Survei yang dilakukan terhadap lebih dari seratus guru bahasa Arab memberikan informasi bahwa mayoritas peserta didik kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran bahasa Arab. Hasil Survei tersebut juga menunjukkan bahwa mayoritas guru dalam menyajikan materi bahasa Arab masih banyak menggunakan cara konvensional, yaitu sekadar menggunakan buku dan papan tulis. Metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran masih menggunakan model deduktif dan induktif. Dengan demikian, tidak tertariknya peserta didik mengikuti pelajaran bahasa Arab, salah satu penyebabnya adalah cara penyajiannya yang monoton dan konvensional.[1]
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad bin Abdurrahman al-Syamimary, tingkat pencapaian pengetahuan melalui indra penglihatan dan praktik ternyata mencapai 75%, sedangkan melalui pedengaran hanya 13%, dan melalui indra yang lain 12%.[2] Dari sini tampak bahwa belajar dengan melihat dan praktik secara langsung lebih memberikan jaminan bagi peserta didik untuk dapat berhasil dengan baik. Sementara itu, filosof kenamaan Cina, Konfusius menyatakan bahwa apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, dan apa yang saya lakukan saya paham.[3]
Pembelajaran bahasa Arab yang ideal adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai empat keterampilan berbahasa (maharat al-istima, al-kalam, al-qira’ah dan al-kitabah) secara proporsional. Hal ini disebabkan bahasa Arab bukan hanya sekadar berfungsi pasif, yaitu sebagai media untuk memahami (al fahm) apa yang dapat didengar, berita, teks, bacaan dan wacana, melainkan juga berfungsi aktif, yaitu memahamkan (al ifham) orang lain melalui komunikasi lisan dan tulisan. Penelitian juga menunjukkan bahwa kemampuan menggunakan bahasa sebagai media komunikasi merupakan salah satu kunci dasar keberhasilan manusia dalam hidupnya.[4]
Hanya saja hal yang ideal tersebut tidaklah selalu mudah untuk direalisasikan karena berbagai alasan;
Meskipun dengan fasilitas yang sangat terbatas, guru bahasa Arab sejati tetap berupaya meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran dengan melalui berbagai langkah alternatif, khususnya terkait dengan teknik dan strategi yang dapat mendorong motivasi belajar peserta didik.
Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Harus disadari bahwa bahasa Arab memang memiliki karakteristik dan tingkat kesulitan yang berbeda dengan bahasa yang lain. Kenyataan ini menuntut adanya guru yang memiliki kualifikasi dengan tingkat keuletan, ketelatenan dan kesabaran yang tinggi. Melihat karakter tersebut, guru hendaknya menggunakan pendekatan yang lebih kontekstual, dan dapat menjadi acuan dalam menentukan langkah pembelajaran yang sesuai dengan karakter materi maupun kondisi peserta didik. Sesulit apapun, sebenarnya materi dapat disampaikan dengan baik jika ditopang oleh pendekatan dan strategi yang tepat. Terkait dengan hal itu, terdapat beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa Arab yang dapat meningkatkan efektivitas guru dalam melakukan transformasi, di antaranya pendekatan kemanusiaan (humanistic approach), pendekatan berbasis media (media based approach), pendekatan mendengar-mengucapkan (aural oral approach), pendekatan analisis dan nonanalisis (analitycal and unanalitycal approach), dan pendekatan komunikatif (communicative approach).[6]
Pendekatan Kemanusiaan (Humanistic Approach)
Pendekatan ini memberi tempat yang utama pada peserta didik karena mereka adalah subjek utama dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini berasumsi bahwa peserta didik memiliki potensi, kekuatan, dan kemampuan untuk berkembang. Peserta didik juga memiliki kebutuhan emosional, spiritual, dan intelektual yang harus diperhatikan. Peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan emosi, perasaan, sikap, nilai, dan lain-lain. Pembelajaran diupayakan untuk berjalan secara rileks dan akrab, tanpa mengurangi makna transformasi dan pesan yang hendak disampaikan. Pendekatan ini memberikan drajat kebebasan, otonomi, tanggungjawab dan kreativitas yang menjadi bagian dari peserta didik.[7]
Penyampaian materi tidak dijadikan sebagai suatu yang menekan, membebani, melainkan bagaimana penguasaan bahasa menjadi kebutuhan peserta didik sebagaimana kebutuhan lainnya. Perspektif ini menurut sebagian ahli pengajaran bahasa Asing merupakan orientasi baru, yang biasanya menganggap peserta didik sebagai objek yang dapat dibentuk semaunya tanpa melihat minat dan bakat mereka. Dengan pola pandang ini, setidaknya dapat mempercepat interelasi antara pengajar dan peserta didik dalam hubungan dengan proses transformasi. Dengan demikian, ketika kebutuhan psikologis terpenuhi, maka pada selanjutnya minat dan motivasi akan lebih mudah dikembangkan.[8]
Dengan pendekatan ini, maka langkah yang dapat dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bercakap tentang diri dan perasaannya, kemudian melakukan tukar pikiran secara seimbang.
Pendekatan Berbasis Media (Media Based Approach)
Media atau wasail al-idlahmemiliki peranan yang besar dalam upaya membentuk keahlian peserta didik dan mengubahnya dari keahlian yang bersifat abstrak ke yang bersifat konkret.
Pendekatan ini bertujuan untuk melengkapi konteks yang menjelaskan makna kata-kata, struktur, dan istilah-istilah kebudayaan baru melalui gambar, peta, foto, contoh model yang hidup, kartu, dan segala sesuatu yang dapat membantu menjelaskan makna kata yang asing pada peserta didik. Di jaman teknologi saat ini, jenis dan bentuk media sangat bervariasi, misalnya kaset, video, laboratorium, slide, LCD, dan komputer. Tujuan dari penggunaan media ini sangat jelas, yakni agar penyajian materi lebih hidup dan menarik peserta didik sehingga dapat menyampaikan contoh dan informasi kebahasaan yang benar dan melatihnya berjalan secara efektif. Penelitian menunjukkan bahwa gambar memberikan dampak tiga kali lebih kuat dan mendalam dibandingkan dengan kata-kata. Sementara itu, jika gambar digabungkan dengan kata-kata, maka dampaknya enam kali lebih kuat daripada kata-kata saja.[9] Hanya masalahnya pada keterbatasan dana yang menjadi hambatan serius dalam penyediaan media ini.
Pendekatan Mendengar-Mengucapkan (Aural Oral Approach)
Pendekatan ini mengandaikan bahwa bahasa adalah apa yang didengar dan diucapkan, bukan simbol, sedangkan tulisan hanyalah representasi dari ujaran. Dari asumsi ini dapat dikatakan bahwa bahasa adalah ujaran. Pembelajaran bahasa harus dimulai dengan mendengarkan bunyi-bunyi bahasa yang berbentuk kata dan kalimat. Dalam bentuk klasikalnya kemudian meminta peserta didik menirukannya untuk dihafal, sebelum membaca dan menulis diajarkan.[10] Asumsi lain dari pendekatan ini bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu prilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab dengan pendekatan aural oral approach ini menuntut adanya kegiatan pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.[11]
Pendekatan Komunikatif (Communicative Approach)
Sesuai dengan fungsi kompetensinya, penyajian bahasa hendaknya lebih menekankan kepada kegiatan komunikasi aktif dan praktis. Dengan pendekatan komunikasi ini berarti telah melakukan terobosan baru dan strategis di bidang pengajaran bahasa kedua, dan dianggap sebagai pendekatan integral yang memiliki ciri-ciri yang pasti. Seseorang dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikatif apabila ia dapat menggunakan bahasa dengan ragam yang tepat menurut situasi dalam hubungannya antara pembicara dan pendengar. Menurut Hymes, terdapat empat faktor yang menjadi pembangun dan menjadi ciri penanda kompetensi komunikatif ini, yaitu kegramatikalan (penguasaan tata bahasa secara baik), keberterimaan (saling dapat dipahami dan memahami), ketepatan (konteks dengan situasi yang berkembang), dan keterlaksanaan (praktik yang dilakukan secara terus-menerus). Seseorang yang hanya menguasai struktur atau pola-pola kalimat yang terlepas dari konteks belum bisa disebut sebagai orang yang mampu berbahasa. Kemampuan berbahasa yang sebenarnya haruslah mencakup penguasaan kaidah-kaidah gramatika sekaligus penguasaan norma-norma sosial yang terkait dengan penggunaan bahasa.[12]
Landasan Pengembangan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab
Dalam pengembangan metodologi, pembelajaran perlu mempertimbangkan landasan sebagai pengokoh bangunan kepribadian pengajar dalam menentukan metode pembelajaran. Landasan ini dapat menguraikan bagaimana seorang pengajar bahasa mengambil keputusan untuk meramu metode pembelajaran yang tepat sasaran, yang memudahkan peserta didik untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Abdul ‘Alim Ibrahim dan Ibrahim Kamal Badri, ada beberapa landasan dalam mengembangkan metode pembelajaran bahasa Arab, antara lain sebagai berikut.
Prioritas
Bila kita mengacu kepada konsep belajar bahasa seperti yang dikemukakan oleh Robert Lado dan Moh. ‘Ali al-Kulli, yang terkait dengan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa asing, maka dalam pembelajaran bahasa hendaknya lebih menekankan kegiatan berbahasa (bahasa sebagai ujaran), tanpa harus terikat secara ketat kepada gramatika. Kelemahan yang berkaitan dengan gramatika akan relatif lebih mudah diperbaiki. Sementara jika pembelajaran lebih menekankan pada teori tentang bahasa, maka kelemahan yang berkaitan dengan praktik berbahasa akan lebih sulit diatasi. Di sini tekanan pembelajaran lebih mengutamakan pada kegiatan pembiasaan.[13]
Akurasi
Bahasa Arab memiliki karakteristik tersendiri hingga membutuhkan kecermatan dan ketelitian tersendiri pula dalam proses penyajiannya. Termasuk pula kecermatan dan ketelitian dalam hal penyampaian materi, penggunaan metode, maupun media pembelajaran.[14]
Gradasi
Ada lima penahapan dalam penyajian materi bahasa:
Jenis-jenis penahapan tersebut dalam pembelajaran memerlukan metode yang sesuai dengan karakter materi maupun kapasitas kemampuan peserta didik. Prinsip gradasi ini setidaknya akan dapat mengurangi munculnya kesenjangan pemahaman di kalangan peserta didik. Dengan pemahaman yang runtut, sistematis, peserta didik mudah dikondisikan untuk berpikir logis, sistemik, dan terarah untuk memperoleh suatu pengetahuan berbahasa yang komprehensif.
Motivasi
Motivasi merupakan sesuatu yang menimbulkan, mendasari, dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik.[16] Motivasi merupakan energi dalam jiwa yang mampu menggerakkan manusia untuk melakukan prilaku tertentu guna mewujudkan tujuan yang sudah pasti. Motivasi dalam pembelajaran bahasa Arab menduduki tempat yang terpenting. Akan tetapi, hal ini juga sekaligus merupakan masalah pertama dan utama yang dihadapi peserta didik. Oleh karena motivasi terkait juga dengan kebutuhan hidup peserta didik pada umumnya yang bersifat praktis sehingga dalam mempelajari bahasa juga senantiasa dikaitkan dengan kebutuhan praktis tersebut.
Dalam pembelajaran bahasa Arab, jika persoalan motivasi ini dapat teratasi dengan baik, maka sebenarnya substansi atau permasalahan utama telah terselesaikan. Motivasi memang menjadi segalanya, dalam arti ia akan menjadi daya pendorong yang sangat dahsyat bagi peserta didik untuk melakukan berbagai aktivitas sekiranya dapat menghantarkannya untuk memiliki penguasaan yang baik terhadap bahasa Arab. Motivasi akan membuat peserta didik senantiasa enjoy dan senang dalam belajar. Motivasi akan dapat mengubah persepsi peserta didik dan menjadikan materi yang sulit menjadi mudah. Motivasi dapat menjadikan peserta didik sungguh-sungguh dalam belajar.[17]
Pemantapan
Upaya pemantapan ini dapat dilakukan dengan berbagai langkah, pengulangan, latihan, dan tugas–tugas di luar ruang pembelajaran. Pengulangan dapat mendatangkan kemudahan karena ucapan yang pada pertama kali dianggap sulit oleh murid dengan melakukan pengulangan beberapa kali, maka ucapan itu akan menjadi lebih akrab dan mudah. Sementara itu, latihan dan tugas di luar ruang pembelajaran merupakan proses yang bertujuan untuk mengetahui hasil proses pembelajaran yang telah berjalan sehingga dengan latihan dan tugas guru dapat mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai, sejauh mana penerapan strategi kondusif dengan tingkat kemampuan murid. Ini juga menjadi berarti bagi guru untuk lebih meningkatkan dan memperbaiki langkah selanjutnya. Latihan dan pemberian tugas juga berfungsi untuk mengetahui seberapa besar tingkat keseriusan para peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa Arab.
Strategi Alternatif Pendorong Active Learning dalam Pembelajaran
Strategi alternatif yang dimaksud adalah variasi langkah dalam pembelajaran bahasa Arab yang dapat membangkitkan motivasi belajar pada peserta didik. Dengan strategi alternatif ini diharapkan peserta didik terlibat aktif, baik secara fisik maupun mental sehingga pembelajaran bahasa Arab terasa lebih hidup, kejenuhan atau kebosanan dapat dikurangi.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menambah variasi dalam pembelajaran bahasa Arab, antara lain sebagai berikut.
Mendengar dan Model Pembelajarannya
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar orang hanya dapat menyerap 30% saja dari pengetahuan yang didengarnya, dan hanya dapat mengingat 25% dari apa yang ia serap dari pengetahuan itu. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan daya serap pengetahuan yang didengarnya, maka menyimak perlu dilatih secara khusus.[18] Langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk melatih pendengaran di antaranya:
Berbicara dan Model Pembelajarannya
Keterampilan berbicara dapat terwujud dengan baik setelah keterampilan menyimak dan mengucapkan kosa kata bahasa Arab dilakukan. Kegiatan berbicara dapat mengambil bentuk percakapan, diskusi, cerita, atau pidato. Ada beberapa langkah dapat dilakukan agar peserta didik termotivasi untuk berbicara, antara lain:
Membaca dan Model Pembelajarannya
Membaca sebenarnya meliputi kegiatan berpikir, menilai, menganalisis, dan memecahkan masalah. Membaca dapat dibagi menjadi; membaca jelas dan dalam hati, serta membaca intensif (mukasyafah) dan ekstensif (muwassa’ah). Kegiatan membaca dapat dilakukan dengan, antara lain:
Menulis atau Mengarang dan Model Pembelajarannya
Menulis ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu insya’ muwajjah (mengarang terstruktur) dan insya’ hurriyyah (mengarang bebas). Latihan ini dapat dilakukan dengan:
Gramatika dan Model Pembelajarannya
Dalam pembelajaran modern, tata bahasa sebenarnya lebih merupakan media untuk mengevaluasi kalam dan tulisan seseorang. Pembelajaran lebih menekankan pada problem solving. Langkah pembelajaran dapat dilakukan dengan:
=====================
Disadur dari
JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN
INSANIA|Vol. 11|No. 2|Jan-Apr 2006|164-175|P3M STAIN Purwokerto | Subur
Penulis adalah Magister Agama (M.Ag.), dan dosen tetap di Jurusan Pendidikan (Tarbiyah) STAIN Purwokerto.
=====================
Endnote:
=====================
Daftar Pustaka:
Arsyad, Azhar. 2003. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Kulli, Moh. Ali. 1986. Asalib al-Tadris al-Lughah al-Arabiyah.Riyadl Mamlakah al-Arabiyah al-Sa’udiyah: TP.
Efendi, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab.Malang: Misykat.
Kamalie, Saifullah. 2004. “Penggunaan Media, Alat Peraga, dan Teknologi dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, dalam Makalah. Jakarta: Pusdiklat, 13 Mei 2004.
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wahab, Muhbib Abdul. 2004. “Teknik dan Model Penyajian Materi Bahasa Arab”, dalam Makalah. Jakarta: Pusdiklat, 13 Mei 2004.
Zaenuddin, Radliyah. 2005. Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab. Cirebon: Pustaka Rihlah Group.
Zaini, Hisyam, dkk. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di PT.Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad bin Abdurrahman al-Syamimary, tingkat pencapaian pengetahuan melalui indra penglihatan dan praktik ternyata mencapai 75%, sedangkan melalui pedengaran hanya 13%, dan melalui indra yang lain 12%.[2] Dari sini tampak bahwa belajar dengan melihat dan praktik secara langsung lebih memberikan jaminan bagi peserta didik untuk dapat berhasil dengan baik. Sementara itu, filosof kenamaan Cina, Konfusius menyatakan bahwa apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, dan apa yang saya lakukan saya paham.[3]
Pembelajaran bahasa Arab yang ideal adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai empat keterampilan berbahasa (maharat al-istima, al-kalam, al-qira’ah dan al-kitabah) secara proporsional. Hal ini disebabkan bahasa Arab bukan hanya sekadar berfungsi pasif, yaitu sebagai media untuk memahami (al fahm) apa yang dapat didengar, berita, teks, bacaan dan wacana, melainkan juga berfungsi aktif, yaitu memahamkan (al ifham) orang lain melalui komunikasi lisan dan tulisan. Penelitian juga menunjukkan bahwa kemampuan menggunakan bahasa sebagai media komunikasi merupakan salah satu kunci dasar keberhasilan manusia dalam hidupnya.[4]
Hanya saja hal yang ideal tersebut tidaklah selalu mudah untuk direalisasikan karena berbagai alasan;
- sebagian besar waktu guru tersita untuk kegiatan pembelajaran dan keluarga sehingga sedikit sekali tersedia kesempatan untuk ‘lebih kreatif’ dalam mengembangkan materi pembelajaran bahasa Arab
- fasilitas dan lingkungan (perpustakaan dan media) kurang mendukung
- kemauan untuk meng-upgrade kualitas diri ada, tetapi kesempatan dan sarana yang dibutuhkan kurang tersedia.[5]
Meskipun dengan fasilitas yang sangat terbatas, guru bahasa Arab sejati tetap berupaya meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran dengan melalui berbagai langkah alternatif, khususnya terkait dengan teknik dan strategi yang dapat mendorong motivasi belajar peserta didik.
Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Harus disadari bahwa bahasa Arab memang memiliki karakteristik dan tingkat kesulitan yang berbeda dengan bahasa yang lain. Kenyataan ini menuntut adanya guru yang memiliki kualifikasi dengan tingkat keuletan, ketelatenan dan kesabaran yang tinggi. Melihat karakter tersebut, guru hendaknya menggunakan pendekatan yang lebih kontekstual, dan dapat menjadi acuan dalam menentukan langkah pembelajaran yang sesuai dengan karakter materi maupun kondisi peserta didik. Sesulit apapun, sebenarnya materi dapat disampaikan dengan baik jika ditopang oleh pendekatan dan strategi yang tepat. Terkait dengan hal itu, terdapat beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa Arab yang dapat meningkatkan efektivitas guru dalam melakukan transformasi, di antaranya pendekatan kemanusiaan (humanistic approach), pendekatan berbasis media (media based approach), pendekatan mendengar-mengucapkan (aural oral approach), pendekatan analisis dan nonanalisis (analitycal and unanalitycal approach), dan pendekatan komunikatif (communicative approach).[6]
Pendekatan Kemanusiaan (Humanistic Approach)
Pendekatan ini memberi tempat yang utama pada peserta didik karena mereka adalah subjek utama dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini berasumsi bahwa peserta didik memiliki potensi, kekuatan, dan kemampuan untuk berkembang. Peserta didik juga memiliki kebutuhan emosional, spiritual, dan intelektual yang harus diperhatikan. Peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan emosi, perasaan, sikap, nilai, dan lain-lain. Pembelajaran diupayakan untuk berjalan secara rileks dan akrab, tanpa mengurangi makna transformasi dan pesan yang hendak disampaikan. Pendekatan ini memberikan drajat kebebasan, otonomi, tanggungjawab dan kreativitas yang menjadi bagian dari peserta didik.[7]
Penyampaian materi tidak dijadikan sebagai suatu yang menekan, membebani, melainkan bagaimana penguasaan bahasa menjadi kebutuhan peserta didik sebagaimana kebutuhan lainnya. Perspektif ini menurut sebagian ahli pengajaran bahasa Asing merupakan orientasi baru, yang biasanya menganggap peserta didik sebagai objek yang dapat dibentuk semaunya tanpa melihat minat dan bakat mereka. Dengan pola pandang ini, setidaknya dapat mempercepat interelasi antara pengajar dan peserta didik dalam hubungan dengan proses transformasi. Dengan demikian, ketika kebutuhan psikologis terpenuhi, maka pada selanjutnya minat dan motivasi akan lebih mudah dikembangkan.[8]
Dengan pendekatan ini, maka langkah yang dapat dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bercakap tentang diri dan perasaannya, kemudian melakukan tukar pikiran secara seimbang.
Pendekatan Berbasis Media (Media Based Approach)
Media atau wasail al-idlahmemiliki peranan yang besar dalam upaya membentuk keahlian peserta didik dan mengubahnya dari keahlian yang bersifat abstrak ke yang bersifat konkret.
Pendekatan ini bertujuan untuk melengkapi konteks yang menjelaskan makna kata-kata, struktur, dan istilah-istilah kebudayaan baru melalui gambar, peta, foto, contoh model yang hidup, kartu, dan segala sesuatu yang dapat membantu menjelaskan makna kata yang asing pada peserta didik. Di jaman teknologi saat ini, jenis dan bentuk media sangat bervariasi, misalnya kaset, video, laboratorium, slide, LCD, dan komputer. Tujuan dari penggunaan media ini sangat jelas, yakni agar penyajian materi lebih hidup dan menarik peserta didik sehingga dapat menyampaikan contoh dan informasi kebahasaan yang benar dan melatihnya berjalan secara efektif. Penelitian menunjukkan bahwa gambar memberikan dampak tiga kali lebih kuat dan mendalam dibandingkan dengan kata-kata. Sementara itu, jika gambar digabungkan dengan kata-kata, maka dampaknya enam kali lebih kuat daripada kata-kata saja.[9] Hanya masalahnya pada keterbatasan dana yang menjadi hambatan serius dalam penyediaan media ini.
Pendekatan Mendengar-Mengucapkan (Aural Oral Approach)
Pendekatan ini mengandaikan bahwa bahasa adalah apa yang didengar dan diucapkan, bukan simbol, sedangkan tulisan hanyalah representasi dari ujaran. Dari asumsi ini dapat dikatakan bahwa bahasa adalah ujaran. Pembelajaran bahasa harus dimulai dengan mendengarkan bunyi-bunyi bahasa yang berbentuk kata dan kalimat. Dalam bentuk klasikalnya kemudian meminta peserta didik menirukannya untuk dihafal, sebelum membaca dan menulis diajarkan.[10] Asumsi lain dari pendekatan ini bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu prilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab dengan pendekatan aural oral approach ini menuntut adanya kegiatan pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.[11]
Pendekatan Komunikatif (Communicative Approach)
Sesuai dengan fungsi kompetensinya, penyajian bahasa hendaknya lebih menekankan kepada kegiatan komunikasi aktif dan praktis. Dengan pendekatan komunikasi ini berarti telah melakukan terobosan baru dan strategis di bidang pengajaran bahasa kedua, dan dianggap sebagai pendekatan integral yang memiliki ciri-ciri yang pasti. Seseorang dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikatif apabila ia dapat menggunakan bahasa dengan ragam yang tepat menurut situasi dalam hubungannya antara pembicara dan pendengar. Menurut Hymes, terdapat empat faktor yang menjadi pembangun dan menjadi ciri penanda kompetensi komunikatif ini, yaitu kegramatikalan (penguasaan tata bahasa secara baik), keberterimaan (saling dapat dipahami dan memahami), ketepatan (konteks dengan situasi yang berkembang), dan keterlaksanaan (praktik yang dilakukan secara terus-menerus). Seseorang yang hanya menguasai struktur atau pola-pola kalimat yang terlepas dari konteks belum bisa disebut sebagai orang yang mampu berbahasa. Kemampuan berbahasa yang sebenarnya haruslah mencakup penguasaan kaidah-kaidah gramatika sekaligus penguasaan norma-norma sosial yang terkait dengan penggunaan bahasa.[12]
Landasan Pengembangan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab
Dalam pengembangan metodologi, pembelajaran perlu mempertimbangkan landasan sebagai pengokoh bangunan kepribadian pengajar dalam menentukan metode pembelajaran. Landasan ini dapat menguraikan bagaimana seorang pengajar bahasa mengambil keputusan untuk meramu metode pembelajaran yang tepat sasaran, yang memudahkan peserta didik untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Abdul ‘Alim Ibrahim dan Ibrahim Kamal Badri, ada beberapa landasan dalam mengembangkan metode pembelajaran bahasa Arab, antara lain sebagai berikut.
Prioritas
Bila kita mengacu kepada konsep belajar bahasa seperti yang dikemukakan oleh Robert Lado dan Moh. ‘Ali al-Kulli, yang terkait dengan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa asing, maka dalam pembelajaran bahasa hendaknya lebih menekankan kegiatan berbahasa (bahasa sebagai ujaran), tanpa harus terikat secara ketat kepada gramatika. Kelemahan yang berkaitan dengan gramatika akan relatif lebih mudah diperbaiki. Sementara jika pembelajaran lebih menekankan pada teori tentang bahasa, maka kelemahan yang berkaitan dengan praktik berbahasa akan lebih sulit diatasi. Di sini tekanan pembelajaran lebih mengutamakan pada kegiatan pembiasaan.[13]
Akurasi
Bahasa Arab memiliki karakteristik tersendiri hingga membutuhkan kecermatan dan ketelitian tersendiri pula dalam proses penyajiannya. Termasuk pula kecermatan dan ketelitian dalam hal penyampaian materi, penggunaan metode, maupun media pembelajaran.[14]
Gradasi
Ada lima penahapan dalam penyajian materi bahasa:
- dari jenis materi yang mudah kepada yang sulit;
- dari jenis materi yang sederhana kepada materi yang kompleks;
- dari materi yang jelas kepada materi yang samar;
- dari jenis materi yang konkret kepada yang abstrak; dan
- dari jenis materi yang sering digunakan kepada materi yang jarang dipergunakan.[15]
Jenis-jenis penahapan tersebut dalam pembelajaran memerlukan metode yang sesuai dengan karakter materi maupun kapasitas kemampuan peserta didik. Prinsip gradasi ini setidaknya akan dapat mengurangi munculnya kesenjangan pemahaman di kalangan peserta didik. Dengan pemahaman yang runtut, sistematis, peserta didik mudah dikondisikan untuk berpikir logis, sistemik, dan terarah untuk memperoleh suatu pengetahuan berbahasa yang komprehensif.
Motivasi
Motivasi merupakan sesuatu yang menimbulkan, mendasari, dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik.[16] Motivasi merupakan energi dalam jiwa yang mampu menggerakkan manusia untuk melakukan prilaku tertentu guna mewujudkan tujuan yang sudah pasti. Motivasi dalam pembelajaran bahasa Arab menduduki tempat yang terpenting. Akan tetapi, hal ini juga sekaligus merupakan masalah pertama dan utama yang dihadapi peserta didik. Oleh karena motivasi terkait juga dengan kebutuhan hidup peserta didik pada umumnya yang bersifat praktis sehingga dalam mempelajari bahasa juga senantiasa dikaitkan dengan kebutuhan praktis tersebut.
Dalam pembelajaran bahasa Arab, jika persoalan motivasi ini dapat teratasi dengan baik, maka sebenarnya substansi atau permasalahan utama telah terselesaikan. Motivasi memang menjadi segalanya, dalam arti ia akan menjadi daya pendorong yang sangat dahsyat bagi peserta didik untuk melakukan berbagai aktivitas sekiranya dapat menghantarkannya untuk memiliki penguasaan yang baik terhadap bahasa Arab. Motivasi akan membuat peserta didik senantiasa enjoy dan senang dalam belajar. Motivasi akan dapat mengubah persepsi peserta didik dan menjadikan materi yang sulit menjadi mudah. Motivasi dapat menjadikan peserta didik sungguh-sungguh dalam belajar.[17]
Pemantapan
Upaya pemantapan ini dapat dilakukan dengan berbagai langkah, pengulangan, latihan, dan tugas–tugas di luar ruang pembelajaran. Pengulangan dapat mendatangkan kemudahan karena ucapan yang pada pertama kali dianggap sulit oleh murid dengan melakukan pengulangan beberapa kali, maka ucapan itu akan menjadi lebih akrab dan mudah. Sementara itu, latihan dan tugas di luar ruang pembelajaran merupakan proses yang bertujuan untuk mengetahui hasil proses pembelajaran yang telah berjalan sehingga dengan latihan dan tugas guru dapat mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai, sejauh mana penerapan strategi kondusif dengan tingkat kemampuan murid. Ini juga menjadi berarti bagi guru untuk lebih meningkatkan dan memperbaiki langkah selanjutnya. Latihan dan pemberian tugas juga berfungsi untuk mengetahui seberapa besar tingkat keseriusan para peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa Arab.
Strategi Alternatif Pendorong Active Learning dalam Pembelajaran
Strategi alternatif yang dimaksud adalah variasi langkah dalam pembelajaran bahasa Arab yang dapat membangkitkan motivasi belajar pada peserta didik. Dengan strategi alternatif ini diharapkan peserta didik terlibat aktif, baik secara fisik maupun mental sehingga pembelajaran bahasa Arab terasa lebih hidup, kejenuhan atau kebosanan dapat dikurangi.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menambah variasi dalam pembelajaran bahasa Arab, antara lain sebagai berikut.
Mendengar dan Model Pembelajarannya
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar orang hanya dapat menyerap 30% saja dari pengetahuan yang didengarnya, dan hanya dapat mengingat 25% dari apa yang ia serap dari pengetahuan itu. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan daya serap pengetahuan yang didengarnya, maka menyimak perlu dilatih secara khusus.[18] Langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk melatih pendengaran di antaranya:
- Istima’ al-Ma’lumat au al-Khabar; peserta didik dapat melatih pendengaran lewat kebiasaan mendengar berbagai berita dan informasi yang disajikan lewat media elektronik. Dari sajian latihan pendengaran model ini, maka peserta didik terbiasa memahami gaya bahasa yang digunakan dan model komunikasi yang dilakukan oleh native speaker.
- Talkhis Magza; yakni melatih pendengaran peserta didik dengan cara menyajikan suatu bacaan dengan tema tertentu. Kemudian, meminta peserta didik untuk menganalisis dengan menggunakan kata-kata tanya (istifham).[19]
Berbicara dan Model Pembelajarannya
Keterampilan berbicara dapat terwujud dengan baik setelah keterampilan menyimak dan mengucapkan kosa kata bahasa Arab dilakukan. Kegiatan berbicara dapat mengambil bentuk percakapan, diskusi, cerita, atau pidato. Ada beberapa langkah dapat dilakukan agar peserta didik termotivasi untuk berbicara, antara lain:
- Khibrah Mutsirah; menyampaikan topik bahasa Arab yang selalu dikaitkan dengan pengalaman peserta didik sehari-hari. Kemudian, meminta peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengalamannya yang disesuaikan dengan topik tersebut.
- Ta’bir al-ara al-Raisiyyah; mengasah keberanian peserta didik untuk bicara dengan bahasa Arab secara spontan dan kreatif, yaitu dengan menjelaskan materi melalui peta konsep (labelisasi).
- Tamtsiliyah, dengan mengajak peserta didik belajar bahasa Arab dengan cara bermain drama, masing-masing diberi peran sesuai skenario yang terdapat dalam bacaan. Pada kegiatan ini mempunyai dua manfaat, yaitu hiburan dan belajar berbahasa.[20]
Membaca dan Model Pembelajarannya
Membaca sebenarnya meliputi kegiatan berpikir, menilai, menganalisis, dan memecahkan masalah. Membaca dapat dibagi menjadi; membaca jelas dan dalam hati, serta membaca intensif (mukasyafah) dan ekstensif (muwassa’ah). Kegiatan membaca dapat dilakukan dengan, antara lain:
- Muzakarat al-Talamiz; yakni dengan mendorong peserta didik untuk mencari tahu dan mempertanyakan hal-hal yang belum dimengerti dari sebuah wacana atau bacaan dengan cara guru menentukan bacaan, guru memberi kesempatan antara 5-10 menit untuk mempelajari teks. Setelah itu, peserta didik mengajukan pertanyaan kepada yang lain, kemudian guru menjelaskan isi teks.
- Akhziyat al-Nash; dengan membagi peserta didik dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok diminta mengambil topik yang terdapat dalam setiap alenia. Setelah selesai perwakilan kelompok menyampaikan hasil kajian dari alenia tersebut pada kelompok lain, dan seterusnya.
- Tartib al-Nash; teknis untuk mengetahui kemampuan dan pemahaman dalam membaca dari peserta didik. Langkahnya adalah peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok, setiap kelompok diminta untuk menyusun kembali kalimat atau wacana yang dipotong-potong atau terpisah sehinga tersusun kembali menjadi sebuah bacaan yang sistematis.
Menulis atau Mengarang dan Model Pembelajarannya
Menulis ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu insya’ muwajjah (mengarang terstruktur) dan insya’ hurriyyah (mengarang bebas). Latihan ini dapat dilakukan dengan:
- Ta’bir al-Shuwar; meminta peserta didik untuk mengidentifikasi gambar-gambar, dan menyusun tulisan sesuai gambar secara runtut dalam waktu yang telah ditentukan. Kemudian, meminta beberapa peserta didik untuk mengkritisi tulisan tersebut.
- Kitabat al-Ma’lumat; meminta kepada peserta didik untuk menulis seputar problem yang mereka temukan lewat berbagai media. Kemudian, dipresentasikan dan mendapatkan masukan.
- In’ikas al-Maudlu; mengajak peserta didik untuk pergi ke suatu objek atau gambar, kemudian diminta untuk mencermati dengan seksama. Setelah itu, peserta didik diminta untuk menyusun topik gambar tersebut dalam bentuk tulisan berdasarkan hasil dari pengamatan terhadap objek.
Gramatika dan Model Pembelajarannya
Dalam pembelajaran modern, tata bahasa sebenarnya lebih merupakan media untuk mengevaluasi kalam dan tulisan seseorang. Pembelajaran lebih menekankan pada problem solving. Langkah pembelajaran dapat dilakukan dengan:
- Musykilat al-Tullab; yakni meminta setiap peserta didik untuk menulis materi yang paling belum dipahami. Kemudian, tulisan tersebut digulirkan kepada teman yang ada di sebelahnya hingga kembali pada dirinya untuk mendapatkan tanda cek list dari peserta lain yang juga belum paham. Tanda cek list yang terbanyak adalah yang belum banyak dimengerti.
- Tariqatu an Nasyath; peserta didik disuruh praktik langsung dengan diberi sebuah bacaan atau topik yang di dalamnya terkandung contoh-contoh gramatika. Kemudian, diminta untuk membaca dan menunjukkan berbagai contoh dalam bacaan tersebut yang terkait dengan tata bahasa.
- Thariqat al-Nushush al-Mutakamilah; aplikasi dari strategi ini adalah peserta didik diminta untuk membaca teks dan mendikusikannya. Kemudian, guru menjelaskan contoh-contoh kalimat yang terkait dengan tata bahasa.[21]
=====================
Disadur dari
JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN
INSANIA|Vol. 11|No. 2|Jan-Apr 2006|164-175|P3M STAIN Purwokerto | Subur
Penulis adalah Magister Agama (M.Ag.), dan dosen tetap di Jurusan Pendidikan (Tarbiyah) STAIN Purwokerto.
=====================
Endnote:
- Saifullah Kamalie, “Penggunaan Media: Alat Peraga dan Teknologi dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, dalam Makalah (Jakarta: Pusdiklat, 13 Mei 2004), hal. 1.
- Ibid.,hal. 3.
- Hisyam Zaini, dkk., Strategi Pembelajaran Aktif di PT(Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hal. xiii.
- Ibid., hal. 21.
- Muhbib Abdul Wahab, “Teknik dan Model Penyajian Materi Bahasa Arab”, dalam Makalah (Jakarta: Pusdiklat, 13 Mei 2004), hal. 1.
- Ibid., hal. 166.
- Ibid.,hal. 86-89.
- Radliyah Zaeniddin, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab (Cirebon: Pustaka Rihlah Group, 2005), hal. 34.
- Saifullah Kamalie, Makalah, hal. 2.
- Radliyah Zaenuddin, Meodologi, hal. 35.
- Ahmad Fuad Efendi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab(Malang: Misykat, 2005), hal. 47.
- Ibid., hal. 56.
- Moh. Ali al-Kulli, Asalib al-Tadris al-Lughah al-Arabiyah(Riyadl Mamlakah al-Arabiyah al-Sa’udiyah: TP, 1986), hal. 34.
- Radliyah Zaenuddin, Metodologi, hal. 46.
- Ibid.,hal. 47.
- Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 71.
- Ibid., hal. 17.
- Ahmad Fuad Efendi, Metodologi, hal. 47.
- Radliyah Zaenuddin, Metodologi, hal. 55-57.
- Ibid., hal. 64-70.
- Ibid., hal. 16-17.
=====================
Daftar Pustaka:
Arsyad, Azhar. 2003. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Kulli, Moh. Ali. 1986. Asalib al-Tadris al-Lughah al-Arabiyah.Riyadl Mamlakah al-Arabiyah al-Sa’udiyah: TP.
Efendi, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab.Malang: Misykat.
Kamalie, Saifullah. 2004. “Penggunaan Media, Alat Peraga, dan Teknologi dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, dalam Makalah. Jakarta: Pusdiklat, 13 Mei 2004.
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wahab, Muhbib Abdul. 2004. “Teknik dan Model Penyajian Materi Bahasa Arab”, dalam Makalah. Jakarta: Pusdiklat, 13 Mei 2004.
Zaenuddin, Radliyah. 2005. Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab. Cirebon: Pustaka Rihlah Group.
Zaini, Hisyam, dkk. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di PT.Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga.
0 comments:
Post a Comment