Pandangan Tentang Hukum Pada Zaman Modern

Kemajuan yang terjadi di dunia Islam, temyata memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka orang-orang Barat. Maka pada masa seperti inilah banyak orang-orang Barat yang datang ke dunia Islam untuk mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan. Kemudian hal ini menjadi jembatan informasi antara Barat dan Islam. Dari pemikiran-pemikiran ilmiah, rasional dan filosofis, atau bahkan sains Islam mulai ditransfer ke daratan Eropa. Kontak antara dunia Barat dan Islam pada lima Abad berikutnya ternyata mampu mengantarkan Eropa pada masa kebangkitannya kembali (renaisance) pada bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Selanjutnya berkembang pada era baru yaitu era modern.

A. ZAMAN RENAISSANCE
Berkebalikan dengan apa yang dialami oleh para pelajar Barat dengan apa yang mereka dapatkan dari Islam, dimana gereja memiliki kekuasaan mutlak di Eropa (teokrasi), menimbulkan era baru renaissance' (kelahiran kembali). Era ini merupakan manifestasi dari protes para ahli yang belajar dari Islam terhadap kekuasaan gereja yang mutlak tersebut. Pada zaman ini hidup manusia mengalami banyak perubahan. Bila pada abad pertengahan perhatian orang diarahkan kepada dunia dan akhirat, maka pada zaman modern perhatiannya hanya pada kehidupan dunia saja. Hal ini di latarbelakangi oleh keadaan Eropa yang saat itu pemahaman tentang akhirat dibajak oleh Gereja. Masa kekuasaan Gereja yang biasa disebut sebagai masa kegelapan Eropa telah melahirkan sentimen anti Gereja. Mereka menuduh Gereja telah bersikap selama seribu tahun layaknya polisi yang memeriksa keyakinan setiap orang.
Lantas, lahirlah teori yang menempatkan manusia sebagai segala-galanya menggantikan Tuhan. Berdasarkan teori ini, manusialah yang menjadi tolak ukur kebaikan dan keburukan. Era baru ini telah melahirkan teori yang mengecam segala sesuatu yang membatasi kebebasan individu manusia. Akibatnya, agama berubah peran dan menjadi sebatas masalah individu yang hanya dimanfaatkan kala seseorang memerlukan sandaran untuk mengusir kegelisahan batin dan kesendirian. Agama secara perlahan tergeser dari kehidupan masyarakat di Eropa (Huijbers, 1985). Burekhardt (dalam Huijbers, 1985: 29) menyebut era ini sebagai "penemuan kembali dunia dan manusia". Dengan demikian, Zaman Modern atau Abad Modern di Barat adalah zaman, ketika manusia menemukan dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan segala persoalan-persoalan hidupnya. Manusia hanya dipandang sebagai mahluk yang bebas yang independen dari Alam dan Tuhan. Manusia di Barat sengaja membebaskan dari Tatanan Ilahiah (Theo Morphisnie), untuk selanjutnya membangun Tatanan Antropomorphisme suatu tatanan yang semata-mata berpusat pada manusia. Manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri.
Kondisi di masa itu yang dipenuhi dengan kegetiran abad pertengahan, telah membuat gerakan Humanisme ini dengan cepat berkembang luas di Eropa. Menurut Humanisme, manusia bersifat unggul sebagai pribadi diantara segala makhluk lainnya, khususnya dalam peran manusia sebagai pencipta kebudayaan. Tokoh-tokoh Humanisme itu adalah Petraea (1303-1374), Desiderius Erasmus (1469-1537), dan Thomas More (1478-1535). Perubahan pandangan ini berpengaruh juga pada agama Kristen, yang mewujud dalam agama baru yaitu agarna Protestan (1217). Agama ini lahir sebagai hasil dari reformasi agama Kristen oleh Maarten Luther (1483-1546) ; Johannes Calvin (1509-1564). Dalam bidang keilmuwan muncul juga beberapa ilmuwan seperti: Copemieus (1473-1543), Kep1er (1571-1630), Galilei (1564-1642), Newton (1642-1727) dalam bidang fisika.
Bila pengertian hukum zaman klasik lebih bersifat klasik, maka pengertian hukum pada zaman modern lebih bersifat empiris. Menurut Huijbers (1995: 29) hal ini berarti bahwa:
  1. Tekanan tidak lagi pada hukum sebagai tatanan yang ideal (hukum alam), melainkan pada hukum yang dibentuk manusia sendiri, baik oleh raja maupun rakyat yaitu hukum positif atau tata hukum negara, dimana hukum terjalin dengan politik negara;
  2. Tata hukum negara diolah oleh para sarjana hukum secara lebih ilmiah;
  3. Dalam membentuk tata hukum makin banyak dipikirkan tentang fakta-fakta empiris, yaitu kebudayaan bangsa dan situasi sosio-ekonomis masyarakat yang bersangkutan.
Percikan Pemikiran tentang hukum pada zaman ini adalah:
  1. Hukum merupakan bagian dari kebijakan manusia;
  2. Tertib hukum diwujudkan dalam bentuk negara, dimana di dalamnya memuat peraturan perundang-undangan yang harus ditaati oleh warga negara dan memuat peraturan hukum dalam hubungannya dengan negara lain.
  3. Pencipta hukum adalah raja.
Filsuf-filsuf yang memunculkan pemikiran tersebut adalah Macchiavelli (1469-1527), Jean Bodin (1530-1596), Hugo Grotius (1583-1645), dan Thomas Hobbes (1588-1679). Dengan semangat ini pula Eropa kemudian mencari dunia baru yang ditandai dengan penemuan sebuah wilayah pada tahun 1492 yang kemudian dinamai Amerika.

