersifat faktual dan tidak berlebihan. Mereka itu adalah Aban bin Usman bin Affan, Urwah bin Zubayr yang menulis Sirah Nabawiyyah , Muhammad ibn Muslim al Zuhri, Syurahbil ibn Sa’ad, Abdullah ibn Abu Bakar Ibn Hazm, Ashim Ibn Umar Ibn Qatadah dan wahab ibn Munabbih dari Yaman yang menulis Sejarah penguasa kerajaan Himar.
Karya mereka itu bersumber dari data-data yang terekam oleh hafalan lewat periwayatan individu-individu otoritatif, yang dalam hal ini disebut dengan istilah asanid, yang berarti menghubungkan suatu pernyataan kepada yang menyatakan. Metode ini digunakan untuk menyepakati validitas suatu informasi, dalam proses kodifikasi hadis-hadis Nabi, metode ini juga telah dilakukan agar para pengumpul hadis meyakini kesinambungan sanad hadis-hadis dengan Nabi. Hal ini semakin menjelaskan bahwa sejarah mengikuti metode hadis pada awal pencatatannya, dan bahkan sejarah mengambil berita dari suatu rangkaian riwayat otoritatif yang juga diambil dari hadis.
Namun setelah tradisi tulisan berkembang dan ilmu sejarah telah mapan, maka riwayat otoritatif yang semula dinilai sebagai bagian dari agama tidak lagi dianggap memadai untuk menyampaikan fakta sejarah, karena ia tidak mampu menampilkan seluruh sisi fakta secara utuh akibat keterbatasan kemampuan hafalan manusia. Dari situ sejarawan Muslim mulai berubah dari sekedar informan yang semata-mata menguasai informasi dan menjaga kesinambungan rangkaian periwayatannya, ke arah pengkajian riwayat itu sendiri guna mengungkapkan fakta secara utuh. Dengan demikian muncullah perkembangan baru pada historiografi, karena sejarah mulai melepaskan diri dari metode ilmu hadis ke wilayah yang lebih luas dimana metodologinya lebih mandiri dan berkembang.
Selanjutnya kajian tentang historiografi periode awal Islam dalam makalah ini dibatasi dalam dua tinjauan, yaitu dari segi aliran dan dari segi metode.
a.Dari segi Aliran
Menurut Husein Nashsr, yang dikutip oleh Badri Yatim bahwa perkembangan penulisan sejarah di awal kebangkitan Islam mempunyai 3 aliran yaitu,
- Pertama aliran Yaman, riwayat tentang Yaman dimasa lalu kebanyakan dalam bentuk hikayat, karena itu berita-berita yang berkembang di dalamnya bercampur antara yang faktual dan yang bersifat dongeng serta legenda. Munculnya legenda dan dongeng dalam berita-berita itu disebabkan tingginya fanatisme kedaerahan orang-orang Yaman pada abad pertama dan kedua Hijrah. Ka’ab al Ahbar, Wahab bin Munabbih dan Ubaid bin Syariyyah al Jurhami adalah nama-nama yang dipandang sebagai tokoh aliran ini.
- Kedua, aliran Madinah, perkembangan ilmu-ilmu keagamaan Islam bermula di kota Madinah, kota suci agama Islam kedua setelah Mekkah ini adalah tempat berkumpulnya sahabat besar sehingga dipandang sebagai gudang ilmu pengetahuan Islam yang kemudian memunculkan tokoh ilmu sejarah yang mendalam beserta alirannya. Dalam aliran ini banyak memperhatikan al maghazi dan sirah nabawiyyah dengan berdasarkan sanad. Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah Urwah ibn az Zubair dan muridnya az Zuhri.
- Ketiga, aliran Irak, aliran ini lebih luas dibanding dengan dua aliran sebelumnya, karena memperhatikan arus sejarah sebelum Islam dan masa Islam dan sekaligus sangat memperhatikan sejarah para khalifah. Kelahiran aliran ini tidak adapat dipisahkan dari perkembangan budaya dan peradaban Arab yang dipengaruhi aspek politik, sosial dan budaya Islam yang tumbuh di komunitas baru. Tokoh aliran ini antara lain Awanah bin al Hakam, Sayf bin Umar dan Abu Mikhnaf.
b.Dari segi metode
Effat as Syarqawi, yang dikutip oleh Badri Yatim, membagi perkembangan metode penulisan sejarah menjadi dua bagian. Pertama historiografi dengan riwayat dan kedua historiografi dengan dirayat.
Historiografi dengan riwayat menciptakan suatu metode yang menghubungkan suatu informasi sejarah (riwayat) dengan sumber-sumbernya yang menurut ukuran sekarang dapat dipandang telah memenuhi secara ideal dalam penelitian historis dan ketelitian ilmiah. ‘Urwah bin Zubair dan at Thabari adalah tokoh yang mengembangkan metode ini.
Sedangkan metode dirayat adalah metode sejarah yang menaruh perhatian terhadap pengetahuan secara langsung dari satu segi dan interpretasi rasional dari segi lainnya. Tokoh yang mengembangkan metode ini antara lain al Mas’udi, Ibn Maskawaih dan Ibn Khaldun.
- 2. Pengertian Sejarah dan Pendekatan Sejarah
Melalui pendekatan sejarah, kita diajak untuk menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini, kita akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Dalam prespektif pemahaman Islam, pendekatan sejarah sangat dibutuhkan, karena pada dasarnya kandungan al Quran berisi konsep-konsep, kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Berisi konsep, banyak sekali istilah dalam al Quran berupa konsep yang bersifat abstrak dan kongkret yang hampir semua merujuk kepada pengertian-pengertian normatif yang khusus, doktrin etik, aturan-aturan legal dan ajaran keagamaan pada umumnya, kesemua itu bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam.
Berisi kisah-kisah dan perumpamaan, al Quran mengajak kepada kita untuk melakukan perenungan guna memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian historis dan metafor-metafor yang berisi hikmah tersembunyi, kita didorong merenungkan hakekat dan makna kehidupan. Dan melalui pendekatan sejarah ini, kita diajak memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Bermula dari pendekatan ini maka kita tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Dalam memahami al Quran secara benar, maka kita harus mempelajari sejarah turunnya al Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al Qur’an, yaitu ilmu Asbabun Nuzul. Dengan ilmu itu dapat diketahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan memelihara hukum itu dari kesalahan memahaminya.
- 3.Sejarawan Muslim dan karya pentingnya
- a. Al Thabari
Ia sudah mulai belajar pada usia yang sangat muda dengan kecerdasan yang sangat menonjol sehingga ia hafal al Quran pada usia tujuh tahun, ilmu-ilmu dasar ia pelajari di kota kelahirannya, namun karena orang tuanya termasuk orang berada maka ia mendapat cukup fasilitas untuk melanjutkan studinya di Rayy, salah seorang gurunya disana adalah Muhammad Ibn Humayyad al Razi, seorang sejarawan besar diwaktu itu. Dari sana ia pindah studi ke Baghdad dengan maksud belajar kepada Ahmad Ibn Hanbal, seorang ahli hadis dan ahli fikih termashur waktu itu, akan tetapi yang hendak dituju meninggal sebelum ia sampai ke kota itu, kemudian ia pindah ke Bashrah dan selanjutnya ke Kuffah setelah sebelumnya di washid untuk mendengarkan beberapa kuliah.
Di Kuffah, ia menimba 100.000 hadis dari Syaykh Abu Kurayb, dan tak lama setelah itu ia kembali ke Baghdad dan menetap disana untuk jangka waktu yang cukup lama. Setelah itu pada tahun 876 M, ia pergi ke Mesir dan singgah ke Syiria untuk menuntut ilmu hadis. Di Mesir ia berjumpa dengan Abu Hasan al Siraj al Mishri. Setelah belajar fikih Syafi’i kepada al Rabi, al Muzni dan putera-putera Abd al Hakam maka ia kembali ke Baghdad dan menetap disana. Sepuluh tahun setelah pulang dari Mesir, ia mendirikan mazhab sendiri dalam bidang fikih yang oleh pengikutnya disebut dengan madzab Jaririyah, meski sebelumnya ia bermazhab Syafi’i.
Karyanya di bidang fikih di antaranya Ikhtilaf al Fuqaha dan Adab al Qudhat, kitab tafsirnya diberi nama Jami’ al Bayyan fi tafsir al Qur’an, sedangkan dalam bidang sejarah yang sangat terkenal adalah Tarikh al Umam wa al Muluk atau Tarikh al Rasul Wa al Anbiya’ Wa al Muluk Wa al Khulafa’ dan Tarikh al Rijal (Sejarah para tokoh)
Dalam metode penulisan sejarah, al Thabari bersandar kepada riwayat, sangat memperhatikan sanad, sistimatika penulisan bersifat kronologis berdasarkan tahun, menyajikan informasi umum dan teks-teks sastra.
- b.Al Mas’udi
Ia seorang sejarawan, ahli geografi, geologi, zoologi dan ilmu bahasa. Karya intelektualnya antara lain : Dzakhair al Ulum wa Ma Kana fi sa’ir al Duhur ( khazanah ilmu pada setiap kurun), al Istidzkar Lima Marra fi salif al Amar , Tarikh fi Akhbar al Umam min al Arab Wa al Ajam ( sejarah bangsa Arab dan Persia), Akhbar al Zaman wa Man Abadahu al Hadtsan min al umam al Madliyyah Wa al Aryal al Haliyyah Wa al Mamalik al Da’irab (Sejarah umat masa lampau dan bangsa-bangsa sekarang dan kerajaannya), Akhbar al Zaman dan Muruj al dzahab wa al Ma’adin ( padang rumput emas dan tambang batu permata).
- c. Ibn Khaldun
Keluarganya berasal dari hadhramaut dan silsilahnya sampai kepada seorang sahabat Nabi yang bernama Wayl Ibn Hujr dari Kabilah Kindah, salah seorang cucu Wayl, yaitu Khalid Ibn Usman memasuki Andalusia bersama-sama orang Arab penakluk di awal abad ke 3 H/9 M.
Anak cucu Khalid membentuk satu keluarga yang besar dengan nama Bani Khaldun. Ia berasal dari keluarga terpandang, yaitu menjadi gubernur Tunisia, ketika Dinasti al Muwahhidun berkuasa, dan kakeknya, yaitu Muhammad Ibn Abi Bakr menjadi menteri kehakiman pada Bani Hafs. Namun ayah Ibn Khaldun tidak terjun di dunia politik dan cenderung memasuki dunia ilmu dan pendidikan.
Sewaktu kecil Ibn Khaldun mengahfal al Qur’an dan belajar tajwid pada ayahnya, dan belajar ilmu syari’at : Tafsir, hadis, ushul fikih, tauhid dan fikih madzab Maliki. Ia juga mempelajari ilmu bahasa : nahwu, sharaf, balaghah serta ilmu-ilmu fisika dan matematika. Semua itu ia pelajari ketika para ulama Andalusia berhijrah ke Tunisia.Pengembaraannya dalam mencari ilmu dan pengetahuan adalah ke Aljazair, Granada, Castilla dan Fez.
Karya monumentalnya yaitu kitab al I’bar Wa ad Diwan al Mubtada Wa al Khabar fi Ayyam al ‘Arab Wa al A’jam Wa al Barbar Wa Man Siwahum min Dzaw al Sulthan al Akhbar (disingkat al’Ibar) yang terdiri dari tujuh jilid besar yang berisi kajian sejarah dan didahului oleh sebuah pembahasan tentang masalah sosial manusia yang dikenal dengan nama Muqaddimah Ibn Khaldun yang sekaligus merupakan jilid pertama dari kitab al ‘Ibar.
- d. Al Biruni
Pada usia dewasa ia pindah ke Jurjan dan beberapa lama tinggal disana, Ia adalah seorang yang gemar membaca dan menulis, Kecerdasan dan penguasaan terhadap berbagai disiplin ilmu sudah menonjol karena sebagian besar hidupnya digunakan untuk ilmu terutama ilmu-ilmu yang bertolak dari yang empiris, yaitu dari pengalaman dan eksperimen.Penguasaan bahasanya meliputi bahasa Khawarizmi, Arab, Persia, Sansekerta, Yunani, Ibrani dan Suryani.
Di antara guru-gurunya adalah Abd al Shamad Ibn Abd al Shamad, Abu Sahal al Masihi dan Abu al Wafa; al Buzjani (dalam bidang astronomi, kedokteran dan matematika), dia juga berguru pada Abu Nashr Manshur Ibn Ali Ibn Iraq (dalam bidang ilmu ukur) dan menjalin hubungan intelektual dengan Ibn Sina (dalam bidang filsafat).
Karya terpentingnya dalam bidang sejarah adalah kitab al Atsar al Baqiyah ‘an al Qurun al Khaliyah (peninggalan abad-abad masa lalu) dan Tahqiq ma li al Hind min Maqulah Maqbulah fi al Aql aw Mardzulah yang dikenal juga dengan nama al Hind al Kabir.
- 4. Kritik dan pembahasan karya sejarawan Muslim masa awal dan masa abad pertengahan
Secara garis besar, kandungan kitab itu dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, berisi sejarah sebelum Islam dimana dimulai dari sejarah para Nabi / Rasul dan raja-raja berikut sistem pemerintahannya, dan dilanjutkan dengan mengetengahkan sejarah kebudayaan sasania (Persia) dimana riwayatnya dikumpulkan dari naskah berbahasa Arab. Dalam hal ini, ia tidak banyak berusaha menganalisis kaitan sejarah antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Kedua, berisi paparan tentang sejarah Nabi Muhammad, peristiwa penting yang di lalui Nabi dan perang-perang yang di pimpin Nabi, selain itu juga sejarah Islam masa al Khulafa al Rasyidin, termasuk didalamnya ekspansi yang terjadi di masa itu.
Dalam mengumpulkan bahan-bahan sejarah ini, dia bersandar pada riwayat-riwayat yang sudah dibukukan, dan yang belum dibukukan dilakukan dengan melakukan perjalanan ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu dan belajar kepada ulama-ulama termashur.
Kitab Muruj al dzahab, karya sejarawan al Mas’udi yang bernilai sangat tinggi, secara garis besar berisi dua bagian. Pertama, berisi sejarah penciptaan alam dan manusia, sifat-sifat bumi, laut, peristiwa luar biasa, riwayat para Nabi, sejarah bangsa-bangsa Kuno beserta agama dan alirannya, adat istiadat dan tradisi. Kedua, berisi sejarah Islam, mulai akhir masa Khulafa al Rasyidun sampai awal masa pemerintahan khalifah Abbasyah al Muthi.
Pada bagian pertama, ia banyak mengutip karya-karya sejarawan sebelumnya. Oleh karena itu, dongeng dan mitos sebagaimana cerita israilliyat, tidak dapat dihindarinya. Namun sistim penulisannya tidak lagi menggunakan penulisan berdasarkan tahun tapi sudah menggunakan pendekatan tematik.
Kitab al ‘Ibar karya Ibn Khaldun, berisi kajian sejarah yang didahului oleh sebuah pembahasan tentang masalah-masalah sosial manusia yang dikenal dengan nama Muqaddimah Ibn Khaldun dan juga kitab al Ta’rif bi Ibn Khaldun, sebuah autobiografi serta kitab Lubab al Muhashshal fi Ushul al Din, sebuah kajian teologi yang meringkas dari kitab Muhashshal Afkar al Mutaqaddimun wa al Muta’akhkhirin karya Imam fakhr al Din al Razi.
Dalam kitab Muqaddimah nya, ia membagi sejarah ke dalam dua aspek, yaitu aspek lahir, bahwa sejarah tidak lebih dari berita-berita tentang peristiwa-peristiwa, negara-negara dan kejadian-kejadian pada waktu yang silam yang dituturkan sebagai sajian. Sedangkan secara batin (hakekat) nya, bahwa dalam sejarah terkandung pengertian observasi dan usaha mencari kebenaran, keterangan yang mendalam tentang sebab dan asal mula kejadian.
Kritikannya dalam penulisan sejarah, ia mengemukakan bahwa penyebab terjadinya kesalahan dalam penulisan sejarah adalah kecenderungan untuk menerima begitu saja berita sesuai dengan pendapat atau kepercayaannya tanpa penyelidikan terlebih dahulu yang semestinya baru bisa diterima apabila telah dilakukan ta’dil dan tajrih, ketidak sanggupan memahami apa yang sebenarnya dimaksud, kepercayaan yang salah kepada kebenaran, ketidak sanggupan menempatkan dengan tepat suatu kejadian dalam hubungan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya, keinginan yang umum untuk mengambil hati orang-orang yang berkedudukan tinggi dengan jalan memuji muji, tidak mengetahui hukum-hukum watak dan perubahan masyarakat, kesalahan dalam memahami berita dan peristiwa karena hanya mendasarkan diri pada penukilan semata dan penganalogian secara mutlak masa lalu atas masa kini.
- 5. Perkembangan Historiografi Islam Modern dan Mutaakhir : Tokoh dan Hasil Karyanya
Ia berasal dari keluarga yang taat beragama dan aktif berkecimpung di dunia ilmiah, salah satunya adalah ayahnya sendiri, Hasan al Jabarti, seorang ahli ilmu agama Islam dan ilmu pasti terutama astronomi yang lulus dan mengajar di Al Azhar kairo. Pendidikan formal pertama yang dilalui al Jabarti adalah di Madrasah as Sananiyah di Kairo dan belajar ilmu keagamaan pada ayahnya sampai ia lulus di Al Azhar Kairo.
Karya terpentingnya adalah kitab Ajaib al Atsar Fi at tarajim Wa al Akhbar (Peninggalan yang menakjubkan tentang biografi tokoh dan peristiwa sejarah) yang dikenal juga dengan nama Tarikh al Jabarti dan buku yang berjudul Mazhar at Taqdis. Sumber pengumpulan data tahun 1099 s/d 1170 H yang terdapat dalam kitab itu berasal dari riwayat generasi yang lebih tua, disamping dari dokumen resmi, prasasti, nisan kubur dan peninggalan tulis lainnya, sedangkan informasi dari tahun 1170 H dan seterusnya bersumber dari ingatannya sendiri karena peristiwa itu dialaminya sendiri.
Gerakan kebangkitan yang dipelopori al Jabarti terputus beberapa tahun ketika terjadi pendudukan Napoleon dari Perancis atas Mesir, namun setelah Perancis meninggalkan Mesir, penguasa baru Mesir, Muhammad Ali Pasya bertekad memulai pembangunan kembali Mesir dengan meniru barat dan menggalakkan gerakan penterjemahan. Sehingga pada masa ini muncul sejarawan Rifaah al Thanthawi dan Ali Mubarak, dalam penulisan sejarahnya dipengaruhi literatur dan pengetahuan kebudayaan Perancis. Namun masih juga menggunakan referensi buku sejarah yang ditulis pada masa klasik dan pertengahan Islam, disamping juga referensi Barat modern.
Disamping kegiatan penerjemahan juga pengiriman mahasiswa tingkat graduate dikirim ke Eropa, dan setelah itu, Barat menjadi kiblat historiografi Islam dalam bidang metodologi , tema dan pendekatan penulisan sejarah.
Seiring dengan perkembangan tersebut, di Barat telah muncul Volteire dengan karyanya The Age Of Louis XIV yang berusaha menyajikan suatu pandangan yang komprehensif dengan meneliti banyak segi kehidupan dan kebudayaan, dengan karya itu membuka perkembangan madzhab kulturgeschichte yang berusaha menulis sejarah dengan mendiskripsikan dan menguraikan pola-pola kebudayaan serta memperhatikan tipe-tipe sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dan disamping itu timbul pula aliran sejarah sosial, yang tujuan pokoknya penggambaran kehidupan dalam masyarakat, dengan istilah lain bahwa sejarah sosial adalah sejarah dengan menjadikan masyarakat secara keseluruhan sebagai bahan garapan, jadi meneliti masyarakat secara total Dan kini, ke arah itulah perkembangan penulisan sejarah Islam bergerak, seperti Abd al Mun’im Majid dengan karyanya Muqaddimah li Dirasat al Tarikh al Islami dan Muhammad Fathi Usman dengan menerjemahkan General history ke dalam bahasa Arab dengan nama al Tarikh al Am.
- 6.Manfaat dan Sumbangan Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam.
Keberhasilan dan upaya-upaya yang dilakukan tersebut, berdasarkan hasil penelitian ilmuan Barat seperti W. Montgomery Watt, Marshall G.S. Hodgson dan john Obert Voll adalah disebabkan kesadaran terhadap misi ketuhanan, yaitu bahwa Islam adalah pembawa rahmat bagi dunia yang pelaksanaannya meniscayakan penerjemahan ajaran-ajaran normatif menjadi kerja-kerja kongkrit dalam kehidupan manusia, dan disamping itu juga perjuangan (jihad).
Oleh karena itu pendekatan sejarah amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi dan kondisi sosial kemasyarakatan. Selain itu pula, mengingat disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah maka studi Islam melalui pendekatan sejarah dapat ditemukan berbagai manfaat yang berharga guna merumuskan secara benar berbagai kajian keIslaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tida akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
==================
Pustaka
Abdullah,Yusri Abd Ghani.Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern, terj dari Mu’jam al Muarrikhin al Muslimin oleh Sudrajat, Raja Grafindo, Jakarta, 2004
Abdullah, Taufik (Ed) : Sejarah dan Masyarakat. Jakarta,Pustaka Firdaus, 1987
Arsyad, M. Natsir : Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah, Bandung, Mizan, 1990 cet II
Ali, Mukti : Filsafat Islam Tentang Sejarah; Pilihan dari Muqaddimah Ibn Khaldun Jakarta, Tintamas,1962
Ahmed,Akbar.S: Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi (Jakarta,Erlangga,1992
Duri ,Abd al Aziz : Al-Bahts fi Nasyi’ah Ilm al-Tarikh ‘ind al-‘Arab, Beirut,1960
Hasan, Ibrahim Hasan : Tarikh al Islam as Siyasi wa Tsaqafi wa al Ijtima, terj.H.A.,Baharuddin (Kalam Mulia, Jakarta, 2001
Kasyif, Syyidah Ismail : Mashadir al Tarikh al Islam wa Manahij al Babts Fih, (Kairo, maktabah al Khanji, 1976
Kuntowijoyo : Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Bandung, Mizan,1991cet.I.
Kuntowijoyo : Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1994
Nashr,Husein : Nasy’ah al Tadwin al Tarikhi ‘ind al Arab, Kairo, Maktabah al Nahdhah al Mishriyyah, tt
Natta, Abuddin : Metodologi Studi Islam, Jakarta,Raja Grafindo Persada, 2002, cet ketujuh
Poerwadarminta, W.J.S : Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1991 cet XII.
al Tawanisi, Abu al Futuh Muhammad : Abu al Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al Biruni (Kairo, al
Majlis al A’la Li al Syu’un al Islamiyyah,1970
Yatim, Badri : Historiografi Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997) cet.I.
0 comments:
Post a Comment