Seputaran Tentang Filsafat Islam

Kelahiran filsafat di Yunani pada perkisaran abad ke- 6-4 SM. Telah membawa arah angin peradaban yang sangat berbeda di Eropa, bahkan angin segar ini telah pula (pada abad selanjutnya) di benua lainnya. Perobahannya sangatlah radikal, dari peradaban mitologis ke peradaban rasional. Angin ini pun, walaupun tidak terlalu deras, telah menerpa Dunia Islam pada abad ke-2 setelah Rasulullah wafat.

Kelahiran filsafat ini, dianggap angin segar dalam rentang sejarah peradaban manusia, karena sebelumnya peradaban mitologis telah sedemikian lama mencengkram kehidupan manusia. Suatu sistem peradaban yang sulit untuk menjanjikan perkembangan lebih lanjut. Para ahli studi budaya budaya melihat bahwa, sisi gelap mitologi adalah ketika dilihatnya posisi manusia sebagai objek yang berada dalam bayang-bayang penjajahan pada Dewa. Demikian juga, manusia telah menjadi objek sejarah, bukannya subjek sejarah kehidupannya.

Pemikiran-pemikiran dalam filsafat Islam lebih luas dari sekedar terbatas pada aliran-aliran aristotelesme arab saja, tetapi pemikiran filsafat Islam telah muncul dan dikenal dalam aliran-aliran teologi sebelum orang-orang paripatetik di kenal dan menjadi tokoh. Kendatipun demikian, para filosof dari yunani maupun arab tidak terpaku begitu saja, mereka segera melakukan kajian tengtang tuhan, kenabian, jiwa dan lain-lain, mereka mengarang dan menulis dalam bahasa arab dan bahasa-bahasa asing.


Banyak sekali tokoh-tokoh Islam yang menerangkan dalam berbagai bidang spesialisasinya, misalnya ketika ibnu sina memberi pandangan tentang tuhan, metafisika yang begitu mendalam menerangkan dan juga menemukan ilmu kedoktoran, dan juga filsafat Al farabi menjelakan tentang kenabian, jiwa yang sama-sama menggunakan pendapat aristotele dan plato, serta bagaimana cara mereka mengkajinya.

A. Pengertian Filsafat Islam
Perkataan “filsafat” memang berasal dari perkataan Yunani, yang digunakan oleh orang Arab dalam masa ke-emasan Islam, yang biasa dinamakan juga “zaman-terjemah”, yaitu antara tahun 878 – 950 M. Seperti yang dikatakan oleh al-Farabi seorang filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina, bahwa perkataan “filsafat” itu berasal dari bahasa Yunani, ia masuk dan digunakan sebagai bahasa Arab. Perkataan asal ialah Philosophia, yang terdiri dari dua perkataan yaitu Philo yang berarti cinta dan Sophia yang berarti hikma atau kebenaran.

Menurut poedjawijatna filsafat adalah pengatahuan yang beruasaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran, sedangkan menurut Hasbullah Bakry mengatakan bahwa filsafat suatu ilmu pengatahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam dan manusia.
Maka, secara sederhana filsafat dapat dikatakan suatu hasil kerja berfikir dalam mencari hakikat segala secara sistematis, radikal dan universal.

Namun dalam pengertian tentang filsafat Islam, para filsuf memberi pengertian tentang hal tersebut adalah sebagai berikut:

Menurut Ibrahim Madkur Filsafat Islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat.

Sedangkan menurut Ahmad Fu’ad Al-Ahwani mendefinisikan bahwa filsafat Islam sebagai pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari oleh ajaran Islam.

B. Obyek Filsafat
Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali.

“Objek filsafat itu bukan main luasnya”, menurut Louis Katt Soff, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya.

Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek Forma, tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Sains memiliki objek materia yang empiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).

Dari uraian tertera di atas jelaslah, bahwa:
1. Objek materia filsafat ialah Sarwa-yang-ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:
  • Hakekat Tuhan;
  • Hakekat Alam dan
  • Hakekat Manusia.
2. Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).

Menurut Dr. H. Hamzah Ya’qub dikatakan Dalam buku karangannya sendiri bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di antara objek filsafatnya ialah:
  • Ada Umum, yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum.
  • Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, yang mutlak ini seperti tentang “Tuhan”.
  • Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak.
  • Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
  • Etika: filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia.
  • Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran.
C. Metode Filsafat
Kalau kita membicarakan tentang metode yang di pakai oleh filosof dalam mengkaji sesuatu adalah sangat rumit, karena yang mereka kaji itu bukanlah yang bersifat tampak (dapat dilihat) melainkan banyak yang gaib, seperti mengkaji tentang tuha, dimana tuhan itu, siapa sebenarnya tuhan itu. Maka sangat lah rumit, akan tetapi hal tersebut juga dapat kita rasakan dengan perasaan, rasa, logika, rasio dan lain-lain.

Namun, Setidaknya kita bisa melihat ada 4 metode penting yang digunakan dalam pemikiran filsafat Islam, yaitu :
1. Metode Filsafat Argumentatif Peripatetik.
Metode ini sangat mengutamakan silogisme (qiyas) , argumentasi rasional (istidlal aqli) dan demonstrasi rasional (burhan aqli) . Metode argumentatif peripatetik ini pada dikenal memiliki banyak pengikut seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Mir Damad, Al Kindi , Ibnu Sina dan lain-lainnya. Tokoh paham ini yang paling menonjol adalah Ibnu Sina.

2. Metode Filsafat Iluminatif
Metode ini seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sangat bertumpu kepada argumentasi rasional, demonstrasi rasional dan serta berjuang melawan hawa nafsu dan menyucikan jiwa.

3. Metode Pengembaran Rohani (tasawuf)
Metode tasawuf (irfan) semata-mata hanya bertumpu kepada penyucian jiwa dan mengadakan perjalanan guna mendekatkan diri kepada Allah sehingga mampu mengetahui dan sampai kepada berbagai hakikat. Beda dengan filsafat Iluminatif, metode irfan ini sama sekali tidak bertumpu kepada argumentasi rasional ataupun demonstarsi rasional. Berdasarkan metode ini tujuan bukan hanya untuk menyingkap hakikat TETAPI sampai kepada hakikat itu sendiri.

Metode irfan memilik satu persamaan dan dua sisi perbedaan dengan metode iluminasi. Sisi persamaannya adalah bertumpu kepada penyucian jiwa. Sedangkan perbedaannya adalah tentang penggunaan argumentasi dan demonstrasi rasional.

4. Metode Teologi Argumentatif (kalam)
Para teolog Islam (Mutakallimin), seperti halnya para filsuf peripatetik bertumpu pada argumentasi penalaran dan demonstrasi rasional, namun demikian terdapat dua perbedaan yang mendasar didalam pengunaannya.

D. Transmisi Filsafat Yunani ke Dunia Islam
Pemikiran-pemikiran filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam, diakui banyak kalangan telah mendorong perkembangan filsafat Islam menjadi makin pesat. Namun secara historis, tranformasi filsafat yunani ke dunia Islam pada garis besarnya terdapat dua jalur.

Pertama jalur perluasan wilayah dan kedua jalur alih bahasa atau penterjmahan, ketika terjadi perluasan wilayah penguasa Islam, para penakluk Islam mendapati warisan-warisan peradaban yang tetap terjaga keutuhannya, misanya masa Iskandariah terkenal sebagai salah satu pusat perkembanganya peradaban yunani masa itu, sejumlah hasil pikir para tokohnya banyak dipelajari dan diadopsi oleh para pemikir Islam dengan sentuhan kreativitas intelektual yang tinggi dan banyak ide-ide yang disesuaikan dengan ajaran Islam.

Pertemuan antara filsafat Yunani Kalsik dengan Islam di Dunia Islam, malah seperti bertemunya dua teman lama yang telah lama tidak berjumpa. Yang paling menarik, dengan tidak merusak semangat filosofis yaitu pencarian kebenaran atau kebijaksanaan sejati (wisdom, al-hikmah), filsafat yang kemudian mewujud “filsafat Islam” malah semakin luas wilayah garapannya.

Pemikiran filsafat yunani terbagi dua zaman, pertama zaman yunani atau Helenis, zaman ini dengan ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran yunani dari abad VI SM sampai akhir abad IV, pada masa abad ini antara lain filsafat alam dari Milite yang cendrung materialistis, aliran atomistis yang didukung oleh Leukippos dan Demokritos, kaum Ela bercorak metafisis, aliran pythagoras yang bercorak mistis dan matermatik, dan kuam sofist, sucrates, plato, aristoteles yang menekankan pada aspek epistimologi, etika, aksiologi dan kemanusia.

Sedangkan zaman kedua yaitu zaman Helinistis-Romawi, yakni zaman setalah Aristoteles, yaitu tahun (356-326 SM) pada masa pemerintah Alexander the Great. Pada masa ini filsafat yunani tidak hanya di yunani tetapi sudah meluas dan berkembang kepada orang-orang Romawi, zaman ini di awali pada abad IV SM sampai pertengahan abad VI M yang berpusat di Roma dan Bizantium sampai pertengahan abad VII M yang berpusat di Alexandria hingga abad VIII di Syria dan Iraq, dengan kata lain munculnya era filsafat Islam yang ditandai dengan masa penerjemahan lewat lembaga-lembaga Bait Al Hikmah di Baghdad.

Dalam perkembangannya pada abad VII M perluasan Islam berlangsung sedemikian dahsyat yaitu sudah memasuki wilayah Mesir, Syria, Mesopotamia (iraq) dan persia, hal itu berarti dimulainya kontak antara filsafat yunani kedunia Islam, karena filsafat yunani telah masuk kedaerah ini bersamaan dengan penaklukkan Alexander the Great dari mecedonia ke kawasan Asia dan Afrika Utara. Keinginan Alexander untuk mengusai dan sekaligus menyatukan kebudayaan yang ditaklukannya, baik di Barat maupun di Timur, maka di bukalah pusat-pusat pengkajian kebudayaan dengan menjadikan kebudayaan yunani sebagai inti kebudayaannya hal ini terkenal dengan Hellenisme.

Akhirnya pada penghujung abad pertama hijrah, khalifah Umar Ibnu Abd al-Azis juga telah mensponsori penterjemahan buku-buku ilmu kedoktoran, kimia, dan geometri, sedangkan dalam riwayat lain diinformasikan penterjemahan sudah di mulai pada masa Khalifah Marwan ibnu Hakam (64-65 H), namun kegiatan penterjemahan baru terdapat pada masa Abasiyah, khalifah Al Mansur. Namun di antara bekas pengaruh Hellenisme di daerah ini adalah bahasa yang di pakai untuk adminestrasi adalah bahasa yunani, bahkan di mesir dan suriah tetap memakai bahasa tersebut hingga masuk Islam ke daerah tersebut, dan barulah pada abad VII oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) di ganti dengan bahasa arab .

Dalam transmisi filsafat yunani ke dunia Islam lewat penerjemahan, namun bukan buku-buku pengatahuan yang berbahasa yunani saja, tetapi juga berbahasa persia dan bahasa suryani diterjemahakan kedalam bahasa arab, diantara buku yang diterjemahkan tersebut tercatat karya Plato, seperti Thaetitus, Cratilus, Parmenides, Tunaeus, Phaedo, dan politicus. Karya Aristoteles seperti Categoriae, Rethorica, De Caelo, Ethica Nichomachaea, dll. Karya Neo-Platonisme, seperti Enneads, Theologia, Isagoge, Element of Theology, dll. Dengan adanya penterjemahan ini umat Islam telah mampu dalam waktu relatif singkat telah menguasai intelektual dari berbagai ilmu dari filsafat yunani.

========================
Pustaka
  • Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, Cet.-II, (Semarang: Ramadhani, 1982)
  • Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu, Cet-II (Bandung: Remaja Rodakarya, 2006)
  • Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Cet. II (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001)
  • http://ridwan, wordpress, com/2008/04/23/kegiatan-belajar-dan prestasi
  • Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama: Titik Temu Akal Dengan Wahyu cet. ke-1, (Jakarta: Pedoman ilmu Jaya, 1992)
  • http://us.groups,yahoo.com
  • Asari, Hasan, Studi Islam: dari Pemikiran Yunani ke Pengalaman Indonesia Kontemporer, (Bandung: Citapustaka Media, 2006)
  • Harun Nasution, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspek, Jilid II (Jakarta: UI-Press, 1986)
  • Harun Nasution, Filasafat dan Misticisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger