Pola dan Sistem Pembaharuan Pendidikan Islam Dalam Perspektif Sejarah

Abstrak: Secara historis, pendidikan Islam pernah mengalami masa stagnasi terutama pada saat runtuhnya Dinasti Abbasiah pada tahun 1258 M. Masa stagnasi inilah yang memicu para ulama dan pemikir-pemikir Islam untuk melakukan pembaharuan pada seluruh aspek kehidupan ummat Islam, khususnya pendidikan Islam sebagai salah satu variabel pembaharuan. Pada saat ini muncul beberapa pola pendidikan Islam, diantaranya pola pendidikan yang berorientasi kepada pendidikan barat dan berorientasi kepada pemurnian ajaran Islam. Dari pola inilah muncul sistem penyelenggaraan pendidikan Islam yang berbeda-beda pula tergantung kepada politik pemerintah dalam menerapkan pendidikan pada saat itu. Mungkin pola dan sistem ini bisa kita jadikan sebagai tolak ukur atau cermin dalam upaya pengembangan Pendidikan Islam saat ini dan masa yang akan datang.



I. Pendahuluan.
Perkembangan Pendidikan Islam bila ditinjau dari segi historis, sudah barang tentu seiring dengan perkembangan ajaran agama Islam di atas permukaan bumi ini. Hal ini sesuai dengan dogma yang ditanamkan bahwa, pendidikan dan pengajaran adalah merupakan suatu kewajiban yang tegas-tegas menjadi ketentuan dalam Islam bagi pemeluk-pemeluknya sehingga karenanya sebagai conditio a sine qua non yang harus dilaksanakan oleh ummat Islam tanpa kecuali. Maju dan mundurnya, rebah dan bangunnya, besar dan kecilnya, peranan Islam sangat tergantung pada berhasil tidaknya pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan. Tetapi apa yang dihasilkan oleh pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah Islam baik tingkat rendah sampai dengan perguruan tinggi, swasta maupun negeri, masih sangat jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum lainnya.

Di sini bukan maksud kita mencari kambing hitam dan mengungkap masa lalu tentang proses perkembangan pendidikan dan pengajaran baik kualitatif maupun kuantitatif dengan segala komplikasi-komplikasi yang mengiringinya, karena situasi politik dan kondisi sosial pada waktu itu. Tetapi kini telah tiba saatnya bagi kita dengan penuh kesadaran, ketekunan dan kesungguhan disertai penuh rasa tanggung jawab untuk mengadakan intensifikasi dan ekstensifikasi kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan pengajaran sesuai dengan fungsi dan proporsinya semula, sehingga benar-benar merupakan pengabdian bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi agama di tengah-tengah pembangunan bangsa dan agama.

Sekarang ini terasa sangat perlu memperdalam pemahaman mengenai pengertian masa lampau, meneliti kembali sistem yang dipergunakan oleh para penyelidik dan cendikiawan Muslim zaman dahulu itu, mempertimbangkan hasil-hasil pembahasan dan pemikiran mereka dalam cahaya keislaman dan dalam hubungan dengan peristiwa-pristiwa yang melingkari hidup mereka pada masa itu.

Warisan kebudayaan dan pemikiran masa lampau kaum Muslimin beraneka ragam bentuk dan coraknya dan berbagai macam tingkatannya. Demikian pula masa kini yang dihadapi ummat Islam adalah masa kini dengan ciri-cirinya yang khas pula. Untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam, kita harus mengadakan kesejajaran dalam mempelajari masa lampau dan masa kini. Cikal bakal hari ini adalah masa lampau dan gambaran kita masa yang akan datang tergantung persiapan kita hari ini.

Oleh karena itu, dalam makalah ini kita mencoba mengkaji sejarah masa lalu pendidikan Islam, khususnya pada masa pembaharuan, baik itu dari segi pola-pola pembaharuan, maupun sistem yang pernah ada pada masa tersebut, dengan terlebih dahulu memaparkan hermeneutika pembaharuan, latar belakang terjadinya pembaharuan dan hubungan pendidikan dengan pembaharuan.

Dengan mengkaji kembali permasalahan tersebut diharapkan dapat menambah inspirasi dalam menentukan kebijakan pendidikan Islam kedepan dan tidak terulang kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi di masa lampau. Ulama salaf menyatakan bahwa "memelihara yang lampau yang baik dan mencari yang terbaik di masa sekarang".


II. Pembahasan.
A. Hermeneutika Pembaharuan.
Dalam kalangan terdidik (intelektual) kata modernisme atau modernisasi, yang diambil dari kata modern (Inggris) selama ini sangat populer. Ungkapan kata itu akan mengaitkan pada makna-makna tertentu yang bisa sama tetapi bisa juga berbeda sesuai aksentuasi masalah, tujuan dan asumsi peristilahan yang digunakan terutama dalam pengambilan istilah tersebut. Modern dalam peristilahan Arab dikenal dengan kata Tajdid yang artinya dalam bahasa Indonesia disebut Pembaruan.dalam konteks pemikiran modern Islam, ia merupakan suatu wacana yang mengawali perubahan mendasar bagi Islam sebagai suatu nilai ajaran dan ummatnya sebagai pembuat arus perubahan tersebut.1

Modernisme dalam khazanah masyarakat Barat mengandung makna pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulhan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.2

Ensiklopedi Islam Indonesia edisi bahasa Indonesia, menggunakan istilah pembaharuan bukan modernisme. Pengertian ini secara garis besar mengandung arti upaya atau aktivitas untuk mengubah kehidupan ummat Islam dari keadaan-keadaan yang sedang berlangsung kepada keadaan baru yang hendak diwujudkan; ia juga berarti adanya upaya untuk kemaslahatan hidup ummat Islam baik didunia maupun diakhirat sesuai dengan garis-garis pedoman yang ditentukan oleh Islam. kalau upaya pembaharuan itu melanggar ajaran dasar atau tidak sesuai, maka pembaharuan itu tidak bisa disebut pembaharuan dalam Islam; bahkan merupakan pembaharuan diluar Islam.3

Pemikiran modern atau pembaharuan dalam Islam mengandung adanya transformasi nilai yang mesti berubah bahkan adakalanya diperlukan perombakan-perombakan terhadap struktur atau tatanan yang sudah ada dan dianggab baku, sedangkan nilai-nilai tersebut tidak mempunyai akar yang kuat berdasarkan sumber-sumber pokoknya Al-Qur’an dan Hadits. Tanda-tanda perubahan itu terlihat secara transparan misalnya dari statis menjadi dinamis, dari tradisional-ortodoks menjadi rasional–ilmiah, dari fanatik menjadi luwes-demokratis dan seterusnya. Disini titik tekan pemikiran modern atau pembaruan mengandung istilah gerakan dan reformasi terhadap ajaran-ajaran Islam yang tidak sesuai dengan orisinalitas Al-Qur’an dan Hadits baik dalam interpretasi tektual maupun kontektual.

Untuk menghilangkan kerancuan dan hal-hal yang membingungkan dalam penggunaan ungkapan tersebut, Harun Nasution4 lebih cendrung menggunakan kata pembaharuan, dan dalam istilah baku bahasa Indonesia ditulis pembaruan. Baik modernisme atau pembaruan sebagai istilah yang digunakan dalam tulisan ini mempunyai makna yang sama.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka ada beberapa poin yang dapat kita jadikan kriteria pembaharuan, khususnya pembaharuan pemikiran Islam, yaitu :
  1. Adanya pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi lama, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru.
  2. Adanya upaya atau aktivitas untuk mengubah kehidupan ummat Islam dari keadaan-keadaan yang sedang berlangsung kepada keadaan baru yang hendak di wujudkan.
Berpijak kepada kriteria tersebut, maka sebenarnya pembaharuan telah ada sebelum priode modern. Perlu ditegaskan bahwa di priode pertengahanpun (1250-1800 M) telah timbul pemikiran pembaharuan, terutama di kerajaan Utsmani. Di abad ke tujuh belas kerajaan ini mulai mengalami kekalahan-kekalahan dalam peperangan dengan negara-negara Eropa sehingga menyadarkan Sultan Ahmad III (1703-1730) untuk memulai pembaharuan dalam bidam bidang militer.5

Dalam lapangan non militer pemikiran dan usaha pembaharuan ditimbulkan oleh Ibrahim Mutafarrika (1670-1750), yang membuka percetakan di Istambul, Turki tahun 1727. Fatwa yang diambilnya dari Syaikh al-Islam kerajaan Usmani, membolehkan pencetakan buku-buku selain Al-Quran, Hadits, Figh, Ilmu Kalam, dan Tafsir. Maka ia mencetak buku-buku mengenai ilmu kedokteran, astronomi, ilmu pasti, sejarah dan lain-lain.6

Di India juga terjadi pembaharuan, dimana setelah terjadi kemunduran kerajaan Mughal dan terjadinya perang saudara untuk merebut kekuasaan di Delhi telah menyadarkan pemimpin-pemimpin Islam di India akan kelemahan ummat Islam. Salah satu dari pemuka itu adalah Syah Waliullah (1703-1762).

Arabia juga pernah terjadi pembaharuan dengan timbulnya aliran Wahabiah yang mempunyai pengaruh pada pemikiran pembaharuan di abad ke-19. Pembinannya adalah Muhammad Abd. Wahab (1703-1783).

Namun Harun Nasution memilih waktu yang tepat untuk dikatakan sebagai pembaharuan dalam Islam adalah pembaharuan yang timbul di priode sejarah Islam yang disebut modern ( 1800 - dan seterusnya), yang merupakan zaman kebangkitan ummat Islam, dan mempunyai tujuan untuk membawa ummat Islam kepada kemajuan.7

B. Latar Belakang Terjadinya Pembaharuan
Kebudayaan Islam setelah begitu megah dan maju berkembang mencapai puncak keagungannya sebagai obor peradaban dan pengetahuan, akhirnya mengalami kemerosotan dan kebekuan. Kemerosotan itu ditandai dengan jatuhnya kerajaan Abbasiah oleh serangan tentara Mongol pada tahun 1258 M, dimana kota Baghdad yang menjadi pusat kebudayaan hancur sama sekali.8

Pada waktu yang bersamaan kerajaan Islam di Spanyol mendapat pukulan dari musuh-musuhnya. Pukulan ini diikuti pembantaian dan pengusiran sekitar 3 juta ummat Islam. Sementara itu gelombang-gelombang serangan Mongol terus melanda dunia Islam, terakhir dengan serangan Jengis Khan yang begitu biadab. Ditambah dengan perang salib dari Barat.9
Kesemua itu menjadikan dunia Islam semakin rapuh dan kehilangan vitalitas serta semangat untuk mengembangkan kebudayaannya melalui ilmu-ilmu pengetahuan. Pendidikan Islam juga menderita penyakit lesu dan tak bertenaga lagi. Apalagi ratusan ribu buku bahkan mungkin jutaan buku-buku berharga yang mereka terjemahkan serta hasil ijtihad para ilmuan Muslim dihancurkan dan dibakar oleh musuh-musuh yang datang dari luar.

Waktu itu dunia Islam diperintah oleh Khalifah Utsmaniah yang membentang dari Maroko sampai ke Persia terutama setelah menduduki Konstantinopel 1453 M. tetapi khalifah ini tidak berhasil membangun peradaban. dan kemajuan ilmu pengetahuan yang nyata. Mereka hanya sedikit mengenal kebudayaan. Yang mereka bangun adalah benteng, masjid, gedung dan istana-istana yang megah di Konstantinopel, Istambul, tetapi tidak punya perhatian yang cukup terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.10 Pada waktu yang bersamaan gerakan kolonialisme melanda seluruh dunia Islam yang dimulai pada akhir abad XVIII dengan jatuhnya India (1757 M), Malaka (1811M), Yaman dan Laut Merah (1882M), Timur Jazirah Arabia(1840 M), Mesir (1882 M), Sudan(1898 M), Al-Jazair(1839M), Tunisia(1882 M) dan Maroko (1911M).11 Sementara itu Khalifah Utsmani telah melepaskan kekuasaan terhadap Yunani di Yugoslavia, Rumania, Bulgaria, Serbia, Bosnia pada tahun 1830.

Kehancuran total yang dialami oleh kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan pendidikan di bagian Timur dan Barat dunia Islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan di seluruh dunia Islam, terutama dalam bidang intelektual dan material.

Situasi yang suram ini akhirnya mendorong beberapa ulama dan pemikir-pemikir Islam untuk melakukan suatu gerakan pembaharuan yang di kenal dengan gerakan kebangkitan Islam mulai awal abad IX.

C. Hubungan Pendidikan dengan Pembahruan
Gagasan program modernisasi pendidikan Islam mempunyai akar-akarnya dalam gagasan tentang "modernisme" pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain, "modernisme" pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dengan kebangkitan gagasan dan program modernisme Islam. Kerangka dasar yang berada dibalik "modernisme" Islam secara keseluruhan adalah "modernisasi" pemikiran dan kelembagaan Islammerupakan prasyarat bagi kebangkitan kaum Muslimin di masa modern. Karena itu, pemikiran dan kelembagaan Islam -termasuk pendidikan- haruslah dimodernisasi, sederhananya diperbaharui sesuai dengan kerangka "modernitas"; mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam "tradisional" hanya akan memperpanjang nestapa ketidak berdayaan kaum Muslimin dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern. 12

Hubungan antara "modernisasi" dan pendidikan adalah proses multi-dimensional yang kompleks. Pada satu segi pendidikan dipandang sebagai satu variabel modernisasi. Dalam konteks ini pendidikan dianggab merupakan prasyarat dan kondisi yan mutlak bagi masyarakat untuk menjalankan program dan mencapai tujuan-tujuan modernisasi atau pembangunan. Tanpa pendidikan yang memadai, akan sulit bagi masyarkat manapun untuk mencapai kemajuan. Karena itu banyak ahli pendidikan yang berpandangan bahwa "pendidikan merupakan kunci yang membuka pintu ke arah modernisasi"13

Tetapi pada segi lain, pendidikan sering dianggap sebagai objek modernisasi. Dalam konteks ini, pendidikan di negara-negara yang tengah menjalankan program modernisasi pada umumnya dipandang masih terbelakang dalam berbagai hal, dan karena itu sulit diharapkan bisa memenuhi dan mendukung program modernisasi. Karena itulah pendidikan harus diperbaharui atau di modernisasi, sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikul kepadanya.14

Dengan demikian kita melihat adanya hubungan timbal balik antara pendidikan dan pembaharuan. Dari satu segi pendidikan dipengaruhi oleh pembaharuan, dan pada sisi lainnya tampa pendidikan sulit untuk dapat diadkannya pembaharuan. Oleh kerna itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa kedua-dunya harus dilaksanaka seiring.

D. pola-pola pembaharuan pendidikan Islam.
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran ummat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut seperti yang dikemukakan oleh Zuhairini, dkk,15 adalah :
  • 1. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang beroriontasi kepada pola pendidikan modern di Eropa.
Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan di Barat, pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekutan dan kejayaan Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.

Penguasaan tersebut, harus dicapai melalui proses pendidikan untuk itu harus meniru pola pendidikan yang dikembangkan oleh dunia Barat, sebagaimana dulu dunia Barat pernah meniru dan mengembangkan sistem pendidikan dunia Islam.16 Dalam hal ini, usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat, baik sitem maupun isi pendidikannya. Di samping itu, pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat terutama ke prancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di berbagai negri Islam.17 Bila kita melihat pola pembahruan seperti ini, sebenarnya sudah terlihat di Turki Utsmani pada akhir abad ke 11H/17 M yaitu setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu, yang merupakan benih bagi timbulnya usaha sekulerisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk Turki modern.

Pembaharuan dengan pola ini juga nampak dalam usaha Muhammad Ali Pasya di Mesir (1805-1848 ), yang dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir, mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan berbagai macam sekolah yang emniru sitem pendidikan dan pengajaran Barat. Di sekolah-sekolah tersebut, diajarkan berbagi macam ilmu pengetahuan sebagaimana yang ada di Barat.
Bahkan untuk memenuhi tenaga guru ia mendatangkan guru-guru dariu Barat terutama dari Prancis. Di samping itu Muhammad Ali Pasya mengirim sejumlah pelajar keBarat, dengan tujuan agar mereka menguasai ilmu pengetahuan Barat, untuk selanjutnya nanti mampu mengembangkannya di Mesir.18

Dalam rangka mengalihkan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang telah berkembang da Barat tersebut, Muhammad Ali Pasya mengalakkan penerjemahan buku-buku Barat ke dalam bahasa Arab, bahkan untuk itu ia telah mendirikan sekolah penerjemah.19
  • 2. Pola yang berorintasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam.
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendidri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakikatnya mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi ummat manusia. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya. 20


Menurut analisis mereka, diantara sebab-sebab kelemahan ummat Islam adalah karena mereka tidak lagi melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana semestinya. Ajaran-ajaran Islam yang menjadi sumber kemajuan dan kekuatan ditinggalakan, dan menerima ajara-ajaran Islam yang tidak murni lagi. Hal itu terjadi setelah mandegnya filsafat Islam, di tinggalkannya pola pemikiran rasional dan kehidupan ummat Islam telah diwarnai oleh pola hidup yang bersifat pasif. Disamping itu dengan mandegnya perkembangan figh yang ditandai denagan penutupan pintu ijtihad, ummat Islam telah kehilangan daya mampunya untuk mengatasi problematika hidup yang menantangnya sebagai akibad dari perubahan dan perkembangan zaman.21

Pola pembaharuan ini telah dirintis oleh Muhammad Ibn Abd Al Wahab, kemudian dicanagkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh ( akhir abad 19 M ). Harun Nasution, dalam memnjelaskan pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan pendidikan di Mesir menyatakan sebagai berikut :

Ia juga memikirkan sekolah-sekolah pemerintah yang telah didirikan untuk mendidik tenaga-tenaga yang perlu bagi Mesir dalam lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya. Kedalam sekolah ini, ia berpendapat, perlu dimasukkan pendidikan agama yang lebih kuat, termasuk didalam nya sejarah Islam dan sejarah kebudayaan Islam.


Atas usahanya didirikanlah Majlis Pendidikan Tinggi. Muhammad Abduh melihat bahaya yang akan timbul dan sistem dualisme dalam pendidikan. Sistem madrasah lama akan mengeluarkan ulama-ulama yang tidak ada pengetahuan tentang ilmu-ilmu modern, sedangkan sekolah pemerintah akan mengeluarkan ahli-ahli yang sedikit pengetahuannya tentang agama. Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke dalam Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, jurang yang memisah golongan ulama dari golongan ahli ilmu modern akan dapat diperkecil.22

  • 3. Pola yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme.
Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat mengalami kemajuan nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa-bangsa Timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing.

Ummat Islam mendapati kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Merekapun hidup bersama dengan orang-orang yang beragama lain tapi sebangsa. Inilah yang juga mendorong perkembangannya rasa nasionalisme di dunia Islam.

Disamping itu adanya keyakinan di kalangan pemikir-pemikir Islam bahwa pada hakikatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan sesuai dengan seagala zaman dan tempat. Oleh karena itu, ide pembaharuan yang berorientasa pada nasionalisme inipun bersesuaian dengan ajaran Islam.

Ide kebangsaan atau nasionalisme inilah yang pada tahap perkembangan berikutnya mendorong timbulnya usaha-usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri di kalangan bangsa-bangsa pemeluk Islam. Dalam bidang pendidikan, umat Islam yang telah membentuk pemerintahan nasional tersebut, mengembangkan sistem dan pola pendidikan nasionalnya sendiri-sendiri.23

Bila kita melihat ketiga pola ini, kita menemukan bahwa ketiga pola ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pola pertama kemungkinan besar melahirkan dualisme sistem pendidikan, pola kedua membuat Islam terus berada dalam ketertinggalan, dan pola ketiga kelihatan terlalu berwawasan sempit karena hanya berfikir regional.

Tetapi sebagai pemikir kita harus mengakui bahwa timbulnya ketiga pola tersebut merupakan khazanah yasng dihasilkan oleh sejarah untuk menjadi bahan acuan dalam menentukan langka-langkah rekonstuksi pemikiran selanjutnya untuk menemukan yang terbaik yang berguna bagi seluruh ummat Islam agar kejayaan Islam yang pernah dinikmati kembali akan terulang.

Dalam menyikapi ketiga pola ini kita semua perlu mengingat bahwa sebelum bangsa Yunani mencapai puncak ketinggian dan kejayaan terlebih dahulu menetukan sikap berani dalam meniru sekaligus menguasai nilai-nilai kemajuan yang telah dicapai bangsa Creta dan bangsa-bangsa Asia Barat. Demikian pula dunia Islam dalam zaman keemasannya yang lalu telah memberanikan diri untuk menggali dan mengejar sumber-sumber kemajuan bangsa Yunani-Persia dan Romawi kuno sebelum memiliki kepribadianya sendiri. Demikian pula halnya dengan bangsa Eropa yang sekarang kita kenal sebagai negara-negara maju di dunia, dahulu sebelum masa renaissance dengan tekun mempelajari serta mengambil nilai-nilai kemajuan yang telah di capai dunia Islam yang meliputi hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan.

Mungkin kita harus mengakui apa yang dikatakan oleh Kenneth W. Morgan dalam bukunya Islam The Straigh Path, " Masyarakat Islam sebagaimana masyrakat lainnya mesti mengakui bahwa sumber-sumber sendiri tidaklah cukup untuk memenuhi segala kebutuhan dan memenuhi tugasnya terhadap tanggung jawab ummat manusia seluruhnya. Mempunya sebuah agama dunia bukan saja suatu hak istimewa tetapi juga suatu tanggung jawab"24 Adalah wajar apabila masyarakat satu mengambil mamfaat sumber-sumber yang terdapat dalam masyarakat lainnya di dunia ini karena ilmu pengetahuan itu sendiri bersifat universal.

Dengan demikian kita sudah bisa menilai bahwa hasil-hasil yang kita capai sekarang masih jauh dari apa yang kita harapkan, terutama dalam memenuhi hajat tentang ilmu pengetahuan dan teknologi modern di kalangan masyarakat Islam Indonesia. Apa sebab demikian. Untuk mencari jawabanya pertama-tama kita harus melihat sikap ummat Islam sendiri baru kemudian pada kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam sifat, bentuk, corak dan sistem pendidikan dan pengajaran khususnya di sekolah-sekolah agama.

E. Sistem Pendidikan Islam pada masa Pembaharuan
Pada sekitar abad 11-13 H/17-19 M, keruntuhan system pendidikan Islam mengalami proses yang sangat serius, peradaban Islam telah kehilangan model, dan tidak punya alternative, kecuali mengadopsi system dan lembaga pendidikan barat yang pada masa itu menjadi superior atas system pendidikan Islam. Setelah mengalami proses peniruan secara terbatas sepanjang abad ke 13 H/17 M, terutama oleh Turki Utsmani dan Mesir meskipun sebagian masyarakat menolak peniruan tersebut, gelombang pengaruh Barat dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi banjir besar pada abad berikutnya, bahkan sampai saat ini, begitupun dengan madrasah.25

Madrasah, yang merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada dikerajaan Turki Utsmani, dimasa pemerintahan Sultan Mahmud II diperbaharui dari system tradisional dengan system yang sesuai dengan tuntutan zaman abad ke sembilan belas. Beliau mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum ke dalamnya. Disamping itu Sultan Mahmud II mendirikan dua sekolah pengetahuan umum, Mekteb- I Maarif (sekolah pengetahuan umum), Mekteb-I Ulum ( Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-I Ulum-I Edebiye (sekolah sastra). Sekolah untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan madrsah yang bermutu tunggi. Di kedua sekolah itu diajarkan bahasa prancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah dan ilmu politik di samping bahasa Arab. Sekolah pengethuan umum mendidik siswa menjadi pegawai-pegawai administrasi, sedangkan sekolah yang kedua menyedikan penterjemah-penterjemah untuk keperluan pemerintah. Beberpa tokoh pembaharuan berikutnya adalah keluaran dari kedua sekolah ini.26

Sejalan dengan era Westernisasi pendidikan Islam, lahir pula gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang murni, yang tetap memberikan keleluasaan lembaga pendidikan madrasah untuk tetap berkembang. Pola ini berpandangan bahwa Islam tetap menjadi sumber bagi kemajuan dan perkembangna peradaban ilmu pengetahuan modern. Dengan memajukan madrasah dan melakukan perubahan orientasi sitem pendidikan Islam khususnya madrasah, ajaran dan kemajuan Islam tetap menjadi kekuatan bagi ummat manusia. Pencanangan pembentukan madrasah modern lahir dari gagasan pembaharuan Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afgani di Mesir.27

Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan ketinggalan dari dunia Barat dalam segala asfek kehidupan, maka terdapat kecendrungan adanya dualiseme dalam sistem pendidikan ummat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagimana yang telah diuraikan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran ( Islam murni, Barat dan Nasionalisme ), membentuk suatu sistem atau pola pendidikan modern, yang mengambil pola sistem pendidikan Barat dengan penyesuaian-penyesuiaan dengan Islam dan kepentingan nasinal. Di lain pihak sistem pendidikan tradisonal yang telah ada di kalangan ummat Islam tetap dipertahankan.

Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah; yang pada mulanya adalah dalam rangka memenuhi tenaga-tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan mengunakan kurikulum dan mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sitem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan.28

Dualiseme sistem dan pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam, di zaman modern. Dualisem ini pula yang merupakan problem pokok yang dihadapi oleh usaha pembahruan pendidikan Islam.

Pada umumnya usaha pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem tersebut telah diadakan, dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern kedalam sistem pendidikan trisional, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern. Dan inilah sebenarnya yang dikehendaki oleh para pemikir pembaharuan pendidikan Islam, yang berorientasi pada ajaran Islam nurni, sebagimana dipelopori oleh l-Afgani, Muhammad Abduh, dan lain-lain. Sampai sekarang proses pemaduan antara kedua sistem dan pola pendidikan Islam ini, tampak masih berlangsung di seluruh negara dan masyarakat Islam.

---------------
Footnote:

  1. Rifal Ka'bah, Islam dan Fundamentalisme, ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984), hal. 3
  2. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan, ( Jakarta : Bulan bintang, 1986), hal. 11.
  3. Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta , T.th), hal. 760
  4. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam ……, hal. 12
  5. I b i d., hal. 15.
  6. I b i d.
  7. I b i d., hal. 12.
  8. Muhammad Al-Bahy, Al-fikhu al-Islam Fi Tathawwurihi, terj. Bambang Saiful Ma'arif ( Bandung : Mizan, 1985), hal. 51.
  9. I b i d.
  10. L. Stodard, Dunia Baru Islam, Terj. Mulyadi Joyomartono, et. Al. Jakarta 1996
  11. Lihat Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Bagian I.
  12. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru ,( Jakarta : Logos, 1999), hal. 31.
  13. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Cet. II, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 20.
  14. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam …..,hal. 31.
  15. Zuhairini, dkk, Sejarah pendidikan Islam, Cet. IV ( Jakarta : Bumi Aksara, 1994 ), hal. 118.
  16. Harun Nasution, Pembaharuan ……., hal. 37-38.
  17. Zuhairini, dkk, Sejarah pendidikan ……, hal. 118.
  18. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hal. 121.
  19. Harun Nasution, Pembaharuan…….. , hal. 38.
  20. Zuhairini, dkk, Sejarah ….., hal. 121.
  21. I b i d.
  22. Harun Nasution, Pembaharuan……., hal.64
  23. Zuhairini, dkk, Sejarah ……..,hal. 124.
  24. Kenneth W. Morgan, Islam the Straigh Path, terj. Abusalamah & Chaidir Anwar, Islam Jalan Mutlak¸( Jakarta : PT. Pembangunan, 1963) hal.42.
  25. Departemen Agama RI, Sejarah Perkembangan Madrasah, Cet, I, Th. 1998/1999.hal. 61-62.
  26. Harun Nasution, Pembaharuan ……….,hal. 93-94.
  27. I b i d. hal. 51-58.
  28. Zuhairini, dkk, sejarah ………, hal. 124.

Artikel Terkait:

comment 0 comments:

Post a Comment

Delete this element to display blogger navbar

 


© 2010 Invest Scenery is proudly powered by Blogger