B. ZAMAN AUFKLARUNG
Zaman Aufklarung yang lahir kurang lebih pada abad ke-17 merupakan awal kemenangan supermasi rasionalisme, empirisme, dan positivisme dari dogmatis Agama. Kenyataan ini dapat dipahami karena abad modern Barat ditandai dengan adanya upaya pemisahan antara ilmu pengetahuan dan filsafat dari pengaruh Agama (sekulerisme). Perpaduan antara rasionalisme, empirisme dan positivisme dalam satu paket epistimologi melahirkan apa yang T.H Huaxley disebut dengan Metode IImiah (Scientifi c Method).
Munculnya aliran-aliran tersebut sangat berpengaruh pada peradaban Barat selanjutnya. Dengan metode ilmiah itu, kebenaran sesuatu hanya mereka perhitungkan dari sudut fisiologis -lahiriah yang sangat bersifat profanik (keduniawian atau kebendaan). Atau dengan istilah lain, kebenaran ilmu pengetahuan hanya diukur dari sudut koherensi dan korespodensi. Dengan wataknya tersebut sudah dapat dipastikan bahwa, segala pengetahuan yang berada diluar jangkauan indra dan rasio serta pengujian ilmiah ditolaknya, termasuk di dalamnya pengetahuan yang bersumber pada religi.
Perintisnya adalah Rene Descartcs (1596-1650) yang mendudukkan manusia sebagai subjek dalam usahanya menjawab tantangan keberadaan manusia sebagai mahluk mikro kosmik. Manusia dijadikan titik tolak seluruh pandangan hidupnya. Dengan falsafahnya yang amat terkenal "cogito ergo SlIIl/" (karena berpikir maka aku ada), Descartes lah yang membawa pemikiran rasionalisme. Oleh karena itu zaman ini disebut juga zaman rasionalisme, zaman pencerahan, zaman terang budi. Setelah Descartes, filsafat zaman ini menjurus ke dua arah:
  1. Rasionalisme, mengunggulkan ide-ide akal mumi. Tokohnya adalah: Wolff (1679-1754), Montesqieu (1689-1755), Voltaire (1694-1778), Rousseau (1712-1778), dan Immanuel Kant (1724-1804).
  2. Empirisme, yang menekankan perlunya basis empiris bagi semua pengertian. Tokohnya antara lain John Locke (16321704) dan David Hume (1711-1776).
Sebenamya empirisme, yang berkembang di Inggris sejak abad ke-17 ini merupakan suatu cara berpikir yang rasionalis juga, namun dalam emprisme lebih mengutamakan penggunaan metode empiris yaitu apa yang tidak dapat dialami tidak dapat diakui kebenarannya.
Percikan pemikiran pada zaman ini adalah pertama, hukum dimengerti sebagai bagian suatu sistem pikiran yang lengkap yang bersifat rasional. Kedua, telah muncul ide dasar konsepsi mengenai negara yang ideal. Pada zaman ini negara yang ideal adalah negara hukum. Beberapa pemikiran berkaitan dengan ide tersebut diantaranya John Locke yang menyatakan tentang pembelaan hak warga negara terhadap pemerintahan yang berkuasa; Montesqiu menyatakan tentang pemisahan kekuasaan negara dalam tiga bagian, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif (trias politica); J.J . Rousseau menyatakan tentang keunggulan manusia sebagai subjek hukum. Rousseau menyatakan jika hukum menjadi bagian dari suatu kehidupan bersama yang demokratis, maka raja sebagai pencipta hukum perlu diganti dengan rakyat sebagai pencipta hukum dan subjek hukum. Immanuel Kant menyatakan bahwa pembentukan hukum merupakan inisiatif manusia guna mengembangkan kehidupan bersama yang bermoral (Huijbers, 1995: 32) .
Pada akhir abad VIII , cita-cita negara hukum mengkristal berdirinya negara Amerika Serikat (1776) dan terjadinya Revolusi Perancis (1789). Revolusi Perancis dijiwai oleh semboyan: liberte, egalite, fraternite, yang menuntut suatu tata hukum baru atas dasar kedaulatan rakyat. Tata hukum baru tersebut kemudian dibentuk oleh para sarjana Perancis atas perintah Kaisar Napoleon. Tata hukum baru tersebut mencapai keberhasilannya setelah dirumuskannya Code Civil (1804). Code Civil tersebut pada era berikutnya merupakan sumber kodeks negara-negara modern, antara lain Belanda.

C. PENGERTIAN HUKUM ABAD XIX
1. Pandangan lImiah atas Hukum
Pada zaman ini Empirisrne yang menekankan perlunya basis ernpiris bagi semua pengertian berkembang menjadi Positivisme yang menggunakan metode pengolahan ilmiah. Dasar dari aliran ini digagas oleh August Cornte ( 1789- I857), seorang filsuf Perancis, yang menyatakan bahwa sejarah kebudayaan manusia dibagi dalarn tiga tahap:
Tahap pertama adalah tahap teologis yaitu tahap dimana orang mencari kebenaran dalam agama, tahap kedua adalah tahap metafisis yaitu tahap dimana orang mencari kebenaran melalaui filsafat. Tahap ketiga adalah tahap positif yaitu tahap dimana kebenaran dicari melaui ilmu-ilmu pengetahuan. Menurut Comte yang terakhir inilah yang merupakan icon dari zaman modern (Comte, 1874: 2).
Bagi filsafat hukum, hukum di abad pertengahan amat dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan teologis. Sedangkan rentang waktu dari renaissance hingga kira-kira pertengahan abad ke-19 termasuk dalam tahap metafisis. Ajaran hukum alam klasik maupun filsafat-filsafat hukum revolusioner yang didukung oleh Savigny, Hegel dan Marx diwarnai oleh unsur-unsur metafisis tertentu. Teori-teori ini mencoba menjelaskan sifat hukum dengan menunjuk kepada ide-ide tertentu atau prinsip-prinsip tertinggi. Pada pertengahan abad ke-19 sebuah gerakan mulai menentang tendensi-tendensi metafisika yang ada pada abad-abad sebelumnya. Gerakan ini mungkin dijelaskan sebagai positivisme, yaitu sebuah sikap ilmiah, menolak spekulasi-spekulasi apriori dan membatasi dirinya pada data pengalarnan (Muslehuddin, ]991: 27-28).

2. Pandangan Historis atas Hukum
Abad XIX ditandai perubahan besar di segala bidang, terutama akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan yang dimulai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, penemuan alat-alat teknologi, hingga revolusi industri, dan terjadinya perubahan-perubahan sosial beserta masalah-rnasalah sosial yang mucul kemudian memberi ruang kepada para sarjana untuk berpikir tentang gejala perkembangan itu sendiri. Pada abad-abad sebelumnya, orang merasa kehidupan manusia sebagai sesuatu yang konstan yang hampir tidak berbeda dengan kehidupan masa lalu. Pada abad ini perasaan itu hilang, orang telah sadar tentang segi historis kehidupannya, tentang kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan yang memberikan nilai baru dalam kehidupannya.
Pada abad ini, pengertian tentang hukum merupakan pandangan baru atas hidup, yaitu hidup sebagai perkembangan manusia dan kebudayaan. Beberapa pemikiran tokoh yang mencerminkan hal ini adalah Hegel (1770-831), F. Von Savigny (1779-186), dan KarI Marx (18 8- I883). Hegel menempatkan hukum dalam keseluruhan perwujudan roh yang objektif dalam kehidupan manusia. F. Von Savigny menentukan hukum sebagai unsur kebudayaan suatu bangsa yang berubah dalam Iintasan sejarah. Terakhir, Karl Marx memandang hukum sebagai cermin situasi ekonomis masyarakat (Soetiksno, 1986: 43-61 ).

D. PENGERTIAN HUKUM ABAD XX
Meskipun terdapat persamaan tentang pembentukan sistem hukum yang berlaku, namun pada abad XX ini ada perbedaan tentang pengertian hukum yang hakiki. Ada dua arus besar pandangan tentang pengertian hukum yang hakiki (K. Bcrtens, 1981):
  1. Hukum sebaiknya dipandang dalam hubungannya dengan pemerintah negara, yaitu sebagai norma hukum yang defacto berlaku. Tolak ukurnya adalah kepentingan umum dilihat sebagai bagian kebudayaan dan sejarah suatu bangsa. Pandangan ini bersumber dari aliran sosiologi hukum dan realisme hukum.
  2. Hukum seharusnya dipandang sebagai bagian kehidupan etis manusia di dunia. Oleh karena itu disini diakui adanya hubungan antara hukum positif dengan pribadi manusia, yang berpegang pada norma-norma keadilan. Prinsip ini diambil dari filsafat neokolasik, neokantisme, neohegelianisme dan fiIsafat eksistensi,

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger