Kisah si Pesulap Muda

From: Maroko
Allah ada di sini dan di mana-mana,
Tidak ada negeri yang tidak merasakan karunia-Nya,
Dan Nabi Saw., tumpuan keselamatan dan Doa,
Duduk dengan pangkuan penuh mint dan bunga.

Ada seorang pedagang yang tidak mempunyai anak. Pagi dan sore, siang dan malam, dia memohon kepada Allah agar diberi keturunan. Yang Maha Pengasih mendengar doanya dan mengabulkan keinginannya. Setelah beberapa waktu lewat, pedagang itu meninggal dunia—meninggalkan anak lelakinya di pangkuan ibunya. Hari demi hari berlalu, dan tahun-tahun pun lewat, dan anak itu tumbuh dewasa. Di sana-sini dia “menyapu bersih” semua peninggalan ayahnya. Dengan kata lain, uang yang telah diwariskan ayahnya dibelanjakannya ke sana kemari hingga ia tidak mempunyai apa-apa lagi untuk menunjang hidupnya kecuali belas kasih Allah.

Kini, dia harus mempelajari suatu keahlian. “Di dekat sini ada seorang pesulap. Itulah keahlian yang akan dapat dikuasai putraku,” kata ibunya kepada dirinya sendiri. Ibunya memilih sebuah hadiah dan, sambil menggandeng tangan pemuda itu, pergi mencari rumah si pesulap. Para tetangga menunjukkan tempat itu kepadanya, dan dia mengetuk pintunya. Ketika orang itu melangkah keluar, sang ibu berkata, “Dengan nama Allah, aku mohon engkau mau mengajari anakku.” Begitulah. Sang ibu meninggalkan anaknya dan pulang.

Lalu apa yang dilakukan tukang sulap itu selain mendorong si pemuda ke dalam sebuah ruangan besar, menutup pintu, dan menguncinya di dalam. Si tukang sulap menyelesaikan urusannya sendiri. Dari waktu ke waktu seorang pelayan membawakan roti untuk pemuda itu, dan setelah delapan hari lewat, tukang sulap kembali dengan cambuk di tangan. “Apa yang telah kamu pelajari?” tanyanya.

Pemuda itu menyahut, “Apa yang mesti kupelajari? Kamu tidak mengajarkan apa-apa padaku, dan itulah yang telah kupelajari.” Dan tukang sulap mencambuknya keras, menguncinya kembali, dan melanjutkan urusannya sendiri lagi.

Apa yang dilakukan pemuda itu? Dia berjalan ke sana-kemari di dalam ruangan dan menemukan setumpuk buku. Dia mulai menyibukkan dirinya dengan belajar, membaca sebanyak mungkin buku-buku yang dapat dipahaminya, sampai dia berhasil menguasai seluruh ilmu sulap sang guru. Dia mengembalikan buku-buku tersebut ke tempatnya semua dan duduk menunggu. Ketika hari kedelapan lewat, tukang sulap muncul dan mengajukan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya. “Kamu tidak mengajari apa-apa padaku, dan itulah yang kupelajari darimu!” kata si pemuda. Tukang sulap mencambuknya lagi dan meninggalkannya terkunci di situ.

Nah, ada seorang gadis muda yang bekerja sebagai pelayan di rumah tukang sulap. Karena merasa kasihan kepada pemuda itu, suatu hari dia berkata, “Apa yang kamu tunggu selama ini? Mengapa kamu tidak melarikan diri? Tidakkah kamu tahu bahwa begitu dia menganggap kamu telah menguasai semua muslihatnya, dia akan membunuhmu?” Dia membuka pintu yang terkunci dan berkata, “Pergilah, dan pergilah jauh-jauh!”

Pemuda itu kembali ke rumah ibunya. Dia mendapati perempuan itu dalam keadaan demikian miskin sehingga dia tidak punya makanan untuk dimakan di malam hari dan tertidur kelaparan. Ketika malam tiba, pemuda itu berkata kepada ibunya sebelum dia beristirahat di kamarnya, “Pagi nanti akan ada sepasang anjing pemburu saluki di kamar tidurku. Bawalah mereka ke rumah wazir; dia akan membelinya darimu. Tapi hati-hati, jangan berikan kepadanya tali pengikatnya. Ingat, apa pun yang terjadi simpanlah tali pengikatnya!”

Fajar menyingsing dan perempuan itu menemukan dua ekor anjing seperti dijanjikan putranya. Cepat-cepat dia membawa mereka ke rumah wazir. Dia mengetuk pintu. Keluarlah para pelayan bertanya, “Apa yang telah mendorongmu datang ke sini, perempuan?”

“Aku datang membawa hadiah ini untuk wazir sang emir,” katanya, dan mereka mempersilakan dia masuk. Mereka berjalan terus di depannya, masuk ke aula satu dan keluar ke aula yang lain, hingga dia berdiri di hadapan wazir itu sendiri. Dia membungkuk kepadanya, dan wazir bertanya, “Apa yang kamu inginkan, perempuan?”

“Karena Allah berbelas kasih kepada kita semua, aku membawakan hadiah untukmu!” katanya, dan menunjukkan kepadanya pasangan anjing pemburu itu.

Nah, wazir itu sangat senang dengan anjing pemburu saluki, dan dia tidak dapat menutup-nutupi kegembiraannya ketika dia melihat kedua anjing tersebut. “Apa yang kamu minta sebagai pengganti mereka, perempuan?”

“Apa pun yang tuanku berikan kepadaku, itu sudah cukup bagiku.” Wazir membuka dompet kulitnya, mengeluarkan sebuah sapu tangan dan di dalamnya terdapat seribu keping uang emas, dan menyerahkannya kepada perempuan itu. Perempuan itu melepaskan tali pengikat anjing-anjingnya dan pulang kembali ke rumahnya.

Dia melemparkan tali pengikat ke kamar putranya dan menutup pintu. Tidak lama kemudian, putranya berjalan keluar dari kamar. “Bagaimana hasilnya?” dia bertanya. Sang ibu berkata, “Aku melakukan apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu katakan, dan inilah yang diberikan wazir kepadaku.”

Untuk waktu lama, mereka hidup mengandalkan uang pemberian wazir untuk membeli makanan hingga uang tersebut hampir habis. akhirnya, pemuda itu berkata kepada ibunya, “Jika Allah menghendaki, besok engkau akan menemukan seekor bagal di depan pintu kamarku. Bawalah ia ke suq dan juallah, tapi ingat, jangan menjual tali kekangnya!”

Keesokan harinya, perempuan itu menemukan di depan pintu kamar putranya seekor bagal putih yang tidak ada duanya. Setelah membawanya ke suq, dia menyerahkannya kepada seorang penyeru, yang menaiki hewan itu dan menyiarkan kelebihan-kelebihannya. Penawar pertama menawarkan seratus, tapi penawar berikutnya dan berikutnya lagi semakin menaikkan harganya.

Sementara itu bagaimana dengan si tukang sulap? Setelah delapan hari, dia kembali ke ruangan tempat dia menyekap si pemuda, dan dilihatnya ruangan itu kosong. “Anak tak berguna itu telah mempelajari sebagian ilmu sulap,” katanya pada dirinya sendiri. Dan dia bergegas keluar rumah untuk mencarinya. Dia tidak berhasil hingga dia berjalan memasuki suq dan melihat bagal putih. Dia tahu dari kemurnian warnanya bahwa itu merupakan hasil kerja pemuda yang sedang dicarinya, maka dia berdiri bersama pria-pria lain untuk menawar hingga dia mengalahkan semua penawar lainnya. Kini, bagal itu menjadi miliknya. Ketika perempuan itu datang untuk menyelesaikan jual-beli, si tukang sulap membayarnya. Perempuan itu mengulurkan tangannya untuk melepaskan tali kekang bagalnya, tapi si tukang sulap menyingkirkan tangannya, sambil berkata, “Untuk mendapatkan tali kekang inilah aku membeli bagalmu. “Pada saat itu perempuan itu tidak tahu bagaimana harus mendesakkan kemauannya, maka dia membiarkan saja hal itu, dan melupakan peringatan putranya agar tidak menjual tali kekangnya.

Ketika perempuan itu tiba di rumah, putranya tidak ada di sana, dan dia duduk di dalam rumah dan menantikannya. Satu hari, dua hari, tiga hari, dan dia tidak kembali. Di mana pemuda itu? Nah, dia tidak lain dari bagal putih itu, sebab dia telah mengubah dirinya dengan ilmu sulap yang telah dipelajarinya, kini, pemiliknya menyewakan dirinya pada seorang tukang batu, dan sepanjang hari bagal putih itu dipaksa mengangkut batu-batuan yang berat dari tempat penggalian ke rumah pemotong batu. Kalau dia berlambat-lambat atau beristirahat, dia dipukul dengan galah.

Akhirnya, setelah lewat beberapa hari, Allah berkehendak untuk membebaskan dirinya. Sultan mengutus para penyeru untuk mengumumkan jamuan makan di tempat terbuka: “Dengarkan, wahai rakyat negeri ini, setiap orang, tua maupun muda, miskin maupun kaya, harus hadir pada acara piknik yang diadakan sultan. Tidak boleh ada yang tinggal di rumah. Kalian semua harus pergi dan bersenang-senang.” Bahkan tukang sulap itu pergi menghadiri pesta, dan meninggalkan si bagal agar diawasi putranya sendiri.

Ketika matahari mulai bergulir ke bara, putra tukang sulap pergi untuk memberi minum bagalnya di sumur. Tapi bagal itu tidak mau minum. Karena mengira bahwa tali kekang itu yang menghalanginya, si anak melepaskannya. Tepat pada saat itu, siapa yang datang sambil berlari? Si tukang sulap. Maka pemuda itu melompat ke dalam sumur dan mengubah dirinya menjadi ikan. Tukang sulap, yang melongok ke dalam sumur dan melihat ikan, menceburkan dirinya ke sana dan mengubah dirinya menjadi jaring. Ikan berubah menjadi silet dan memotong jaring, dan pemuda itu membebaskan dirinya dari sumur dalam bentuk seekor burung merpati. Jaring berubah menjadi burung rajawali dan mengejar merpati. Dengan cepat merpati terbang menjauh dan memasuki istana sultan.


Sultan sedang duduk di keputren ketika merpati masuk melalui jendela dan berubah menjadi buah delima. Nah, burung rajawali itu menukik ke sana untuk menangkapnya, dan mengejutkan sultan dengan kecepatannya. Buah delima pecah; setiap bijinya menggelinding ke setiap sudut. Setelah mengubah dirinya menjadi ayam jantan, tukang sulap itu mulai mencucuki biji-biji yang tersebar. Salah satu biji, yaitu biji berisi kekuatan sihir, mengubah dirinya menjadi sebuah batu bergerigi, dan ketika ayam jantan menekuk lehernya untuk mencucuki biji yang lain, batu itu mengangkat dirinya ke udara, jatuh ke atas kepala ayam jantan, dan membunuhnya.

Saat ayam tersebut mati, mayat si tukang sulap jatuh ke tanah dan pemuda itu kembali pada bentuknya semua. Sultan, yang mengawasi semua kejadian itu penuh keheranan, bertanya, “Demi kecintaan kepada Allah, apakah kamu jin atau ins?” Pemuda itu pun menceritakan kepada sultan seluruh pengalamannya dari awal hingga akhir.

Karena menyadari bahwa pemuda itu tampan dan kuat, dan juga seorang tukang sulap yang cerdik, sultan menyerahkan putrinya untuk dijadikan istrinya.

Kita telah berkelana dari gunung ke gunung,
Kita telah berkelana dari hutan ke hutan,
Kita telah mendengar kisah ini dari orang-orang yang baik,
Dan telah menceritakannya kepada orang-orang yang baik.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger