Pengertian Ilmu Kalam Dan Objek Kajiannya

A. NAMA DAN PENGERTIAN ILMU KALAM
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain: ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh Al-Akbar, dan teologi islam. Disebut Ilmu Ushuluddin karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama (ushuluddin); Disebut ilmu tauhid karena ilmu ini membahas keesaan Allah SWT. Di dalamnya dikaji pula tentang asma’ (nama-nama) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, dan ja’iz, juga sifat yang wajib, mustahil dan ja’iz, bagi Rasul-Nya. Ilmu tauhid sendiri sebenarnya membahas keesaan Allah SWT, dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya. Secara objektif, ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika. Oleh sebab itu, sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid.

Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashgar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja.

Teologi Islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam, yang diambil dari bahasa Inggris, theology. William L. Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning God (diskursus atau pemikiran tentang Tuhan). Dengan mengutip kata-kata William Ockham, Reese lebih jauh mengatakan, “Theology to be a discipline resting on revealed truth and independent of both philosophy and science.” (Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan dan pengalaman agama secara rasional.

Masih berkaitan dengan hakikat Ilmu Kalam, Musthafa Abdul Raziq berkomentar:

أَنَّ هَذَا اْلعِلْمَ يَعْتَمِدُعَلَى الْبَرَاهِيْنِ الْعَقْلِيَّــةِ فِيْمَا يَتَعَلَّقُ بِالْعَقَائِدِ الْإِيْمَانِيَّةِ اَيِّ الْبَحْثُ فِى الْعَقَائِدِ الْإِسْلَامِيَّةِ إِعْتِمَادًا عَلَى الْعَقْلِ
Artinya:
“Ilmu ini (Ilmu Kalam) yang berkaitan dengan akidah imani ini sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Atau, ilmu yang berkaitan dengan akidah Islami ini bertolak atas bantuan nalar.”

Sementara itu, Al-Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut:

أًلكَــلَامُ عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ ذًاتِ اللهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ وَأحْوَالِــ المُمْكِنَاتِ مِنَ المَبْدَاءِ وَاْلمَعَادِ عَلَى قَانُوْنِ اْلِإسْلَامِ وَاْلقَيْدِ اْلأَخِيْرِلِإِخْرَاجِ اْلعِلْمِ اْلإِلَــهِيِّ لِلْفَلَاسَفَةِ ...
Artinya:
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.

Ibnu Kaldun mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut:

هُوَعِلْمٌ يَتَضَمَّنُ اْلحُــجَّاجَ عَنِ اْلعَقَائِدِ اْلإِيْمَانِيـَّــةِ بِاْلأَدِلَّـةِ اْلعَقْلِيَّـةِ.
Artinya:
“Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.”

Apabila memperhatikan definisi ilmu kalam di atas, yakni ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat, secara teoritis aliran Salaf tidak dapat dimasukkan ke dalam aliran ilmu kalam, karena aliran ini dalam masalah-masalah ketuhanan tidak menggunakan argumentasi filsafat atau logika. Aliran ini cukup dimasukkan ke dalam aliran ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin atau fiqh al-akbar.

B. SUMBER-SUMBER ILMU KALAM
Sumber-sumber ilmu kalam adalah berikut ini.

1. AL-QUR’AN
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, di antaranya adalah:

لَـمْ يَـــلِدْ وَلَـمْ يُوْلَدْ – وَ لَـمْ يَــكُنْ لَهُ كُـــفُوًا أحَـــدٌ.
a. Q.S. Al-Ikhlas : 3-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tampak sekutu (sejajar) dengan-Nya.

الَّذِى خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيـَّـامٍ ثُمَّ اسْــتَوَى عَلَى الْعَـرْشِ.اَلـرَّحْمَـنُ فَسْئَــلْ بِهِ خَبِــيْرًا
b. Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menujukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”. Ia Pencipta langit, bumi, dan semua yang ada di antara keduanya.

إِنَّ الَّذِيْــنَ يُبَايِعُـوْنَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُـوْنَ اللهِ يَدُ اللهِ فَـوْقَ أَيْدِيْهِمْ، فَمَنْ نَّـكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ- وَمَـنْ أَوْفَى بِمَـا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللهَ فَسَـيُؤْتِيْهِ أَجْـرًا عَظِـيْمًـا.
c. Q.S. Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu berada di atas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh dengan janji Allah.

أَنِ اقْذِفِيْهِ فِى التَّابُوْتِ فَاقْذِفِيْهِ فِى اْليَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّلِّى وَعَدُوٌّلَّهُ,وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّى وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِى~
d. Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu digunakan untuk mengawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.

وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوْالْجَلَالِ وَالْإِكْـرَامِ
e. Q.S. Ar-Rahman : 27. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “wajah” yang tidak akan rusak selama-lamanya.


وَمَنْ أَحْسَنُ دِيْنًـا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبِعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا- وَاتَّخَذَاللهُ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً
f. Q.S. An-Nisa : 125. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan menurunkan aturan berupa agama. Seseorang akan dikatakan telah melaksanakan aturan agama apabila melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah.

Ayat-ayat di atas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rincinya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterprestasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan itu disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.

2. HADITS
Hadits Nabi SAW. pun banyak membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam. Di antaranya adalah hadits Nabi yang menjelaskan hakikat keimanan:
Artinya:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. katanya, Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW. berada bersama kaum muslimin, datanglah seorang laki-laki kemudian bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksudkan dengan iman? Rasul menjawab, Yaitu, kamu percaya kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul, dan hari kebangkitan. Lelaki itu bertanya lagi, Wahai Rasulullah, apakah pula yang dimaksudkan dengan islam? Rasulullah menjawab, Islam adalah mengabdikan diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan perkara lain, mendirikan shalat yang telah di fardhukan, mengeluarkan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan. Kemudian lelaki itu bertanya lagi, Wahai Rasulullah! Apakah ihsan itu? Rasulullah SAW. menjawab, Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranya engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia senantiasa memperhatikanmu. Lelaki tersebut bertanya lagi. Wahai Rasulullah, bilakah hari kiamat akan terjadi? Rasulullah menjawab, aku tidak lebih tahu darimu, tetapi aku akan ceritakan kepadamu mengenai tanda-tandanya.Apabila seorang hamba melahirkan majikannya, itu adalah sebagian dari tandanya. Apabila seorang miskin menjadi pemimpin masyarakat, itu juga sebagian dari tandanya. Apabila masyarakat yang asalnya penggembala kambing mampu bersaing dalam mendirikan bangunan-bangunan mereka, itu juga tanda akan terjadi kiamat. Hanya lima perkara itu saja sebagian dari tanda-tanda yang kuketahui. Selain dari itu Allah saja Yang Maha Mengetahuinya. Kemudian Rasulullah SAW. membaca surat Luqman ayat 34. Sesungguhnya Allah lebih mengetahui bilakah akan terjadi hari kiamat, di samping itu Dialah juga yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim ibu yang mengandung. Tiada seorang pun yang mengetahui apakah yang diusahakannya pada keesokan hari, yaitu baik atau jahat, dan tiada seorang pun yang mengetahui di manakah dia akan menemui ajalnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi amat meliputi pengetahuan-Nya. Kemudian lelaki tersebut beranjak dari situ. Rasulullah SAW. terus bersabda kepada sahabatnya, ‘panggil kembali orang itu.’ Lalu para sahabat pun mengejar ke arah lelaki tersebut dan memanggilnya kembali, tetapi lelaki tersebut telah hilang. Rasulullah SAW. pun bersabda, ‘Lelaki tadi adalah Jibril a.s. Kedatangannya adalah untuk mengajar manusia tentang agama mereka.”

Ada pula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, di antaranya adalah:

“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan; Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh golongan.”

“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Akan menimpa umatku apa yang pernah menimpa Bani Israil. Bani Israil telah terpecah-belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab, ‘mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku.’

Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat banyak. Di antara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari beberapa sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darda, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, watsilah bin Al-Aqsa.

Keberadaan Hadits yang berkaitan dengan perpecahan umat seperti tersebut di atas, pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dengan melihat yang tersimpan dalam hati para sahabatnya. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa Hadits-hadits seperti itu lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para sahabat dan umat Nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan.

3. PEMIKIRAN MANUSIA
Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran umat Islam sendiri atau pemikiran yang berasal dari luar umat islam.
Sebelum filsafat Yunani masuk dan berkembang di dunia Islam, umat Islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, terutama yang belum jelas maksudnya (al-mutayabihat). Keharusan untuk menggunakan rasio ternyata mendapat pijakan dari beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya:

أَفَلَا يَتَدَبَـرُوْنَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوْبٍ أَقْفَالُهَا (محمد: 24)
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci.”

أَفَلَمْ يَنْظُرُوْا إِلَى السَّمَآءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَهَا وَزَيَّنَّهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوْجٍ . وَالْأَرْضَ مَدَدْناَهَا وَأَلْقَيْنَــهَا فِيْهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَـا فِيْـهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيْجٍ. (ق : 6 ــ 7)
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di ataas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu, dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata.”

Ayat serupa dapat ditemukan pada An-Nahl: 68-69; Al-Jatsiyah: 12-13; Al-Isra’: 44; Al-An’am: 97-98; At-Taubah: 122; Ath-thariq: 5-7; Al-Ghatsiyah: 7-20; Shad: 29; Muhammad: 24; Az-Zumar: 9; Adz-dzariyat: 47-49, dan masih banyak yang lainnya.

Dari ayat disebutkan di atas, terdapat kata-kata tafakkar, tafaquh, nazhar, tadabbar, tadzakkar, fahima, aqala, ulul albab, ulu al-abshar, dan ulu an-nuha. Semua ayat tersebut berkaitan langsung dengan anjuran motivasi bahkan perintah kepada manusia untuk menggunakan rasio. Dengan demikian, manusia dapat melaksanakan fungsi utamanya, yakni sebagai khalifah Allah SWT. untuk mengatur dunia. Dengan demikian, jika ditemukan seorang muslim telah melakukan suatu kajian objek tertentu dengan rasionya, hal itu secara teoretis bukan karena adanya pengaruh dari pihak luar saja, tetapi karena adanya perintah langsung Al-Qur’an sendiri.

Bentuk kongkret penggunaan pemikiran Islam sebagai sumber ilmu kalam adalah ijtihad yang dilakukan mutakallim dalam persoalan-persoalan tertentu yang tidak ada penjelasannya dalam Al-Qur’an dan Hadits, misalnya persoalan mazillah bain al-manzilatain (posisi tengah di antara dua posisi) di kalngan Mu’tazilah; persoalan ma’shum dan bada di kalangan Syi’ah; dan persoalan kasab di kalangan Asy’ariyah.

Adapun sumber ilmu kalam berupa pemikiran yang berasal dari luar Islam dapat di klasifikasikan dalam dua kategori. Pertama, pemikiran nonmuslim yang telah menjadi peradaban lalu ditransfer dan diasimilasikan dengan pemikiran umat Islam, dan yang kedua, berupa pemikiran-pemikiran nonmuslim yang bersifat akademis, seperti filsafat (terutama dari Yunani), sejarah dan sains.

4. INSTING
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L. Resee mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos (theologia was originally viewed as concerned with myth). Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “theologi natural” (teologi alam) dan “revealed theology” (teologi wahyu).

Artikel Terkait:

comment 2 comments:

MungNonton on 7 August 2011 at 21:17 said...

Posting Bagus, Makasih informasinya

InvestScenery said...

Senang bisa membantu.. :D

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger