Al-Ghazali adalah seorang ulama besar sekaligus seorang tokoh pendidikan. Praktek-praktek pendidikan maupun konsep pemikirannya pada saat ini banyak dimanfaatkan oleh para paedagog yang menurut Zainuddin Dkk para paedagog kadang-kadang berani mengakui bahwa itu hasil pemikirannya, padahal itu mutlak pemikiran imam Ghazali sehingga dapat dikatakan itu merupakan ketidakjujuran.
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad A-Ghazali At-Thusy Asy-syafi'i. Itulah nama asli dari Imam Ghazali, menurut analisa Osman Bakar al Ghazali adalah seorang Fuqaha (ahli Fuqih) terkemuka, teolog dan sufi. dilahirkan pada 450/1058 di Thus, kini dekat Masyhad di Khurasan Persia, yang sebelum masa hidupnya telah menghasilkan banyak sufi terkenal sehingga Hujwiry (w.464/1071) menyebutnya tanah di mana “bayangan kemurahan Tuhan mengayomi”. Kota Thus sendiri adalah tempat kelahiran banyak pribadi menonjol dan intelektual dalam Islam, termasuk penyair Firdausy (w. 416/1025) dan negarawan Nizam Al Mulk (w. 495/1092).
Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir.
Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.
Al-Ghazali memulai pendidikannya di wilayah kelahiran Thus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan, selanjutnya ia pergi ke Naisafur, dan Khurasan yang pada waktu itu kedua kota kota tersebut dikenal sebagai pusat Ilmu pengetahuan terpenting di dunia. Di kota naisyafur inilah Al-Ghazali berguru pada Imam Al Haramaini abi al ma’ad al Juwainy, seorang ulama yang bermazhab syafi’I, di saat itu dia merupakan guru besar di Naisyafur.
Beberapa bidang study yang dipelajarinya di kota tersebut adalah Teologi, filsafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu yang dipelajarinya inilah yang kemudian mempengaruhi prinsipnya secara ilmiah di kemudian hari. Semua itu dapat dicuplik melalui beberapa karya tulisnya yang dibuat dalam beberapa disiplin ilmu, dalam ilmu kalam, Al-Ghazali menulis buku dengan judul Gayab al Maram fi ilmil al Kalam (tujuan Mulia dari Ilmu Kalam), disusul dengan karya tulisnya di bidang Tasauf dengan sebuah buku berjudul Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu Agama), begitu juga dalam ilmu hukum ia menulis buku dengan judul Al Mustasyfa (Yang Menyembuhkan), dan dalam bidang filsafat kita tidak lupa dua karya terpentingnya yaitu Maqasid al Falasifah (Tujuan Filsafat), serta Tahafut al falasifah (Kekacauan dari Filsafat).
Jelas semua ini tidak mengherankan, jika Al-Ghazali dijuluki beberapa gelar dari kejeniusannya menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti gelar Hujjatul Islam (Pembela Islam), juga dijuluki dengan Syaikhus Sufiyyin ( Guru Besas Sufi), dan Imam al Murabbin (pakar Ilmu pendidikan).
Sejarah filsafat Islam mencatat bahwa seorang sosok Al-Ghazali ini awalnya dikenal sebagai orang yang ragu terhadap bidang ilmu, baik ilmu yang dipelajari melalui pengalaman maupun ilmu yang diperoleh melalui gurunya di bidang ilmu masing-masing. Terutama ilmu kalam yang dipelajarinya dari al Juwainy, sebab ilmu kalam mempunyai banyak aliran yang membuatnya bingung.
Demikian juga dalam filsafat, menurut dia argument-argumen yang ada dalam filsafat waktu itu banyak yang bertentangan dengan Islam, sehingga ia berinisiatif untuk menyanggah itu semua dengan menulis buku Maqasid al Falasifah, dengan tujuan untuk mengkeritik dan menghantam filsafat, begitu juga buku Tahafut al Falasifah juga mengkritik filsafat.
Secara langsung Al-Ghazali menentang ilmu yang dihasilkan oleh panca indra, begitu juga pengetahuan yang dihasilkan oleh akal pikiran, menurutnya panca indra tidak dapat dipercaya karena mengadung kedustaan, ia misalnya mengatakan bayangan rumah kelihatan tidak bergerak, padahal ia berpindah, demikian juga dengan bintang yang kelihatannya kecil, padahal ukurannya lebih besar dari bumi.
Pada akhir perjalanan intelektualnya, Al-Ghazali mengambil Tasauf sebagai sandaran dan prinsip hidupnya, memperoleh keyakinan yang dicarinya, dengan cahaya ketuhanan dia memperoleh petunjuk.
Karya-karyanya antara lain iyalah:
Teologi
===============
Rujukan:
Zainuddin Dkk Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Cet. I ( Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
Sulaiman Dunya, Maqasid Al-Falasifah, cet V ( Kairo: Al Maktabah, 1961)
Osman baker, Hierarki Ilmu, Membangun Kerangka Pikir Islamisasi ilmu,Terj. Purwanto, Cet.III,(Bandung: Mizan, 1998)
Laoust, H: La politique de Gazali, 1970.
Campanini, M.: Al-Ghazzali, in S.H. Nasr and O. Leaman, History of Islamic Philosophy 1996.
Watt, W M.: Muslim Intellectual: A Study of al-Ghazali, Edinburgh 1963.
Www.wikipedia.org
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad A-Ghazali At-Thusy Asy-syafi'i. Itulah nama asli dari Imam Ghazali, menurut analisa Osman Bakar al Ghazali adalah seorang Fuqaha (ahli Fuqih) terkemuka, teolog dan sufi. dilahirkan pada 450/1058 di Thus, kini dekat Masyhad di Khurasan Persia, yang sebelum masa hidupnya telah menghasilkan banyak sufi terkenal sehingga Hujwiry (w.464/1071) menyebutnya tanah di mana “bayangan kemurahan Tuhan mengayomi”. Kota Thus sendiri adalah tempat kelahiran banyak pribadi menonjol dan intelektual dalam Islam, termasuk penyair Firdausy (w. 416/1025) dan negarawan Nizam Al Mulk (w. 495/1092).
Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir.
Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.
Al-Ghazali memulai pendidikannya di wilayah kelahiran Thus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan, selanjutnya ia pergi ke Naisafur, dan Khurasan yang pada waktu itu kedua kota kota tersebut dikenal sebagai pusat Ilmu pengetahuan terpenting di dunia. Di kota naisyafur inilah Al-Ghazali berguru pada Imam Al Haramaini abi al ma’ad al Juwainy, seorang ulama yang bermazhab syafi’I, di saat itu dia merupakan guru besar di Naisyafur.
Beberapa bidang study yang dipelajarinya di kota tersebut adalah Teologi, filsafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu yang dipelajarinya inilah yang kemudian mempengaruhi prinsipnya secara ilmiah di kemudian hari. Semua itu dapat dicuplik melalui beberapa karya tulisnya yang dibuat dalam beberapa disiplin ilmu, dalam ilmu kalam, Al-Ghazali menulis buku dengan judul Gayab al Maram fi ilmil al Kalam (tujuan Mulia dari Ilmu Kalam), disusul dengan karya tulisnya di bidang Tasauf dengan sebuah buku berjudul Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu Agama), begitu juga dalam ilmu hukum ia menulis buku dengan judul Al Mustasyfa (Yang Menyembuhkan), dan dalam bidang filsafat kita tidak lupa dua karya terpentingnya yaitu Maqasid al Falasifah (Tujuan Filsafat), serta Tahafut al falasifah (Kekacauan dari Filsafat).
Jelas semua ini tidak mengherankan, jika Al-Ghazali dijuluki beberapa gelar dari kejeniusannya menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti gelar Hujjatul Islam (Pembela Islam), juga dijuluki dengan Syaikhus Sufiyyin ( Guru Besas Sufi), dan Imam al Murabbin (pakar Ilmu pendidikan).
Sejarah filsafat Islam mencatat bahwa seorang sosok Al-Ghazali ini awalnya dikenal sebagai orang yang ragu terhadap bidang ilmu, baik ilmu yang dipelajari melalui pengalaman maupun ilmu yang diperoleh melalui gurunya di bidang ilmu masing-masing. Terutama ilmu kalam yang dipelajarinya dari al Juwainy, sebab ilmu kalam mempunyai banyak aliran yang membuatnya bingung.
Demikian juga dalam filsafat, menurut dia argument-argumen yang ada dalam filsafat waktu itu banyak yang bertentangan dengan Islam, sehingga ia berinisiatif untuk menyanggah itu semua dengan menulis buku Maqasid al Falasifah, dengan tujuan untuk mengkeritik dan menghantam filsafat, begitu juga buku Tahafut al Falasifah juga mengkritik filsafat.
Secara langsung Al-Ghazali menentang ilmu yang dihasilkan oleh panca indra, begitu juga pengetahuan yang dihasilkan oleh akal pikiran, menurutnya panca indra tidak dapat dipercaya karena mengadung kedustaan, ia misalnya mengatakan bayangan rumah kelihatan tidak bergerak, padahal ia berpindah, demikian juga dengan bintang yang kelihatannya kecil, padahal ukurannya lebih besar dari bumi.
Pada akhir perjalanan intelektualnya, Al-Ghazali mengambil Tasauf sebagai sandaran dan prinsip hidupnya, memperoleh keyakinan yang dicarinya, dengan cahaya ketuhanan dia memperoleh petunjuk.
Karya-karyanya antara lain iyalah:
Teologi
- Al-Munqidh min adh-Dhalal
- Al-Iqtishad fi al-I`tiqad
- Al-Risalah al-Qudsiyyah
- Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din
- Mizan al-Amal
- Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah
- Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama)
- Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)
- Misykah al-Anwar (The Niche of Lights)
- Maqasid al-Falasifah
- Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence).
- Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul
- Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge)
- al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance)
- Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)
===============
Rujukan:
Zainuddin Dkk Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Cet. I ( Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
Sulaiman Dunya, Maqasid Al-Falasifah, cet V ( Kairo: Al Maktabah, 1961)
Osman baker, Hierarki Ilmu, Membangun Kerangka Pikir Islamisasi ilmu,Terj. Purwanto, Cet.III,(Bandung: Mizan, 1998)
Laoust, H: La politique de Gazali, 1970.
Campanini, M.: Al-Ghazzali, in S.H. Nasr and O. Leaman, History of Islamic Philosophy 1996.
Watt, W M.: Muslim Intellectual: A Study of al-Ghazali, Edinburgh 1963.
Www.wikipedia.org
0 comments:
Post a Comment